JAKARTA – Mantan menteri Kehakiman yang juga mengajukan uji materi soal UU Pilpres, Yusril Ihza Mahendra, menilai putusan MK soal UU serempak di 2019 blunder. Putusan itu menjadi tanda tanya besar. Pemilu 2014 bisa saja dilaksanakan tanda dasar UU, lantaran pasal-pasalnya sudah dianulir MK karena dianggap inkonstitusional.
“Kali ini Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi bikin putusan blunder. Di satu pihak nyatakan beberapa pasal UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945, setelah itu menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Tetapi,
menyatakan pemilu serentak baru berlaku untuk Pemilu 2019 dan seterusnya,” ujar Yusril menjelaskan argumennya dalam siaran pers ke detikcom, Jumat (24/1/2014) seperti dikutip dari detik.com.
Yusril memandang, putusan MK itu berlaku seketika setelah diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Bukan diputuskan hari ini untuk diberlakukan di tahun 2019.
“Kalau putusan itu berlaku seketika, namun baru belaku di Pemilu 2019 dan seterusnya, maka Pemilu 2014 dilaksanakan dengan pasal-pasal UU Pemilu yang inkonstitusional. MK tahu bahwa melaksanakan Pemilu dengan pasal-pasal UU yang inkonstitusional, hasilnya juga inkonstitusional,” katanya.
“Konsekuensinya, DPR, DPD, DPRD dan Presiden serta Wapres terpilih dalam Pileg dan Pilpres 2014 yang juga inkonstitusional,”
lanjut Yusril.
Tapi, Yusril melanjutkan MK menutupi inkonstitusionalitas putusannya itu dengan merujuk putusan-putusan senada yang diambil oleh MK sebelumnya.
“Dengan merujuk pada putusan yang nyata-nyata salah itu, MK dalam pertimbanan hukumnya, nyatakan Pileg dan Pilpres 2014 adalah sah. Meskipun dilaksanakan dengan pasal-pasal UU Pilpres yang sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan telah dinyatakan tidak punya kekuatan hukum mengikat,” pungkasnya. (dtc)