SERANG – Tahun 2019, jumlah pengangguran di Banten diprediksi bertambah. Ada beberapa indikasi yang menunjukkan ke arah itu. Antara lain banyak perusahaan yang sudah gulung tikar, ada perusahaan yang terancam gulung tikar, perusahaan pindah produksi, dan restrukturisasi PT Krakatau Steel (KS) yang mengancam ribuan buruh dirumahkan.
Pada 2018 lalu, jumlah pengangguran di Banten lebih dari 496 ribu orang (8,52 persen). Jumlah itu menempatkan Banten sebagai provinsi dengan jumlah pengangguran terbanyak secara nasional. Di bawah Banten ada Jabar (8,17%), Maluku (7,27%), Kepulauan Riau (7,12%), dan Sulawesi Utara (6,86%).
Pengangguran tahun ini yang diprediksi naik karena ada perusahaan yang sudah tutup. Seperti terjadi di Kota Tangsel. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Tangsel Purnama Wijaya saat dikonfirmasi membenarkan. Kata dia, ada satu perusahaan yang gulung tikar alias bangkrut yakni PT Sandratex di Kecamatan Ciputat Timur. ”Kalau yang bangkrut hanya satu, itu kejadian di bulan Desember 2018,” terangnya.
Sementara perusahaan yang pindah produksi ke Jawa yakni PT Indiktorindo di Kecamatan Setu. ”Mereka pindah karena tak kuat membayar upah sesuai dengan upah minimum kota,” ujarnya.
Meski kehilangan dua perusahaan tersebut, lanjutnya, investasi di Tangsel tetap normal. ”Tidak ada dampaknya, untuk pertumbuhan ekonomi daerah,” tandasnya.
Terkait jumlah pengangguran di Tangsel, Purnama menyebut pada 2018 mencapai 43 ribu orang. Ia menjelaskan berbagai upaya dilakukan untuk menekan pengangguran, mulai dari diadakan job fair hingga pelatihan kemandirian untuk membuka lapangan pekerjaan. ”Pelatihan dan job fair sebagai sarana untuk memberikan peluang lulusan sekolah baru untuk mendapatkan pekerjaan supaya tidak menjadi pengangguran,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja pada Disnakertrans Kabupaten Serang Ugun Gurmilang mengatakan, pada 2018, jumlah pengangguran berdasarkan data pencari kerja mencapai 27 ribu, terserap penempatan kerja sebanyak 5 ribu. “Jadi angka penganggurannya sebanyak 22 ribu,” kata Ugun kepada Radar Banten di ruang kerjanya.
Ugun menambahkan, pada 2019 per Juli, jumlah pencari kerja sudah mencapai 25 ribu orang, yang sudah penempatan kerja sebanyak 56 ribu. Angka pengangguran sebanyak 20 ribu. “Tahun ini diprediksi pengangguran meningkat,” katanya.
Terjadinya peningkatan pengangguran, kata Ugun, disebabkan beberapa faktor seperti kelulusan siswa SMA dan SMK, pasca Lebaran banyak yang mencari pekerjaan, dan minimnya informasi lowongan pekerjaan dari perusahaan yang tidak dilaporkan ke dinas, sehingga menyulitkan para pencari kerja. “Seharusnya para pencari kerja mampu memanfaatkan media sosial untuk mencari info lowongan pekerjaan,” imbaunya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industri pada Disnakertrans Kabupaten Serang Iwan Setiawan menjelaskan, ada dua perusahaan produksi kayu di Kecamatan Ciruas dan Kecamatan Puloampel yang terseok-seok karena mengalami kerugian bahkan sempat didemo karyawannya karena tiga bulan tidak memberi gaji. “Saya lupa nama perusahaannya, yang pasti dua perusahaan itu hampir bangkrut,” pungkasnya.
Kabid Penempatan Tenaga Kerja Disnaker Kota Tangerang Iing Riskomar mengatakan, data pengangguran dari Januari hingga Juni 2019 ada 7.163. “Data itu tidak semuanya pengangguran, ada yang memang dia sudah bekerja tapi kontraknya habis, ada juga yang belum pernah bekerja, ada juga yang lagi bekerja tapi dia pengin pindah,” ungkapnya.
Lebih lanjut Iing mengungkapkan, pengajuan pembuatan kartu kuning didominasi lulusan SMK. Kata dia, jumlah SMK di Kota Tangerang ada 129 sekolah. Kalau rata-rata 200 lulusannya, karenanya angka pengangguran terus bertambah. “Untuk mengatasinya, ada sekolah yang MOU dengan perusahaan, ada juga yang mambuat bursa kerja khusus,” pungkasnya.
MENCARI PEKERJAAN
Di Kota Cilegon, Disnaker Kota Cilegon mencatat sebanyak 2.856 warga Cilegon yang sedang mencari pekerjaan. Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri pada Disnaker Kota Cilegon Wawan Gunawan menjelaskan, data itu mengacu pada jumlah pemohon kartu kuning yang dilakukan sejak Januari hingga Mei 2019.
“Kalau angka pengangguran terbuka ada di BPS (Badan Pusat Statistik), Disnaker hanya mengacu pada permohonan kartu kuning saja,” ujar Wawan kepada Radar Banten, Senin (8/7).
Ia melanjutkan, dari total jumlah pencari kerja tersebut, paling banyak adalah lulusan SMK sebanyak 1.503 orang. Kemudian lulusan SMA dan MA sebanyak 811 orang.
Menyikapi jumlah pencari kerja tersebut, Disnaker telah melakukan sejumlah upaya, salah satunya dengan menggelar job fair. Tindak lanjut dari program itu adalah dengan memastikan perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan melakukan tahapan selanjutnya. “Sementera ini sejumlah perusahaan sudah melaporkan sedang melakukan tes atau interview, proses ini akan kita kawal hingga penempatan tenaga kerja,” ujarnya.
BPS JADI RUJUKAN
Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, jumlah pengangguran di Banten pada Agustus 2018 mengalami penurunan dibanding Agustus 2017. Pada 2017 jumlah pengangguran di Banten sebanyak 9,28 persen. Sedangkan 2018 jumlahnya 8,52 persen.
Mengutip data BPS, dari 12,6 juta penduduk Banten, 2018 tercatat 9,18 juta orang penduduk usia kerja. Dimana 5,83 juta orang angkatan kerja dan 3,35 juta orang bukan angkatan kerja (mengurus rumah tangga, sekolah dan yang lainnya). Di level kabupaten kota , jumlah pengangguran tertinggi 2018 ada di Kabupaten Serang, dan terendah di Kota Cilegon
Sementara berdasarkan data BPS Banten pada Februari 2019, jumlah pengangguran di Banten ada 7,58 persen atau (465,8 ribu orang), dibandingkan jumlah pengangguran pada Februari 2018 yang mencapai 7,77 persen.
Kabid Neraca Wilayah BPS Banten, Budi Prawoto mengatakan, BPS secara rutin melakukan survei angka pengangguran setiap tahun dilakukan dua kali. “Survei angka pengangguran dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus. Hasilnya baru bisa dipublis tiga bulan setelah melakukan survei,” ungkapnya.
Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan menilai, data yang disampaikan BPS merupakan data resmi yang menjadi acuan pemerintah pusat dan daerah. “Jumlah pengangguran di Banten masih di atas 465 ribu orang, itu merupakan kartu kuning untuk beberapa tahun kedepan, meskipun untuk fakta hari ini menjadi kartu merah,” katanya.
Yang harus disikapi bersama, kata Fitron, bukan jumlah pengangguran terbanyak, tapi jenjang pendidikan yang paling banyak menyumbangkan pengangguran. “Lulusan SMA dan SMK menempati posisi tertinggi penyumbang pengangguran terbuka, maka sangat berisiko jika kita tidak memastikan pendidikan kita berkualitas. Ingat mereka bukan cuma butuh lulus tapi mampu berkompetisi di tengah lapangan kerja yang penuh persaingan secara terbuka,” tandas Fitron.
Ia berharap, Pemprov Banten menjadikan data BPS Banten sebagai acuan dalam rangka menjalankan program pengentasan kemiskinan dan pengangguran. “Fakta hari ini tingkat lapangan kerja domestik tidak begitu menjanjikan, ini tugas kita semua mencarikan solusi secepatnya agar pengangguran tidak makin bertambah,” urai Fitron. (den-you-one-bam-mg06/alt/ags)