Sebuah pertanyaan mendasar sempat terlintas dalam benak penulis. Untuk apa hidup di Banten kalau berilmu, tetapi tidak berkompetesi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT? Pertanyaan itu muncul karena disadarkan oleh kenyataan logo Provinsi Banten, “Iman dan Takwa”. Dalam konteks ini ilmu herus berkompetensi iman dan taqwa.
Madrasah adalah lembaga pendidikan yang berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Rupanya orang tua kita terdahulu sangat peka terhadap kemungkinan yang akan terjadi di masyarakat bahwa Banten “ditakdirkan” menjadi sebuah wilayah provinsi yang memiliki karakter religius. Pembentukan karakter sosial ini sebenarnya jauh menukik ke lubuk sejarah saat dimana proses islamisasi berkembang pada abad enam belas hingga sekarang dan kita mewarisi realitas kultural semacam ini. Oleh karena itu mengingkari kenyataan tersebut sama dengan mengingkari diri kita sendiri sebagai orang Banten.
Tak terbayangkan entah berapa ratus ribu bahkan mungkin jutaan alumni madrasah dari Banten tersebar di wilayah nusantara sejak pesantren-pesantren mendirikan lembaga pendidikan bernama madrasah. Bahkan dapat diduga sebagian orang tua kita dan yang turut serta dalam proses pembentukan Provinsi Banten pernah menimba ilmu di madrasah atau setidak-tidaknya mewarisi ilmu pengetahuan yang sedikit banyak bersumber dari madrsah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan yang dilangsungkan melalui madrasah telah menunjang pembentukan masyarakat berwawasan kebangsaan, bersikap positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ini adalah wujud nasonalisme yang diwarisi masyarakat Banten yang koneks dengan masa kini, yang pada intinya ditandai kesediaan memberikan yang terbaik kepada bangsa, sebagaimana telah dibuktikan oleh rentangan sejarah perjuangan rakyat Banten sampai saat ini yang secara positif terus mempelopori dan mendukung upaya-upaya persatuan dan kesatuan bangsa dan merawat kebinekaan. Ketersediaan tersebut merupakan bentuk kompetensi dari ilmu yang dimiliki dan bahkan dalam partisipasi melaksanakan pembangunan.
Peran Madrasah
Saat ini di Provinsi Banten tidak kurang dari 2.388 madrasah (MI, MTs dan MA) dengan jumlah murid 465.522 murid yang sebagian besar berada di desa-desa dan kota kecamatan. Dilihat dari keberadaannya madrasah-madrasah telah menjangkau masyarakat pinggiran yang oleh lembaga pendidikan umum setingkat sekolah menengah belum mempu menjangkaunya. Madrasah telah eksis di tengah-tengah masyarakat mengembangkan kompetensi ilmu untuk mewujudkan iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Kompetensi ini merupakan landasan dan bingkai kehidupan umat, sehingga kehadirannya lebih bermakna baik dalam konteks kepentingan masyarakat setempat, bangsa maupun dalam pengabdian kepada Allah. Aspek sosial dari kompetensi ini adalah berkembangnya prilaku kecendekiaan, yaitu sikap dan prilaku untuk memberikan perhatian dan kepedulian nyata terhadap nasib sesama, lingkungan hidup dan dalam rangka menebar Islam rahmatan lil ‘alamin. Kita menyadari bahwa kompetensi ilmu pengetahuan perlu dibingkai oleh iman dan taqwa, supaya lebih berguna dan bermanfaat dalam memantulkan karakter akhlak yang baik, tidak liar dan merusak. Sebab ilmu adalah kekuatan yang metodologis sehingga kemungkinan dampaknya sangat dahsyat. Apabila ia tidak dikendalikan oleh iman dan taqwa, maka ilmu akan tidak terkendali dan mewujud dalam bentuk kerusakan dan menyebabkan terjadinya erosi nilai-nilai moral.
Peran Pemda
Jika kita perhatikan amanat UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, peran madrasah telah turut andil dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan. Kehadiran madrasah telah menjadi sangat penting dalam konteks pemberdayaan masyarakat dan dalam penumbuhan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan penguatan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian madrasah-madrasah telah mengintegrasikan dirinya sebagai bagian dari peranan pemerintah daerah.
Oleh karena itu pemerintah daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi semestinya tidak memandang madrasah sebelah mata. Meskipun secara structural madrasah berada di bawah tanggung jawab Kementerian Agama (Kemenag), namun Pemda tidak harus membiarkannya hidup dan berkembang sendiri. Pemda seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup madrasah-madrasah di daerahnya.
Kita sering meminta kualitas yang lebih dari madrasah dalam rangka mendukung perkembangan kemajuan dan otonomi daerah, tanpa mencoba memahami ikhwal madrasah yang sering mengalami derita akibat keterbatasan anggaran. Padahal madrasah-madrasah tanpa harus berkata banyak, namun gustur fisik dan program pendidikannya yang kian banyak sudah dapat dibaca, semuanya membutuhkan kepedulian Pemerintah Daerah, terutama pemprov Banten melalui dinas terkait. Sebab keterbatasan dana yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan operasional pendidikan, saran dan prasaran pembelajaran, berdampak langsung pada rendahnya mutu pendidikan di daerah. Memang selama ini terkesan bahwa Banten belum berhasil melakukan peningkatan mutu pendidikannya, baik yang terkait dengan peningkatan anggaran pendidikan, penigkatan mutu tenaga pendidikan, perbaikan mutu kurikulum, mutu kepemimpinan satuan pendidikan, maupun peningkatan mutu sarana kependidikannya. Meskipun banyak aspek yang berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan, namun aspek anggaran dipandang sebagai salah satu aspek sentral yang menentukan peningkatan mutu tersebut.
Dalam rangka mewujudkan keadilan dan memenuhi kebutuhan mutu pendidikan madrasah kalangan legislative, baik di provinsi Banten maupun di tingkat kabupaten.kota seyogyanya memiliki inisiatif dan dorongan kepada pemerintah untuk menyisihkan anggara (APBD), baik hibah maupun non hibah kepada madrasah-madrah agar lembaga pendidikan ini berkembang lebih cepat dalam mengejar ketertinggalannya dalam pencapaian standar mutu pendidikan secara merata di semua lembaga pendidikan, terutama di wilayah pedesaan dan kecamatan, seperti dimanatkan UU 20/2003 tetang Sistem Pendidikan asional dan Permen Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Untuk memahami secara holistik masalah mutu pendidikan terutama dalam era otonomi pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, penting dicermati masalah indikator variabel-variabel mutu pendidikan, nilai evaluasi belajar siswa, angka mengulang (tinggal kelas), putus sekolah (drop out), dan lulusan, prasarana dan sarana pendidikan, kualifikasi guru, biaya pendidikan, dan partisipasi pihak orang tua dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan mencermati variabel-variabel mutu pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, jelaslah bahwa hasil evaluasi belajar siswa hanya merupakan implikasi dari variabel-variabel mutu pendidikan lainnya yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Sekolah adalah suatu system pembelajaran yang terdiri diri dari berbagai komponen sehingga interaksi berbagai unsur itu saling mempengaruhi. Namun diantara unsur itu komponen manajemen, guru dan biaya pendidikan sangat dominan dalam menciptakan harmonitas dan kualitas pendidikan.
Madrasah-madrasah pada dasarnya merupakan “rumah” anak didik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkompetensi iman dan taqwa. Kompetensi dasar berbasis nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan akan membentuk hubungan harmonis, baik dirnya sebagai manusia, maupun dirinya dengan sesama dan dengan lingkungannya. Motivasi keilahian ini pada gilirannya membentuk etos kehidupan yang ikhlas, kerja keras, mandiri dan berintegritas (tauhid), karena dipahami betul bahwa kehidupan ditujukan untuk pengabdian (ibadah) kepada Allah. Pendidikan semacam ini memperkuat kepribadian, sehingga tidak mudah terpengaruh bujuk-rayu hal-hal yang merugikan kemanusiaan, seperti narkoba, kerusuhan dan kejahatan lainnya.
*Penulis adalah Kepala Bidang Madrasah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten.