LEBAK – Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Ujang Bahrudin menyatakan bahwa pihaknya menunggu instruksi dari Kementerian Dalam Negeri terkait teknis memasukkan identitas penghayat kepercayaan masuk dalam kartu tanda penduduk.
“Kita belum bisa memasukkan penghayat kepercayaan di kolom KTP karena belum menerima instruksi dari Kemendagri. Kita kan hanya pelaksana,” kata Ujang Bahrudin, Kamis (9/11).
Ujang menambahkan, penganut penghayat kepercayaan di Lebak sendiri memang ada. Salah satunya warga di Baduy. Saat ini memang belum ada yang datang ke kantor untuk konsultasi setelah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi.
“Kita siap saja memasukkan penghayat kepercayaan ke kolom di KTP, namun itu semua belum ada instruksi dari pusat,” ujarnya.
Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan gugatan dari empat penganut kepercayaan yang merasa hak mereka terdiskriminasi oleh adanya pasal tersebut. Mereka adalah Ngaay Mehang Tana (penganut kepercayaan Komunitas Marapu), Pagar Demanra Sirait (penganut Paralim), Arnol Purba (penganut Ugamo Bangsa Batak) , dan Carlim (penganut Sapto Darmo).
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, pihaknya mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menurutnya pasal 61 ayat (2) UU nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 ayat (5) UU nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Undang Dasar Negara Republik Indonesia serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Dengan keputusan ini, tidak ada lagi diskriminasi terhadap warga negara yang menganut kepercayaan yang belum disahkan oleh negara.
Pada ritual Seba Baduy tahun lalu, Ayah Mursyid, perwakilan warga Baduy Dalam, meminta kepada pemerintah agar Sunda Wiwitan masuk KTP.
“Amanat kolot ti (dari) Baduy, mengenai hak-hak masyarakat adat, baik alamnya lingkunganya, budayanya. Kami membahas mengenai masyarskat Baduy semakin bertambah, masyarakat Baduy minta hak perlindungan masyarakat adat terhadap keyakinan kami. Kami minta ada kebijakan khusus agar Sunda Wiwitan bisa tertera di KTP. Terus terang etatah (itu adalah) kahayang (keinginan) masyarskat Baduy,” papar Ayah Mursyid saat seba.
Menurutnya, warga Baduy yang menganut aliran kepercayaan resah dan melaporkannya kepada pemimpin adat lantaran pihak kecamatan tidak memasukkan Sunda Wiwitan dalam KTP.
“Laporan ti (dari) masyarakat, keur ie mah (waktu dulu) di kacamatan bisa, ayena mah teu bisa (sekarang tidak bisa), eta (itu) membuat kami tak tenang,” ujar Ayah Mursyid.(Omat/twokhe@gmail.com)