KARAWACI – Persatuan Pengusaha Klinik Indonesia (Perklin) Banten menyoal Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pembayaran Kapitasi Berbasis Kinerja (PKBK). Mereka menolak, karena peraturan tersebut dirasa memberatkan para pengusaha klinik.
Ketua Perklin Banten dr Hadi Wijaya mengatakan, semua pengusaha klinik di Banten merasa resah akan adanya peraturan tersebut. Mereka merasa, adanya peraturan tersebut akan menimbulkan adanya penurunan nilai kapitasi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
“Mestinya kalau klinik itu bagus diberi reward. Tetapi Peraturan BPJS Nomor 7 Tahun 2019 tersebut yang ada kapitasinya terancam dikurangi,” katanya dalam kegiatan public discussion dan workshop FKTP di Ballroom, Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang, Sabtu (19/10) lalu.
Hadi menerangkan, sejak enam tahun lalu nilai kapitasi FKTP belum ada kenaikan dan stagnan di angka Rp10 ribu per pasien. Padahal, gaji para pekerja sudah naik dan inflasi pun sudah naik. Kata Hadi, harusnya nilai kapitasi juga naik.
“Upah pekerja sekarang hampir di atas upah minimum regional (UMR) semua, sudah profesional semua. Nah ini bagaimana cara berpikir BPJS kenaikan itu tidak diimbangi dengan pembayaran kapitasi FKTP. Malah sekarang lebih mengarah mengurangi apa yang kami terima dengan dengan indikator penilaian FKTP dalam peraturan tersebut. Coba bayangkan, kalau kita kurang menerimanya, bagaimana kita bisa memberikan fasilitas terbaik bagi masyarakat,” terang Hadi.
Dalam Per-BPJS Nomor 7 Tahun 2019 tersebut, ada tiga indikator penilaian KBK yang menjadi tolok ukur pembayaran kapitasi FKTP. Yakni angka kontak, rasio rujukan non spesialistik (RRNS), dan rasio peserta prolanis terkendali (RPPT). Jika salah satu indikator itu tidak mencapai target, maka pembayaran kapitasi FKTP berkurang.
“Contohnya, untuk peserta prolanis misalnya pasien penderita diabetes. Selama berobat di klinik, si pasien tidak juga membaik atau bahkan bertambah, maka klinik yang disanksi. Padahal, klinik sudah berupaya memberikan pelayanan kesehatan, bisa saja si pasien tidak membaik karena pola makan atau pola minum obatnya tidak sesuai yang dianjurkan oleh dokter di klinik. Dan jika begitu, yang mendapat sanksi tetap klinik,” ungkapnya.
Adanya punishment tersebut benarkan oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Doni Arianto. “Sebetulnya penurunan enggak, cuman BPJS Kesehatan membuat kapitasi berbasis komitmen. Artinya kapitasi itu, ada target pencapaian harus melakukan apa. Kalau targetnya tidak dipenuhi, maka diberikan semacam punishment, mungkin itu yang dimaksud pengurangan,” katanya.
Menurutnya, punishment tersebut mendorong pemberi fasilitas untuk bekerja lebih baik sehingga bisa mencapai target kapitasi tersebut. Ia juga mengajak Perklin untuk ikut menerapkan peraturan BPJS Kesehatan tersebut.
“Sebetulnya kan belum dicoba, coba saja dulu. Setelah ada hasilnya, nanti kita evaluasi bersama,” tutur Doni.
Sementara itu, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Banten, Jawa Barat dan Lampung Fachrurrazi mengatakan, Peraturan BPJS Nomor 7 Tahun 2019 telah ditandatangani oleh Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pratama Tingkat Pusat yakni Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Pusat Asosiasi Klinik Indonesia (PP Asklin), Pengurus Pusat Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia, Pengurus Pusat Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia. Surat edaran implementasi peraturan tersebut ditandatangani bersama 1 Oktober 2019.
“Peraturan tentang pembayaran kapitasi berbasis komitmen harus dilaksanakan karena sudah diharmonisasikan oleh kementerian dan disetujui oleh berbagai asosiasi kesehatan. Menyampaikan suara itu sangat boleh, tetapi tidak bisa membatalkan peraturan yang sudah ditetapkan,” pungkasnya.
Sementara itu, pakar Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Profesor Hasbullah Thabrany meminta dan mendorong agar BPJS Kesehatan menunda penerapan peraturan PKBK tersebut sampai perubahan pembayaran BPJS Kesehatan terbaru disetujui.
“Saya sudah berikan rekomendasi kepada Perklin untuk menulis surat protes kepada Kemenkes, BPJS Kesehatan dan pihak terkait. Agar Peraturan PKBK terbaru tidak diterapkan dulu sebelum besaran kapitasi FKTP naik dan disepakati bersama,” pungkasnya. (Wifi Hikmatulloh)