SERANG – Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah menyayangkan tindakan Dinas Satpol PP yang langsung menutup perkebunan buah naga PT Agro Fruit Mandiri (AFM) di Kecamatan Baros. Padahal, penegak perda itu diminta untuk mengarahkan perusahaan agar cepat mengurus perizinan.
Sebelumnya, Dinas Satpol PP Kabupaten Serang menyegel perusahaan agar tidak melakukan aktivitas sementara, Kamis (2/11). Hal itu akibat pihak perusahaan tak kunjung menyelesaikan perizinan sesuai tenggang waktu yang diberikan.
Tatu mengaku, sudah memerintahkan Dinas Satpol PP agar meninjau ulang tindakan penyegelan terhadap PT AFM. Meski Tatu menyadari, sebelumnya menerima laporan jika perusahaan sudah mendapat tiga kali teguran Dinas Satpol PP untuk segera mengurus perizinan.
“Saya minta jangan langsung ditutup, tapi perusahaan diarahkan agar cepat mengurus perizinannya,” tegasnya saat dikonfirmasi wartawan di Pendopo Bupati Serang, Jumat (3/11).
Berdasarkan kajian dari Bagian Hukum Setda Kabupaten Serang, kata Tatu, pihak perusahaan bisa melanjutkan perjanjian penggunaan tanah bengkok dengan pemerintah desa. Tinggal memperjelas administrasi status tanahnya, serta retribusinya harus masuk kas desa.
“Masa perjanjiannya sudah habis, tinggal diperpanjang saja,” ujarnya.
Terkait penutupan sementara yang dilakukan Dinas Satpol PP, menurut Tatu, akibat terjadi mis-komunikasi. Seharusnya, kata Tatu, dicari terlebih dahulu apa yang menjadi permasalahannya.
“Sekarang dampaknya kan pegawainya tidak bekerja. Terus, buah ini kan barang tidak bisa tahan lama, kasihan perusahaannya juga,” ucapnya.
Lantaran itu, Tatu berjanji untuk memanggil pihak perusahaan berikut kepala desa setempat untuk membicarakan permasalahan tersebut.
“Apa yang sudah ditelaah Bagian Hukum soal pemanfaatan tanah bengkok nanti, itu yang harus dilakukan. Tinggal diperjelas saja administrasi status tanah dan perjanjiannya,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Satpol PP Kabupaten Serang Hulaeli Asyikin menegaskan, upaya penutupan terhadap perusahaan perkebunan buah naga sudah sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2010 pasal 4 tentang Penegakan Perda Ketenteraman, Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat, juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Satpol PP.
“Sudah kita tempuh itu semua,” tegasnya melalui sambungan telepon seluler, Minggu (5/11).
Menurut Hulaeli, tindakan tegas dilakukannya untuk memberikan efek jera terhadap perusahaan yang tidak mengantongi izin. Jika tidak, akan berdampak pada perusahaan lain yang juga tidak memiliki izin.
“Perusahaan ini kan sudah berdiri lama, dari sejak 2009 tidak memiliki izinnya,” terangnya.
Sebelum melakukan penutupan sementara, Hulaeli mengaku, pihaknya sudah memberikan keringanan terhadap perusahaan. Yakni, memberikan tenggat waktu dua bulan untuk menyelesaikan proses perizinannya. Bahkan, selama dua bulan itu pula Dinas Satpol PP terus berkoordinasi dengan perusahaan. Terkait pertimbangan sosial karyawan yang diistirahatkan oleh pihak perusahaan, Hulaeli menilai, kondisi itu menjadi beban dan tanggung jawab perusahaan.
“Kami juga memikirkan itu. Saya rasa tidak akan lama jika perusahaan mau menyelesaikan permasalahannya dengan cepat,” ucapnya.
Hulaeli menyarankan, untuk penggunaan tanah bengkok dengan pihak desa harus dibuatkan dulu peraturan desa (perdes). Hal itu agar retribusi perusahaan kepada desa lebih jelas.
“Sekarang ini tidak ada perdes yang mengatur itu. Saya juga sudah berkoordinasi dengan DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa). Kalau mau ditinjau ulang, silakan saja oleh instansi lain,” tukasnya. (Rozak/RBG)