SERANG – Pejabat pembuat komitmen (PPK) dinilai mempunyai tanggungjawab atas pengadaan jasa kebersihan atau cleaning service di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sitanala, Kota Tangerang tahun 2018.
Peran PPK tidak dapat dilepaskan dalam pengadaan jasa yang merugikan negara lebih dari Rp600 juta itu. Sebab, PPK mempunyai tugas pengawasan dan kontrol terhadap pengadaan. “PPK bisa memanggil penyedia (kalau ada masalah-red), bisa diberikan peringatan (kalau timbul masalah-red),” ujar Mudjisantosa, ahli pengadaan barang dan jasa saat dihadirkan di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis (16/9).
Mudji dihadirkan sebagai ahli dari terdakwa Nasron Azizan. Dalam perkara tersebut Nasron menjadi terdakwa karena perannya sebagai anggota unit layanan pengadaan (ULP) RSUP dr Sitala. Seperti diketahui, kasus pengadaan jasa layanan kebersihan di RSUP dr Sitala itu menyeret dua orang sebagai terdakwa. Keduanya, Nasron dan Yazerdion Yatim selaku direktur PT Pamulindo Buana Abadi (PBA).
Dalam surat dakwaan JPU dari Kejari Kota Tangerang Nasron dinilai tidak melakukan penilaian kualifikasi baik melalui prakualifikasi ataupun pasca kualifikasi. Selain itu, aparatur sipil negara (ASN) di Kota Tangerang itu juga didakwa tidak melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran harga.
Padahal, menurut Mudji, peran ULP dalam pengadaan barang dan jasa dalam sistem pelelangan cepat hanya melihat dari sisi penawaran harga. Sebab, proses lelang cepat berbeda dengan lelang umum. Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 lelang cepat tidak memerlukan penilaian kualifikasi, administrasi dan teknis.
“Penyedia (perusahaan-red) tinggal menyampaikan harga saja, biasanya penyedia menawar harga. Pokja melakukan pemeriksaan benar atau tidak? karena banyak juga penyedia yang menawar saja, tapi ijinnya enggak ada dan tidak sanggup menyediakan,” kata Mudji dihadapan majelis hakim yang diketuai Slamet Widodo.
Proses lelang cepat dikatakan dosen hukum pada Universitas Indonesia ini memilih perusahaan yang menawar harga yang paling rendah. Namun demikian, perusahaan yang menawar lebih tinggi bisa dimenangkan asalkan perusahaan yang menawar dengan harga yang rendah mengundurkan diri. “Bisa saja (menang yang lebih besar menawar-red) kalau yang rendah mengundurkan diri,” ucap Mudji.
Dalam perkara tersebut, Mudji mengaku sudah membaca sekilas persoalan kasus tersebut. Pengadaan tersebut kata dia sempat gagal lelang sehingga diambil kebijakan untuk lelang cepat. Nilai pengadaan jasa pelayanan kebersihan yang bersumber dari APBN itu sekitar Rp4 miliar.
Saat pertama dibuka proses lelang cepat ada tujuh perusahaan yang berminat. Mereka kemudian diminta untuk datang. Dari tujuh perusahaan tersebut empat dianggap lulus. Namun, hanya dua perusahaan akhirnya dipilih berdasarkan harga termurah.
“Lelang cepat itu tinggal persaingan harga,” ujar Mudji dalam sidang yang dihadiri JPU Kejari Kota Tangerang Reza Vahlefi.
Dijelaskan Mudji, ketika lelang pihak ULP harus melampirkan HPS, spek dan kualifikasi pada aplikasi lelang. “Ketika berminat penyedia tinggal mengajukan (daftar-red),” kata mantan Kasubdit Penanganan Permasalahan Kontrak LKPP tersebut.
Diungkapkan Mudji, peran Pokja ULP dalam pengadaan hanya sampai ke penetapan pemenang lelang. Selanjutnya tanda tangan kontrak dilakukan perusahaan dengan PPK.
“Tugas pokja sampai dengan penetapan pemenang dalam aplikasi, hanya sampai disitu. Untuk kontrak dilakukan oleh PPK,” kata Mudji.
Ditegaskan Mudji, apabila terdapat dokumen palsu yang dilaporkan pihak perusahaan kepada pokja ULP maka itu menjadi tanggungjawab perusahaan tersebut. Sebab, setiap perusahaan yang mendaftar dalam proses lelang cepat secara tidak langsung telah menyetujui pakta integritas. “Kalau dia menawar (perusahaan-red) berarti dia menyetujui pakta integritas,” tutur Mudji.(Fahmi Sa’i)