JAKARTA – Rapat dengar pendapat (RDP) yang telah dilaksanakan Komisi II DPR menyepakati sejumlah poin progresif. Khususnya kepastian penggunaan identitas diri KTP-el dalam pemungutan suara 17 April. Selain itu, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri tetap diminta memastikan pemilih yang belum punya KTP-el untuk mendapatkan kartu identitasnya.
RDP tersebut memperjelas posisi pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 37 Tahun 2018, pemilih yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) berhak menggunakan hak pilihnya meski tidak membawa KTP-el. Mereka juga bisa menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan identitas lain. Misalnya, kartu keluarga (KK).
Kondisi tersebut dimungkinkan lantaran mereka sudah tercatat dalam DPT. Dalam praktik selama ini, petugas KPPS di TPS tidak lagi menanyakan kartu identitas untuk memilih. Tentunya selama si pemilih memang sudah tercatat dalam DPT dan membawa surat pemberitahuan memilih atau formulir C-6.
Yang dipersoalkan DPR adalah adanya selisih antara jumlah pemilih dalam DPT dan warga yang sudah merekam data diri untuk KTP-el. Jumlah pemilih dalam negeri mencapai 190.770.329 orang. Sementara itu, data perekaman KTP-el hingga akhir Desember sebanyak 188.445.040 orang. Dengan data tersebut, dapat dikatakan setidaknya 2.325.289 pemilih di DPT belum memiliki KTP-el.
Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menjelaskan, secara prinsip yang dicatat dalam DPT adalah mereka yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Bukan hanya yang bisa membuktikan kepemilikan fisik KTP-el. ’’Kami membuat formulir AC untuk mereka yang belum memiliki KTP-el,’’ terangnya.
Karena itu, dinas dukcapil setempat lebih mudah menemukan mereka dan membuatkan kartu identitas. Kesepakatan berikutnya adalah mempertegas bahwa mereka yang belum tercatat di DPT tetap bisa menggunakan hak pilihnya. “Hanya menggunakan KTP-el sesuai peraturan yang berlaku,” ujar Wakil Ketua Komisi II Nihayatul Wafiroh. Artinya, mereka hanya bisa menggunakan hak pilih di daerah domisilinya dan menunjukkan KTP-el sebagai bukti tinggal di daerah itu.
Dalam kesempatan tersebut, komisi II meminta Ditjen Dukcapil mempercepat perekaman dan pencetakan KTP-el bagi mereka yang belum memilikinya. Berdasar data Kemendagri, per 31 Desember 2018, masih ada 4.231.823 penduduk wajib KTP-el yang belum merekam datanya. “Serta melakukan upaya afirmatif di daerah yang tingkat perekamannya masih rendah agar dapat selesai sebelum 31 Maret 2019,” ujar Nihayatul.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menyatakan sudah secara maksimal menjangkau penduduk wajib KTP-el. Mulai pelayanan di akhir pekan hingga menggelar layanan di arena car free day. Juga merekam data penduduk pra-17 tahun lebih awal.
Pada 22 Maret mendatang, pihaknya juga kembali menerjunkan tim untuk jemput bola di kawasan terpencil. “Untuk Papua, kami perkirakan bisa sampai 60 persen (selesai),” terangnya. Kendala utamanya adalah masyarakat yang belum bersedia untuk merekam datanya. Padahal, infrastruktur perekaman dan pencetakan KTP-el sudah siap.
Karena itu, dia sepakat bila sosialisasi dilakukan dengan mengaitkan konsekuensi hak pilih di pemilu. “Kalau enggak mau merekam, bisa jadi enggak boleh punya hak coblos,” lanjutnya. Pencetakan KTP-el sudah masif. Tinggal kerelaan masyarakat untuk merekam data sehingga mereka memiliki KTP-el.
Dorongan kepada Ditjen Dukcapil tidak hanya dari komisi II. Wapres Jusuf Kalla (JK) menuturkan bahwa setiap lima tahun, ada sekira tujuh juta orang yang baru memasuki pemilu pertama. Jutaan masyarakat itu umumnya remaja yang baru menginjak usia 17 tahun. “Nah karena itulah, mendapatkan KTP juga di usia 17 tahun kan,” jelasnya.
Menurut JK, dalam pemilu sebelumnya, kondisi seperti itu juga terjadi. Tetapi, bisa dicarikan jalan keluar dengan menggunakan surat undangan. Selain itu, bisa pakai KK. “Tetapi, diusahakan satu bulan ini percepatan dikejar,’’ jelasnya. Namun, JK berupaya realistis. Mengejar target supaya 4 juta warga yang belum memiliki KTP-el menjadi memiliki KTP-el juga sulit.
Sebab, umumnya yang belum memiliki KTP-el itu berada di daerah jauh. Bukan di tengah kota atau daerah perkotaan. “Seperti di desa-desa yang jauh kan mengalami kesulitan,” tuturnya. Namun, JK menyatakan bisa diatasi dengan menggunakan undangan atau instrumen lainnya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta selama ada sisa waktu, Kemendagri meningkatkan pelayanan agar masyarakat yang ingin merekam KTP-el bisa terakomodasi. ”Mendorong dinas dukcapil untuk melengkapi sarana dan prasarana yang terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2019 seperti jaringan internet yang baik agar dapat membuat KTP-el sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan pencoblosan,” kata Bamsoet di gedung DPR, kemarin.
Bamsoet menilai, masalah lain yang krusial adalah belum tuntasnya kebutuhan surat suara untuk DPTb. “Diharapkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) dapat memberikan hak pilihnya pada pemilu April mendatang,” tegasnya. (JPG/RBG)