SERANG – Perolehan pajak oleh Badan Pengelolaan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Serang dari semua sektor pajak mencapai Rp169 miliar dari target Rp302 miliar atau 56,18 persen. Pada sektor pajak bumi dan bangunan (PBB) tercapai 21,20 persen. Tunggakan pajak didominasi buku empat dan lima atau perusahaan.
Sekretaris BPPD Kabupaten Serang Haryadi mengungkapkan, hingga triwulan kedua tahun ini, perolehan pajak yang dikelola BPPD mencapai 56,18 persen.
“Dari target Rp302 miliar, sudah tercapai Rp169 miliar atau over target. Targetnya 50,” ungkap pria berkumis tebal itu melalui sambungan telepon seluler, kemarin.
Diakui Haryadi, hanya dua dari sepuluh jenis pajak yang dikelola BPPD perolehannya di bawah 50 persen. Yakni, pajak sektor perhotelan 45,47 persen dan PBB 21,20 persen.
“Untuk sektor PBB paling banyak menunggak itu dari buku empat dan lima atau perusahaan. Biasanya, perusahaan bayar PBB-nya di batas akhir pembukuan. Triwulan ketiga PBB pasti terealisasi,” yakinnya.
Kata Haryadi, pihaknya terus berupaya untuk mengejar target pajak, terutama PBB. Salah satu upayanya, mendatangi langsung ke kecamatan untuk melakukan penagihan. “Lokasi yang berjauhan bisa langsung bayar di tempat. Jadi, kita sistem jemput bola,” ujarnya.
Haryadi mengakui, masih banyak potensi pendapatan daerah melalui sektor pajak belum tergali. Saat ini, pihaknya berencana menggali semua potensi pajak yang belum tersentuh. Di antaranya menggali sektor pajak kos-kosan yang sudah di atas sepuluh pintu. “Kita sedang menunggu regulasi perdanya. Perubahan perda yang lama masih dalam proses koreksi di Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri RI-red),” tandasnya.
Senada disampaikan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan pada BPPD Kabupaten Serang Ikhwannussofa. Katanya, masih banyak potensi pajak yang belum tergali. Di antaranya pajak kos-kosan, selain pajak katering. Saat ini, pihaknya juga terus mengoptimalkan perolehan PBB dan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). “Kita akan optimalkan potensi-potensi itu di 2019,” ujarnya.
Untuk potensi pajak kos-kosan dan katering, lanjutnya, pihaknya masih menunggu perubahan regulasi perda. Pada perda sebelumnya, pajak kos-kosan diberlakukan untuk pemilik kos-kosan yang mempunyai izin. Menurutnya, pembangunan kos-kosan sudah mulai menjamur, terutama di kawasan industri. Selama ini, usaha kos-kosan yang dikenakan pajak adalah yang sudah memiliki izin.
“Ini berbelit-belit (aturan pajak kos-kosan-red). Jadi, nanti kita kenakan pajak untuk kos-kosan yang punya sepuluh pintu ke atas,” tegasnya.
Selain itu, ia menambahkan, potensi sektor PBB dan BPHTB akan dilakukan pendataan ulang dan pemutakhiran nilai zona tanah karena masih banyak wajib pajak (WP) yang belum terdata. “Yang sudah terdata nilai zona tanahnya mengikuti tahun 2000. Sekarang pasti nilainya sudah berbeda,” pungkasnya. (Rozak/RBG)