CILEGON – Janji Plt Walikota Edi Ariadi yang akan menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) Cilegon 2018 pada Rabu (8/11) tak terbukti. Buruh pun kecewa karena hingga tadi malam Edi belum juga memutuskan besaran UMK yang tepat bagi para pekerja di kota baja.
Diketahui berdasarkan rapat pleno yang berlangsung secara tertutup pada Selasa (7/11) di ruang rapat walikota, buruh meminta UMK 2018 sebesar Rp3.687.854,97. Sementara, Pemkot dan Apindo sama-sama mengusulkan UMK 2018 sebesar Rp3.622.214,61. Kini, bola ada di tangan Edi untuk memutuskan besaran upah.
Saat dihubungi, Edi mengaku masih harus mempelajari unsur-unsur yang menentukan besaran UMK. “Semuanya kan harus dipelajari, saya juga harus mempelajari masukan-masukan dari Depeko (Dewan Pengupahan Kota),” kata Edi, kemarin.
Bila nanti sudah diputuskan, ia berjanji untuk langsung menyampaikan kepada publik tanpa harus menutup-nutupi. “Besoklah (hari ini-red) nanti disampaikan. Hari ini (kemarin-red) masih belum final kajian sayanya,” ungkapnya.
Edi menyadari, waktu untuk menentukan UMK sangat terbatas. Ia hanya punya waktu pada hari ini (9/11) sebab pada Jumat (10/11), ia harus menyerahkan besaran UMK kepada Pemprov Banten. “Saya sudah tahu keputusan UMK 2018 ini harus sudah diserahkan kepada provinsi untuk menjadi rekomendasi. Jadi, pasti saya serahkan pada hari itu juga,” tegas Edi.
Sementara itu, Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSPKEP) Kota Cilegon Rudi Sahrudin menyayangkan sikap Edi yang mengulur-ulur waktu penetapan UMK. Bila usulan UMK yang disampaikan buruh tidak disetujui, ia mengancam akan kembali menggelar aksi demonstrasi ke kantor Pemkot. “Kalau tidak sesuai dengan usulan kami, terpaksa kami harus menggelar aksi lagi,” ancam Rudi.
Oleh sebab itu, Rudi berharap, Plt Walikota bisa mengakomodasi usulan buruh supaya buruh tidak demo lagi. “Usulan buruh harus diterima menjadi UMK 2018 karena hal itu sudah melalui kajian kami,” tandas Rudi.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Baja Cilegon (FSPBC) Safrudin juga mengancam bakal melakukan aksi mogok kerja bila UMK 2018 tidak sesuai dengan usulan buruh. “Kalau yang dipilih ternyata usulan Apindo dan pemerintah, berarti Pak Plt Walikota tidak proburuh dan sudah pasti kita kecewa,” terang Safrudin.
Untuk melancarkan aksinya, Safrudin bersama federasinya akan melakukan sweeping ke seluruh industri di Cilegon agar bersama-sama melakukan aksi mogok kerja. “Kami tidak terima kalau ternyata usulan kami ditolak dan Pak Plt Walikota lebih memilih usulah Apindo dan pemerintah,” imbuhnya.
Di sisi lain, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Cilegon Andi Seto menyerahkan sepenuhnya kepada Plt Walikota soal besaran nilai UMK. “Yang jelas kami tetap mengikuti dengan mengacu kepada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan,” terangnya.
Sejak awal, terjadi perbedaan tajam antara Apindo dan buruh dalam menentukan UMK 2018. Jika Apindo tetap mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Sementara, buruh mengacu pada inflasi Cilegon sekitar 5,69 persen. (Umam/RBG)