SERANG – Polda Banten telah mengendus dugaan pungutan liar (pungli) rekrutmen tenaga kerja sukarela (TKS) di Sekretariat DPRD (Setwan) Banten. Bahkan, anggota Ditreskrimsus Polda Banten sedang memantau lapangan untuk memastikan informasi tersebut.
“Ya, hari ini ke sana (datangi Setwan Banten-red),” ungkap Direktur Reskrimsus Polda Banten Komisaris Besar (Kombes) Pol Abdul Karim dihubungi Radar Banten, Kamis (11/1).
Dikatakan Abdul Karim, dalam beberapa hari ini pihaknya sudah melakukan pemantauan di Setwan Banten. Polisi tak ingin transaksi pungli lolos dari pantauan. “Sudah beberapa hari kita melakukan pemantauan. Bahkan, kita sudah mengetahuinya, sebelum ada di media. Tapi, kita harus cari posisi yang pas ada transaksi baru bisa dilakukan penindakkan,” kata Abdul Karim.
Mantan Kapolres Kukar itu memastikan bakal menindak tegas pelaku pungli. “Masih kita lakukan pendalaman. Kalau kita bisa buktikan, pasti saya luruskan,” tegas Abdul Karim.
Dia mengaku, selain indikasi pungli, pihaknya belum menerima informasi indikasi pidana lain terkait keberadaan TKS di Setwan Banten. “Tidak tahu saya, belum sejauh itu karena masih menunggu laporan. Itu tergantung pengembangannya, jadi tergantung dari bawah,” jelas Abudl Karim.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Zaenudin meminta masyarakat agar segera melaporkan bila menjadi korban dari praktik pungli dalam rekrutmen TKS di Setwan Banten atau organisasi perangkat daerah (OPD) lain kepada Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). “Bukti-bukti itu kita butuhkan. Jika memang ada temuan, silakan lapor dan kita akan menindaknya dengan tegas,” ucap Zaenudin.
Zaenudin mengaku, informasi yang beredar ada sejumlah oknum yang memanfaatkan situasi tersebut untuk memperoleh uang. “Kabar burung sudah kita dengar bahwa penerimaan TKS itu ada yang memungut bayaran sampai Rp30 juta. Tapi, sampai sekarang kita belum mendapatkan buktinya,” kata Zaenudin.
Diketahui, para TKS di lingkungan kerja Setwan Banten belum menerima surat keterangan (SK) tugas yang baru, setelah mereka dipecat pada 31 Desember 2017. Nasib dan status kepegawaian pegawai non aparatur sipil negara (ASN) ini menjadi tak jelas. Sebab, mereka belum menerima SK baru, tetapi tetap melaksanakan tugasnya sesuai SK tugas tahun 2017 yang sudah habis masa berlakunya.
Seorang TKS Setwan yang minta identitasnya dirahasiakan mengatakan bahwa pola pemberhentian atau pemecatan tersebut baru kali ini dilakukan. “Sebelum-sebelumnya kalau pun sudah habis masa tugasnya tanggal 31 Desember, tapi tidak pernah ada surat pemberhentian seperti tahun ini. Adanya surat kayak begini membuat gaduh kan,” katanya.
Sumber TKS ini kemudian mempertanyakan status kepegawaiannya. Sebab, hingga kemarin dirinya belum mendapat SK baru, tetapi tetap bekerja seperti biasa. Sumber tersebut merasa status kepegawaiannya tidak jelas. “Aneh nih, enggak jelas ini bagaimana. Kita belum ada SPT (surat perintah tugas), tapi kita masih masuk kerja. Kalau dulu, tanggal 3 Januari kita sudah dapat SK baru,” katanya.
Dia mengaku takut jika tidak masuk kerja akan menjadi penilaian absensi, dan dapat memengaruhi penilaian rasionalisasi yang sedang dilakukan jajaran Setwan. “Takutnya kalau enggak masuk kerja, nanti dinilai. Malah jadi enggak diperpanjang (tugasnya). Jadi, kita bingung sendiri ini,” ujarnya.
Sumber TKS lainnya mengaku belum mendapat info dari bagian umum Setwan terkait adanya pemberian SPT atau SK baru. Menurutnya, saat perpanjangan masa tugas pada 2017, SK atau SPT baru sudah dikeluarkan pada 3 Januari.
Anggota Komisi I DPRD Banten Aries Halawani sependapat bahwa status kepegawaian TKS menjadi tidak jelas ketika mereka bekerja tanpa ada SK. Namun, menurutnya karena statusnya hanya TKS maka tidak menjadi kewajiban jika mereka tidak masuk kerja. (Merwanda/RBG)