Menurut Asep, potongan uang infak itu sudah sudah tertuang dalam Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) FSPP Provinsi Banten. “Dari 2016 sudah ditentukan, Rp100 ribu. Itu ada di AD/ART kami, dan para kiai setuju,” katanya.
Diakui Asep, ada delapan ponpes penerima hibah tahun 2020 bermasalah lantaran tidak memenuhi syarat-syarat penerima hibah. “Pernah, ada pemeriksaan datang ke Pondok saya. Kami sebagai FSPP kaget di sana ada masalah. Pada waktu itu kami tidak tau, setelah pencairan baru tau. Ada 8 Pondok (bermasalah-red),” katanya.
Persoalan itu di antaranya tidak memiliki santri, dan hanya aktivitas mengaji pada siang dan sore hari. “Hanya pengajian anak-anak (bermasalah-red). Pada waktu mengajukan proposal, kami dari kabupaten tidak membantu mereka hanya informasi. Persyaratan penerima hibah hanya untuk pondok, pengajian Ashar dan Dzuhur tidak masuk persyaratan menerima bantuan tersebut,” tambahnya.
Asep mengungkapkan dari delapan ponpes bermasalah diketahui adanya potongan bantuan sebesar Rp50 persen, yang dilakukan oleh Epieh Saepudin.
“Dipotong 50 persen, ketika kami tanya tidak memiliki ijop (izin operasional-red). Waktu di musyawarah kami sebagai pengurus menanyakan ke Epih, tidak ada yang mengaku sama sekali. Setelah desak-desak ada yang WA (mengakui potongan-red),” ungkapnya.
Asep membantah pembuatan proposal penerima hibah dikoordiniri oleh FSPP Kabupaten Pandeglang. Pihaknya sebatas hanya memberikan informasi akan adanya bantuan hibah ke anggota FSPP.
“Itu masing-masing pondok (pembuatan proposal-red), hampir 900 ponpes di Kabupaten Pandeglang. Tidak (melaluinya-red) masing-masing pondok yang membuat. Hanya sifatnya membantu informasi saja,” tandasnya.
Keterangan Asep dibantah terdakwa Tb. Asep Subhi. Dia menyatakan proposal dibantu oleh pengurus FSPP dan dirinya yang ditunjuk untuk menjadi koordinator. (rbnn/nda)