SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Banten dengan tegas menolak RUU
Kesehatan dengan metode omnibus yang saat ini tengah digodok Panja Komisi IX DPR RI.
Ketua DPW PPNI Banten H Sayuti mengatakan, RUU Kesehatan ini sangat tidak transparan, tergesa-gesa, dan tidak sebagaimana
ketentuan pembuatan undang-Ulundang yang berlaku.
Pihaknya juga menolak rencana pencabutan UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
“Kami sebetulnya silahkan saja membuat RUU untuk meningkatkan kualitas, tapi dengan adanya draft RUU kesehatan yang sudah masuk kedalam pemabahasan DPR RI ini telah memancing kita untuk tidak setuju, dengan berbagai indikator didalamnya. Kami dari itu kami PPNI Banten dengan tegas menolak RUU Kesehatan dan pencabutan UU Nomor 38 tahun 2014,” kata Sayuti, Sabtu 27 Mei 2023.
Tentang RUU Kesehatan, Sayuti mengatakan, RUU ini akan berdampak kontradiktif pada norma
yang disusun dan tidak terakomodirnya kepentingan publik, serta jika dilihat dari materinya sedikit banyak akan sangat mempengaruhi perjalanan profesi perawat kedepan.
Ia menuturkan, terdapat beberapa hal yang menjadi sorotan pihaknya yakni pertama substansi RUU berpotensi menghilangkan sistem yang sudah mulai terbangun baik dengan mencabut beberapa UU yang masih sangat relevan yakni UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
Jika UU itu dihapus, tentunya akan menimbulkan banyak problematika di lapangan, yang secara langsung dirasakan oleh jutaan tenaga perawat di Indonesia.
“Kita sekarang sudah merasakan bagaimana UU Keperawatan ini bisa dirasakan, dan ini adalah bagian dari pedoman dari PPNI dengan adanya UU, kita telah bejalan dengan baik. Kalau pun UU Keperawatan ini dicabut akan menimbulkan beragam kerentanan dilapangan,” ungkapnya.
Pencabutan UU Keperawatan akan serta merta mendegradasi profesi Perawat Indonesia yang saat ini sedang berkembang untuk kompetisi global dan meletakkan profesi perawat pada kondisi tidak punya landasan
pengembangan profesi yang kuat seria berpotensi menimbulkan masalah, konflik yuridis, konflik sosial profesi, dan ketidakseimbangan sistem pelayanan kesehatan.
Dalam draf RUU Kesehatan masih tampak tidak sungguh-sungguh untuk mereformasi sistem kesehatan khususnya sumber daya kesehatan masih diskriminatif dalam pengaturannya.
RUU Kesehatan menjabarkan tentang kualifikasi sumber daya kesehatan dengan berbagai aspeknya adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan. Hal ini akan menimbulkan persoalan tersendiri di kemudian hari dengan adanya turunan regulasi dan kebijakan yang berbeda dari sisi porsi dan prioritas sebagaimana jauh sebelum penataan sistem keschatan di Indonesia melalui Undang-Undang Profesi masing-masing,
“Pembedaan tersebut menyebabkan adanya ketidaksetaraan dalam pelayanan dan juga akan
menyebabkan hambatan dalam koordinasi dan kolaborasi. Saat ini sedang dikembangkan di dunia adalah interkolaborasi dalam pelayanan kesehatan di mana seluruh sumber daya kesehatan harus berfokus kepada pasien/klien yang pada akhirnya menjadi pelayanan yang lebih efektif dan berkualitas bagi masyarakat,” ucapnya.
Sekertaris DPW PPNI Banten Endang Komarudin menambahkan, dalam RUU Kesehatan ini ada potensi mengurangi peran masyarakat madani dalam khasanah kesehatan di Indonesia,
yaitu organisasi profesi.
Organisasi profesi adalah wadah masyarakat ilmiah bagi yang seprofesi dan sebagai wahana menyalurkan aspirasi anggota kepada pemangku kepentingan agar terjadi peningkatan
profesionalisme dan kondisi kerja yang baik bagi sebuah profesi.
“Organisasi frofesi perawat (PPNI)
yang selama ini konsisten dan terus menerus mendukung pemerintah dalam berkontribusi
meningkatkan kompetensi profesionalnya dan juga mengadvokasi kesejahteraan agar para perawat dapat lebih tenang menjalankan kewajiban dan perannya sebagai profesi pemberi pelayanan kepada
masyarakat. Jikalau perawat lebih nyaman dan tenang dalam melaksanakan Profesinya maka
dampaknya ialah kebaikan pelayanan kepada masyarakat,” terangnya.
RUU Kesehatan berpotensi memberi kemudahan perawat asing bekerja di Indonesia yang mengikuti kebijakan investasi. Jika barrier teknis tidak ketat maka akan menjadi ancaman karena mempersempit kesempatan kerja lulusan perguruan tinggi keperawatan Indonesia. Jumlah lulusan perguruan tinggi keperawatan di Indonesia sudah mencapai 65.000-75.000 per tahun.
“Dari semua hal tersebut di atas, yang sangat esensial menjadi suara perawat seluruh Indonesia adalah hilangnya kebanggaan sebagai Profesi karena landasan profesinya dicabut. Maka dengan ini, PPNI secara tegas menyatakan menolak substansi yang nyata-nyata mendegradasi profesi perawat Indonesia,” pungkasnya.
Reporter : Yusuf Permana
Editor: Aas Arbi