Sidang Perkara Dugaan Pemerasan Bea Cukai Soetta
SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – PT Sinergi Karya Kharisma (SKK) disebut memanipulasi data nilai barang impor lebih murah dari harga asli. Modus kejahatan kepabeanan ini berimbas pada berkurangnya pendapatan negara atas bea masuk impor barang.
Hal itu diungkapkan Irul Djubaid Affandi, pegawai fungsional penelitian tingkat akhir di Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta (Soetta) di Pengadilan Tipkor Serang, kemarin (18/5). Irul dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Banten Subardi dan Indah Kurniati Hutasoit sebagai saksi untuk dua terdakwa perkara dugaan pemerasan perusahaan jasa titipan (PJT) PT SKK dan PT ESL tahun 2020 dan 2021 sebesar Rp3,5 miliar.
Dua terdakwa itu adalah mantan Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Qurnia Ahmad Bukhori dan mantan Kasi Pelayanan Pabean dan Cukai I pada Bidang Pelayanan dan Fasilitas Umum Ditjen Bea Cukai Tipe C Soetta Vincentius Istiko Murtiadji.
“Under Invoicing (manipulasi data barang-red) secara umumnya nilainya diturunkan dari harga sebelumnya. Bisa disimpulkan seperti ini (mark down barang-red). Pastinya (kerugian negara-red),” ungkap Irul menjawab pertanyaan terdakwa Qurnia.
Irul mengakui paling banyak kesalahan yang ditemukan saat pemeriksaan dokumen PT SKK adalah under invoice.
“Temuan kesalahan pasti. Paling sering nilai pabean, uraian general atau secara umum. Saya perbaiki, tidak (dilaporkan ke kepala bidang-red) langsung kita koreksi,” tuturnya.
Dia mencontohkan, under invoice itu yakni harga barang senilai 100 USD, diubah menjadi 10 USD. Perubahan nilai barang itu berimplikasi terhadap penarikan bea masuk barang impor barang. Negara akan merugi cukup besar jika selama satu bulan terdapat satu juta dokumen yang under inovoice. “Kalau dibayangkan bisa sampai segitu (fantastis kerugian negara-red),” ujar Irul dihadapan majelis hakim yang diketuai Slamet Widodo.
Saksi lain, pelaksana pada Seksi Pelayanan Kepabeanan I KPU Bea Dan Cukai Tipe C Soetta Miftahul Awal yang dihadirkan mengaku selama bertugas telah dua kali melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap PT SKK.
“Monev itu untuk monitoring evaluasi penimbunan sementara, sesuai ketentuan (Peraturan Menteri Keuangan 109-red) 1 tahun sekali. Untuk rekomendasi (hasil monev-red) dan lain-lain itu kebijakan pimpinan (Kepala KPU Bea Cukai Soetta Finari Manan-red),” ungkap Miftahul.
Namun, Awal menjelaskan kurang begitu mengingat hasil monev PT SKK. Akan tetapi, dirinya menduga jika tidak ada temuan dari monev yang dilakukannya.
“Seingat saya sesuai (sesuai prosedur-red). Tugas saya hanya pengecekan, kemudian dilaporkan ke kepala kantor. Bukan kewenangan kita lagi,” tutur Miftahul. (fam/nda)