“Jangan bilang orang Banten kalau tidak membaca Alquran.”
Pernyataan itu melekat pada masyarakat Banten yang dicitrakan religius. Namun, nyatanya masih banyak masyarakat Banten yang buta aksara Alquran.
“Orang muslim mundur karena meninggalkan kitab sucinya (Alquran), sedangkan nonmuslim maju karena meninggalkan kitabnya dan mempelajari Alquran,” seru Prof Dr Syibli Sarjaya meyakinkan siswa siswi SMAN 1 Penggarangan, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, akhir Februari lalu pada kegiatan literasi pembacaan Alquran yang dilakukan Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan (DPK) Provinsi Banten.
Seruan pria yang sedang mendapat amanah sebagai ketua Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Banten itu bukan tanpa alasan. Hal itu turut didasari dari pengalaman pribadinya saat berada di Belanda. Saat itu ia mendapat kesempatan untuk berceramah di hadapan pemuda Islam Eropa yang mengundangnya.
Perjalanan tersebut mendapat perhatian dari Profesor Hotman yang merupakan pemuka agama Kristen di negara kincir angin itu. Tanpa ragu, Hotman mengundang Syibli untuk bertandang ke rumah. Sesampai di kediaman Hotman, Syibli merasa kaget sebab saat masuk ke ruang kerja orang yang mengundangnya secara khusus terpampang Alquran seukuran 60 x 50 sentimeter.
“Wat is het, Meneer (apa itu, Tuan)?” tanya Syibli dalam bahasa Belanda saat pertemuan yang terjadi pada 1979 itu. “De Koran (Alquran-red),” jawab Prof Hotman singkat.
Prof Syibli makin penasaran. Lalu ia mendesak kepada rekan yang mengundang ke rumahnya itu untuk menceritakan lebih detail. Akhirnya, Prof Hotman menjelaskan maksud dirinya memampang kitab yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad itu.
Menurut Prof Syibli, Prof Hotman mengaku banyak mendapat banyak inspirasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dari kitab Alquran yang disimpan di ruang kerjanya yang megah.
Mantan rektor Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin itu mengaku kaget. Bahkan, merasa syok. Sebab, Prof Hotman yang pendeta itu lebih memilih memperdalam Alquran untuk mengurai perkembangan ilmu pengetahuan. Lebih kaget lagi karena sang profesor ternyata lebih mahir berbahasa Arab daripada dirinya.
Pertemuan itu diakui Syibli menjadi cambuk sekaligus motivasi baginya untuk lebih menggeluti Alquran. “Kita umat Islam mundur karena meninggalkan ajaran kita. Kita sudah jarang membaca, apalagi mempelajarinya,” ujar Prof Syibli sembari memberikan motivasi kepada para siswa di hadapannya.
Prof Syibli lantas mengurai data hasil survei lembaga yang dipimpinnya pada Juni 2017. Menurutnya, kemampuan masyarakat Banten masih cukup memprihatinkan lantaran masih ada 76,72 persen yang belum bisa membaca Alquran secara lancar. Bahkan, 12 persen di antaranya sama sekali tidak bisa membaca atau buta aksara Alquran.
Sementara, survei nasional yang dilakukan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Alquran Kementerian Agama pada siswa tingkat SMA/sederajat menunjukkan hasil yang tak kalah mengkhawatirkan. Hasil penelitian itu memperlihatkan kemampuan membaca Alquran siswa masuk kategori sedang atau 2,59 dari skala 5. Penelitian itu dilakukan terhadap 3,7 juta dari 7 juta siswa se-Indonesia.
Hasil penelitian Kemenag itu dipertegas Kepala DPK Banten Ajak Moeslim saat menguji kemampuan dan kepemilikan Alquran saat roadshow di Kampung Pagenggang, Desa Sumberwaras, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Tak jarang masyarakat yang memiliki Alquran kurang dari jumlah keluarganya.
Usai menyurvei secara singkat itu, Ajak memberikan pandangannya mengenai pentingnya membaca Alquran dalam keseharian. Menurutnya, masyarakat Banten dicitrakan dunia luar sebagai daerah yang religius. Banyak pondok pesantren yang menjadi rujukan orang mempelajari agama dari berbagai daerah.
Terlebih, Banten memiliki tokoh ulama ternama, yakni Syekh Nawawi Albantani yang menjadi guru para ulama-ulama di Indonesia dan dunia. “Hampir 97 persen masyarakat Banten muslim, jadi kekuatan orang Banten tergantung kita. Kalau SDM kita hebat, peran kita sebagai muslim demikian. Tapi sebaliknya kalau terbelakang, kita harus bertanggung jawab,” seru lulusan Pondok Pesantren Daar El-Qolam, Pasirgintung, Jayanti, KabupatenTangerang ini.
Menurutnya, road show literasi pembacaan Alquran dilakukan untuk menggairahkan kembali semangat membaca Alquran yang sudah identik dengan citra masyarakat Banten. Tidak hanya dibaca, tetapi masyarakat bisa mengerti, memahami, mengamalkan, dan mendakwahkannya. “Karenanya, tidak hanya buta aksara latin yang kita berantas, tetapi juga buta aksara Alquran,” katanya.
Selain dua titik di Kabupaten Lebak, literasi Alquran terus bergerak ke Kabupaten Pandeglang. Tepatnya di MAN 4 Pandeglang dan di Kampung Sadang, Desa Ciburial, Kecamatan Cimangu, pada Kamis (22/3) lalu. Di dua titik lokasi ini, peserta lebih atraktif. Konten materinya tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan soal Alquran namun, juga berkaitan dengan sejarah Banten sebagai salah satu eks Kesultanan Banten yang meletakkan nilai keislamannya sebagai pondasi pembangunannya.
Program yang kali pertama dilakukan tahun ini dijadwalkan akan bergerak ke perkampungan dan sekolah di Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kabupaten Serang. Selanjutnya, menuju ke Tangerang Raya. “Jadi terus kita keliling,” kata Kasi Peminatan Baca DPK Banten Evi Saefudin saat berbincang santai dengan Radar Banten.
Tidak hanya pada remaja atau siswa di tingkat SMA sederajat, kegiatan tersebut juga dilakukan pada kalangan pemuda dan masyarakat umum. Baik itu tokoh agama maupun masyarakat biasa sebagaimana Alquran wajib dipelajari oleh semua masyarakat yang beragama Islam.
“Kami gandeng LPTQ sebagai lembaga yang concern di situ. Harapannya program literasi Alquran akan melahirkan semangat pada kita semua untuk terus menggali dan mengamalkannya sekaligus wujud mengimplementasikan visi Banten ber-akhlakul karimah,” ujar lulusan UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, ini. (Supriyono/RBG)