SERANG – Keberadaan RSUD Banten sebagai rumah sakit rujukan masih menemui sejumlah permasalahan. Kurangnya ratusan perawat hingga kelengkapan sarana dan prasana membuat rumah sakit milik Pemprov Banten masih jauh dari ideal.
Berdasarkan data petugas medis di RSUD Banten, saat ini hanya ada 167 perawat, 104 bidan, dan 31 dokter spesialis. Sementara jumlah karyawan sebanyak 736 orang.
Pada awal 2019 sejumlah keluarga pasien sempat mengeluhkan layanan di RSUD Banten. Beberapa keluarga pasien mengeluhkan oknum dokter yang dinilai kurang profesional karena diduga salah mendiagnosa. Kasus lain terjadi soal kekurangan ruang rawat inap yang sering memicu protes dari keluarga pasien.
Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan pun menyoroti sejumlah persoalan di RSUD Banten. Menurutnya, jika ingin menjadikan RSUD Banten rumah sakit rujukan yang ideal diperlukan penyelesaian-penyelesaian cepat atas persoalan yang terjadi. “Ada dua hal penting di RSUD Banten yang butuh perhatian dari Pemprov, saat ini perlu mengoptimalkan pelayanan dengan penambahan perawat. Kedua persoalan perluasan lahan rumah sakit,” kata Fitron kepada Radar Banten, kemarin.
Menurutnya, persoalan kekurangan SDM perawat, perlu adanya mapping dari direksi RSUD Banten secara komperehensif. Dimana dengan jumlah ruangan yang ada saat ini, kunjungan pasien setiap hari, berapa kebutuhan yang ideal. “Kita (Komisi V DPRD Banten) perlu mapping dari RSUD, berapa kebutuhan idealnya. Karena seingat saya anggaran untuk RSUD Banten tahun ini tidak ada untuk perekrutan penambahan SDM,” jelasnya.
Terkait perluasan lahan, menurut Fitron, menjadi hal kedua yang juga penting untuk segera dilaksanakan direksi RSUD Banten. Karena seharusnya, sebuah rumah sakit rujukan tidak boleh ada penolakan pasien untuk berobat atau rawat inap. “Jangan ditunda-tunda lagi untuk perluasan lahan di belakang RSUD. Tahun ini fokus pelayanan, kemudian menambah lahan, nanti ke depan di 2020 tinggal dibangun secara perlahan. Karena kan rujukan, jangan sampai tidak bisa berobat. Pelayanan kesehatan sekarang sudah gratis, tapi kalau ruangan tidak ada kan enggak bagus juga,” ujarnya.
KURANG OPTIMAL
Menanggapi sejumlah persoalan di RSUD Banten, Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSUD Banten dr HA Drajat mengatakan, layanan kesehatan di rumah sakit saat ini diakui masih kurang optimal. Utamanya lantaran pihaknya masih kekurangan perawat. Sejak RSUD Banten memiliki gedung rawat inap baru, dan gedung ICU (intensive care unit), NICU (neonatal intensive care unit), dan PICU (pediatric intensiver care unit) baru, belum ada tambahan tenaga medis.
“Saat ini kami membutuhkan tenaga tambahan khususnya perawat untuk mengoperasionalkan gedung rawat inap baru. Penambahan perawat minimal 100 orang. Insya Allah kami segera melakukan rekrutmen sesuai aturan,” ujarnya.
Selain kekurangan SDM, Drajat juga mengakui bila sarana dan prasarana di RSUD Banten belum begitu lengkap. Menurutnya, masih ada beberapa fasilitas yang belum dimiliki di antaranya MRI, PNCL, Laser Urologi, Panoramic 3D. “Kami juga butuh tambahan ventilator, CPAP serta pasien monitor. Semoga dalam waktu dekat bisa segera dilengkapi agar pelayanan kesehatan semakin maksimal,” paparnya.
Kendati masih kekurangan sejumlah sarana dan prasarana, Drajat mengklaim bila pelayanan kesehatan di RSUD Banten sudah dilakukan sesuai SOP (standar operasional prosedur). “Kami juga sudah melakukan survei kepuasan pasien pada tahun 2017 dan 2018 bekerja sama dengan pihak ketiga, sesuai Permenpan. Alhamdulillah hasilnya dalam dua tahun terakhir pelayanan kami memuaskan dan masuk kategori baik berdasarkan survei,” paparnya.
Selama ini, lanjut Drajat, setiap ada keluhan dari masyarakat terkait layanan di RSUD Banten, pihaknya selalu turun ke lapangan untuk menindaklanjuti. Bahkan RSUD Banten juga 24 jam membuka layanan informasi dan pengaduan dari masyarakat.
“Sejak 2016, RSUD Banten sudah terakreditasi paripurna oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Sesuai peraturan, semua rumah sakit setiap tiga tahun sekali harus diakreditasi kembali. Jadi kalau layanan kami tidak baik, maka akreditasi paripurna terancam tidak bisa kami pertahankan,” ujarnya.
Dengan segala kekurangan yang ada, manajemen RSUD Banten komitmen untuk mengutamakan layanan terbaik. Bahkan awal tahun ini, KARS sudah melakukan survei verifikasi di RSUD Banten sebelum melakukan akreditasi. “Izin operasional RSUD Banten akan berakhir pada Februari 2020. November nanti kami akan diakreditasi kembali oleh KARS. Akreditasi ini menjadi salah satu persyaratan untuk perpanjangan izin operasional serta persyaratan untuk MoU dengan BPJS,” tutur Drajat.
Berdasarkan pantauan Radar Banten akhir pekan kemarin, sejumlah sarana dan prasarana di RSUD Banten sudah cukup lengkap. Hanya saja untuk pasien monitor masih terbatas sehingga harus ditambah.
Diketahui, KARS melakukan survei verifikasi akreditasi kedua pada akhir Februari di RSUD Banten. KARS meninjau langsung 15 pokja yang ada di RSUD Banten yakni Pokja HPK, Pokja APK, Pokja AP, Pokja PP, Pokja PAB, Pokja MPO, pokja PPK, Pokja PMKP, Pokja PPI, Pokja TKP, Pokja MFK, Pokja KPS, Pokja MKI, Pokja SKP, dan Pokja MDG’s.
Anggota KARS Dr Nungky Nurkasih Kendrastuti mengatakan, secara umum RSUD Banten memiliki potensi dan semangat kerja sama tim yang besar yang bisa dimanfaatkan dalam peningkatan kualitas mutu layanan di rumah sakit, walaupun saat dilakukan telusur masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan serta masih kurangnya koordinasi antar pokja, tapi hal tersebut masih dapat dilakukan perbaikan-perbaikan. “Tujuan dilaksanakannya survei dan verifikasi akreditasi ini, untuk melihat sejauhmana RSUD Banten dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu layanan kesehatan, setelah 2016 mendapat status akreditasi paripurna,” ujarnya. (den/air/ags)