CILEGON – Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Cilegon memanggil empat saksi kasus dugaan penganiayaan anggota Fraksi PDIP M Yusuf Amin. Dari empat saksi yang dihadirkan, yakni Ketua Fraksi PKS Nurrotul Uyun, anggota Fraksi Kebangkitan Demokrasi Meri Mega Octa, staf DPRD Yuni, dan seorang sopir Jajuli, kompak tidak ada satu pun yang mengaku melihat adanya pemukulan yang dilakukan Hasbudin kepada Yusuf Amin.
Anggota BK DPRD Cilegon Rahmatulloh mengatakan dalam rapat tertutup tersebut, pihaknya baru sebatas memintai keterangan para saksi. “Kami baru minta keterangan dari para saksi saja saat ini dan belum mendapatkan keputusan akhir,” katanya, tadi malam.
Menurut Rahmatulloh, Uyun dan Mega mengaku tidak melihat kejadian tersebut. Saat kejadian, Uyun sedang sakit dan Mega sedang memainkan telepon selulernya. “Sementara Yuni juga tidak melihat karena duduk di belakang terhalang oleh kursi. Kalau sopir juga tidak melihat lantaran memang dirinya sedang melihat ke kanan karena ada mobil dari arah belakang sedang membunyikan klakson,” ujarnya.
Kata Rahmatulloh, sikap BK tetap akan memberikan sanksi kepada anggota DPRD yang berseteru karena hal tersebut menyangkut kode etik anggota Dewan yang seharusnya memberikan contoh kepada masyarakat. “Kalau menurut saya, seharusnya keduanya diberikan sanksi, jangan hanya satu orang saja. Karena, itu kan terjadi ada sebabnya,” ujarnya.
Terkait waktu pemberian sanksi kepada anggota Dewan yang berseteru, kata Ramhat, dalam kode etiknya, terlapor berhak melakukan pembelaan diri terkait insiden yang terjadi. “Setelah pembelaan diri dilakukan oleh terlapor maka BK bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil. Saat ini kami tidak bisa memutuskan dulu,” katanya.
Di sisi lain, pengamat politik Untirta Suwaib Amiruddin menilai, perseturuan antara Hasbudin dan Yusuf Amin sudah terindikasi dipolitisasi oleh pihak tertentu. “Saya melihat dari aspek komunitas kelompok masyarakat yang membela salah seorang Dewan, entah itu terlapor atau pelapor,” katanya.
Seharusnya, para elit politik harus berhati-hati lantaran memang itu adalah tahun politik. “Bisa saja dengan menyebar opini dan menjadi pembenaran dan masyarakat bisa percaya kepada opini tersebut. Bisa saja terjadi propoganda di masyarakat lantaran banyak kepentingan dan kekuasaan,” ucapnya.
Ia berharap kepada penegak hukum agar dapat mendudukkan kasus perseteruan tersebut menjadi keadilan dan jangan melakukan pembenaran karena isu yang berkembang di publik. “Polisi harus tetap menjadi kelompok independen dalam menangani kasus perseturuan tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Polres Cilegon hingga kemarin belum melakukan pemeriksaan terhadap para saksi. Padahal sebelumnya polres menjanjikan bakal memanggil satu per satu saksi dalam kasus tersebut.
Kapolres Cilegon AKBP Romdhon Natakusuma mengatakan, dirinya tidak mau pusing terkait adanya isu bahwa kasus tersebut dalam ranah politik. “Kita akan terus netral. Jika kita lihat dari aspek hukum, hal itu adalah hak dari warga negara yang melapor. Ya kita tangani sesuai dengan hukum yang berlaku,” katanya.
Romdhon mengaku, pihaknya tidak ada kepentingan politik sedikit pun akan tetapi hal tersebut diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. “Kalau yang lain silakan, terutama saya tidak ada kepentingan politik sedikitpun, saya akan bekerja secara profesional dalam menangani kasus tersebut karena memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab saya. Saya juga tidak ada kekhawatiran sedikit pun jika memang polisi dijadikan alat politik,” ucapnya,
Kapolres mengungkapkan, pihaknya tidak akan terburu-buru menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pemukulan yang dilakukan anggota DPRD Cilegon dari Fraksi PAN tersebut. “Belum, kita akan gelar perkara dulu. Kalau gelar perkara nanti memenuhi unsur baru akan kita tetapkan. Untuk pemanggilan saksi, kemungkinan nanti setelah dilakukan sertijab dengan kapolres baru,” jelasnya.
“Dua saksi dari anggota Dewan dan sopir akan kita periksa, karena sopir kan pasti melihat langsung saat kejadian,” imbuhnya.
Sementara salah seorang saksi dalam kasus tersebut Nurrotul Uyun mengatakan, dirinya belum mendapatkan surat pemanggilan dari kepolisian. “Saya belum mendapatkan surat dari pihak kepolisian terkait menjadi saksi dalam kasus tersebut (perseteruan Dewan-red),” tandasnya melalui pesan singkat WhatsApp.
Diketahui, kasus dugaan penganiayaan terjadi saat Badan Pembentukan Perda DPRD Kota Cilegon hendak melakukan kunjungan kerja ke Jakarta pada 1 Maret lalu. Dalam perjalanan ke Jakarta, Ketua Fraksi PAN Hasbudin diduga melakukan pemukulan terhadap Wakil Ketua Fraksi PDIP M Yusuf Amin. (Adi/RBG)