CILEGON – Sebanyak sepuluh kelurahan di Kota Cilegon dianggap layak untuk dimekarkan. Antara lain Kelurahan Tegalratu, Warnasari, Kebonsari, Masigit, Jombang Wetan, Gerem, Rawaarum, Lebak Gede, Tamansari, dan Mekarsari.
Ketua tim kajian pemekaran kelurahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untirta Gandung Ismanto mengatakan, berdasarkan hasil kajiannya, dari 43 kelurahan, yang layak untuk dimekarkan hanya sekitar delapan sampai sepuluh kelurahan. “Hal ini sudah diatur dalam PP Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan. Sedangkan teknis pemekaran, penggabungan, dan penghapusan kelurahan diatur dalam Permendagri Nomor 31 Tahun 2006,” kata Gandung kepada wartawan seusai ekspose hasil kajian akhir pemekaran kelurahan di aula Setda Kota Cilegon, Jumat (20/10).
Gandung menjelaskan, atas dasar aturan tersebut kemudian dilakukan kajian dari berbagai macam variabel seperti luas wilayah, sarana dan prasarana, kepadatan penduduk, dan persyaratan lain. “Maka terdapat delapan kelurahan yang dilayak dimekarkan. Tapi jika ditambah lagi dengan merujuk pertimbangan kompleksitas tata ruang yang diatur dalam perda Kota Cilegon itu bertambah dua kelurahan menjadi sepuluh kelurahan,” jelas Gandung.
Menurutnya, jumlah penduduk sebuah kelurahan di Pulau Jawa bisa dimekarkan minimal sudah menyentuh angka 4.500 jiwa. “Kelurahan yang mempunyai jumlah penduduk di bawah 4.500 jiwa tidak bisa memenuhi syarat,” ujar Gandung.
Selain jumlah penduduk, yang menjadi pertimbangan sebuah kelurahan bisa dimekarkan adalah luas wilayah. Untuk kelurahan yang berpotensi dimekarkan harus mempunyai luas wilayah minimal tiga kilometer. “Selain itu juga beban kerja kelurahan yang sangat tinggi bisa dipertimbangkan,” kata Gandung lagi.
Namun, dari sekian kelurahan yang ada di delapan kecamatan, hanya kelurahan yang ada di Kecamatan Cilegon yang tidak layak untuk dimekarkan. Ini lantaran luas wilayah setiap kelurahan di Kecamatan Cilegon tidak lebih dari tiga kilometer. “Kalau secara jumlah penduduk memang layak. Tapi secara luas wilayah tidak mencukupi,” ujar Gandung.
Selain itu, kata Gandung, untuk kasus di Kecamatan Cilegon, kelurahannya bisa dimekarkan dengan catatan ada kelurahan yang terdekat di luar kecamatannya yang bisa digabungkan. “Tapi itu harus dikembalikan kepada kebijakan Pemkot Cilegon,” imbuh Gandung.
Asisten Daerah (Asda) I Kota Cilegon Taufiqurrahman menjelaskan bahwa pemerintah dituntut untuk meningkatkan fungsi pelayanan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Kelurahan merupakan unsur pelayanan terdekat yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sehingga upaya untuk membuat layanan menjadi prima harus dilakukan,” ungkapnya.
Menurutnya, rencana pemekaran kelurahan sejalan dengan tujuan umum dan tujuan khusus pemerintahan, yakni untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. “Kebutuhan terhadap pemekaran kelurahan sendiri secara implementatif didasarkan pada kondisi ketidakmerataan pada kelurahan-kelurahan di Kota Cilegon,” ujarnya. Ketidakmerataan ini, kata dia, masih ditemui baik dalam sudut pandang kependudukan, kewilayahan, pembagian wilayah kerja, serta sarana dan prasarana pemerintahan.
Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setda Kota Cilegon Lina Komalasari mengatakan, setelah ekspose tahap selanjutnya adalah pembuatan naskah akademik yang nantinya akan dibuatkan peraturan daerah (perda). “Itu kan kajiannya sudah final. Jadi kita terima apa adanya,” kata Lina.
Menurutnya, jika memang Kecamatan Cilegon tidak ada kelurahan yang tidak bisa dimekarkan, pihaknya tidak mempermasalahkan. “Kecuali nanti di dalam pembuatan naskah akademiknya, tim kajian Untirta memberikan rekomendasi agar kelurahan yang ada di Cilegon yang berdekatan dengan kelurahan lain di kecamatan lain bisa digabungkan, ya tinggal tulis saja rekomendasinya,” terang Lina.
Sementara, Camat Cilegon Zaenal Musadad juga tidak mempermasalahkan bila di kecamatanannya tidak ada kelurahan yang bisa dimekarkan. “Ya mau bagaimana lagi. Cuma bisa pasrah saja,” ujar pria yang biasa disapa Idad Zaldad ini. (Umam-Ibnu M/RBG)