SERANG – Staf Khusus Presiden (Stafsus) Aminuddin Ma’ruf mengundang Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk bertemu. Hal itu dilakukan setelah Dema PTKIN gagal bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi terkait UU Omnibus Law.
Surat Perintah bernomor: Sprint-054/SKP-AM/11/2020 yang ditandatangani Aminuddin Ma’ruf ditujukan kepada sembilan presiden Dema PTKIN satu di antaranya Presiden Mahasiswa (Presma) Dema UIN SMH Banten. Dalam surat itu agar Dema dapat menghadiri pertemuan dengan Staf Khusus Presiden di Gedung Wisma Negara Lantai 6 Jakarta, Jumat (6/11).
Presma Dema UIN SMH Banten Ade Riad Nurdin membenarkan ada pertemuan dengan staf khusus milenial itu. Pertemuan dilakukan setelah Dema PTKIN gagal bertemu Presiden. “Karena sejak 28 Oktober di Jakarta agenda kami berkeinginan bertemu dengan Presiden Joko Widodo,” ujarnya kepada Radar Banten, Rabu (11/11).
Ade menjelaskan, kedatangan Dema PTKIN ke Jakarta untuk berdialog dengan Presiden terkait penolakan UU Omnibus Law karena proses pembuatan undang-undang itu menghilangkan partisipasi masyarakat. “Intinya kami menolak UU Omnibus Law. Itu fokus kami di Jakarta dan kami sampaikan kepada Stafsus dalam pertemuan,” katanya.
Soal surat yang beredar di media sosial, Ade membenarkan bahwa surat tersebut bertujuan untuk melakukan pertemuan dengan perwakilan Dema PTKIN. “Aminudin ngasih surat kepada kita. Memang waktunya cepat mengundang kita,” katanya.
Hal senada disampaikan Wakil Presma Dema UIN SMH Banten, M Fauzan Ardiansyah. Ia juga membenarkan surat perintah yang dikeluarkan Stafsus ditujukan kepada sembilan Dema PTKIN yang tengah berada di Jakarta.
“Setelah gagal bertemu Presiden kami dijadwalkan bertemu Menko Airlangga Hartanto. Tapi, Kamis malam Jumat dikabari kalau Pak Airlangga Hartato tak bisa menemui. Jadi, yang menerima Staf Khusus,” katanya.
Kata Fauzan, dalam pertemuan tersebut tidak ada tekanan dari Stafsus agar tidak melakukan penolakan. Tapi, lebih pada menjelaskan hasil kajian di antaranya undang-Undang yang ramai mendapat respons publik itu dinilai cacat formil dan materi. “Tidak ada tekanan agar menghentikan penolakan UU Omnibus Law. Kita bertemu Stafsus menyampaikan hasil kajian,” katanya. (fdr/alt)