Rumah tangga Hendro (39), nama samaran, bisa disebut sebagai rumah tangga poligami yang sehat. Hendro sukses membentuk keluarga sakinah mawadah warrahmah dengan tiga istri. Bagaimana tidak, tiga istri Hendro akur satu sama lain. Bahkan mereka sudah seperti sahabat lantaran kekompakan mereka sangat kentara. Waw, gimana caranya tuh bisa bikin istri-istri kompak?
Secara legalitas, Hendro masih dianggap memiliki dua istri, mengingat istri ketiga ia nikahi secara sirih. Namun itu tidak akan lama, karena Hendro mendatangi Pengadilan Agama untuk melegalkan istri ketiganya. “Ini agar di kartu keluarga saya tertulis secara resmi memiliki tiga istri, bukan dua. Kasihan istri ketiga, seperti tidak diakui secara administrasi,” kata Hendro.
Sementara Hendro sibuk mengurus persyaratan menikahkan istri ketiga, Radar Banten mencoba mengorek kehidupan rumah tangga mereka melalui para istri. Usai mendapat izin dari Hendro, obrolan kami dimulai dengan perkenalan.
Istri pertama sebut saja Wati (38), istri kedua Hani (34), dan istri ketiga Hindun (35). Mereka ramah saat disapa Radar Banten, para istri Hendro juga terbuka dengan kehidupan rumah tangganya itu. “Kami memang sudah seperti saudara atau sahabat, tidak ada alasan bagi kami untuk membatasi diri. Capek hati kalau sudah masuk rumah tangga poligami tapi saling benci. Makanya kami sadar diri dan mencoba memperbaiki suasana rumah tangga kami dengan keakraban,” ujar Wati, istri pertama dan tertua.
Menurut Wati, Hendro secara agama telah menikah tiga kali, hanya saja status Hindun sebagai istri ketiga masih istri sirih. Hindun selama dua tahun terakhir berstatus istri sirih Hendro, ini atas keinginan Hindun yang belum mau memantapkan statusnya sebagai istri ketiga. “Hindun dulunya ragu dengan statusnya sebagai istri ketiga. Dia takut kalau istri-istri lain mengganggunya. Karena itu awalnya dia ingin menikah sirih dulu, tapi sekarang sudah yakin makanya mau dilegalkan,” kata Wati, seolah-olah menjadi juru bicara para istri Hendro.
Kompak seperti sahabat, rukun layak saudara. Tiga istri Hendro membuat orang-orang di Pengadilan Agama percaya tidak percaya dengan kenyataan tersebut. Mereka saling bercanda, bahkan saling membantu mengasuh anak-anak yang mereka bawa saat itu.
Kekompakan mereka jelas membuat sebagian orang kagum bahkan iri. Ketiganya tidak ada henti-hentinya bercanda satu sama lain. Para anak pun tidak ragu lagi untuk bermanja-manja dengan ibu tiri mereka. Ketika anak Wati menangis Hindun menggendongnya, begitu pula sebaliknya dan itu pun dilakukan Hani.
Wih, sebuah pemandangan yang luar biasa. Jarang sekali melihat kekompakan para istri satu sama lain hingga sejauh itu. Ketika pertanyaan mulai fokus kepada kehidupan poligami mereka, Wati mengatakan dirinya tidak keberatan dimadu lantaran Hendro yang berwatak adil dan bijak. “Suami saya itu orang bijak, dia juga adil satu dengan lainnya. Lagi pula, dia mengangkat istri lebih dari satu bukan karena napsu. Dia melihat banyak aspek, maka itu saya hormati keputusannya untuk mengambil istri lagi,” aku Wati.
Pengakuan Wati, hal terberat untuk dirinya menerima dipoligami ketika Hendro akan mengangkat Hani menjadi istri. Hani awalnya istri dari sahabat Hendro, sang sahabat memiliki andil mendukung bisnis Hendro yang kini tengah berjaya. “Mereka itu rekanan bisnis, kami akrab satu sama lain. Saya juga sudah dekat dengan Hani seperti dengan saudara,” katanya.
Hanya saja, terjadi kecelakaan lalu lintas yang membuat sahabat Hendro menghembuskan napas terakhir. Sebelum meninggal sang sahabat menitipkan istrinya kepada Hendro, inilah momen pertama yang sempat membuat hati Wati bimbang. “Masalahnya, sahabat Mas Hendro juga minta restu kepada saya. Waktu itu jujur saja, saya agak shock. Mau bilang tidak mau sepertinya tidak tega di depan orang sekarat. Mau bilang mau, hati terasa berat,” jelasnya.
Tiga bulan berlalu, Hani dan Wati membahas tentang amanat terakhir almarhum. Terjalinlah sebuah kesepakatan tulus, sehingga Hani jadi menikah dengan Hendro.
Nah, bagaimana dengan Hindun? Dia tidak lain adalah sekretaris pribadi Hendro. Hindun berstatus janda anak dua, dia baru bercerai dengan suaminya karena kasus perselingkuhan. “Lantaran dia punya beban dua anak, dia mencari kerja. Lalu Mas Hendro angkat dia sekretaris karena pendidikan dia memang lulusan sekretaris,” kata Wati.
Sebagai sekretaris pribadi, Hindun dan Hendro menjadi terlihat dekat. Hanya saja, kedekatan mereka mengundang sesuatu sehingga rentan terjadi fitnah. “Mas Hendro diskusi dengan saya dan Hani. Akhirnya kami sepakat untuk memperbolehkan Mas Hendro ambil Hindun jadi istri,” ujarnya.
Meskipun mendapatkan restu, namun Hindun merasa ragu dengan kehidupan poligami. Karena itulah ia mencoba berstatus istri sirih. Namun keraguan itu sudah hilang karena upaya Wati menjaga suasana rumah tangga tetap hidup. “Hal paling gila yang pernah kami lakukan, itu pergi berlibur ke luar negeri bertiga tanpa sepengetahuan Mas Hendro. Suami tahunya dari foto-foto ketika ke luar negeri. Dia cuma ketawa keheranan, akhirnya jadi bahan bercandaan lagi,” katanya.
Suasana kompak membuat Hindun yakin dengan rumah tangganya dengan Hendro. Ia pun bersedia dijadikan istri sah, sehingga Hendro melegalkannya di Pengadilan Agama. (Sigit/Radar Banten)