TUJUH tahun berumah tangga, tapi belum memiliki keturunan, Odah (35) nama samaran masih bisa terima kenyataan. Ia menganggap itu takdir Tuhan yang tidak bisa diubah. Parahnya, seolah memanfaatkan kebaikan hati sang istri yang setia menemani, kelakuan Sueb (41) bukan nama sebenarnya malah semakin menjadi-jadi.
Memanfaatkan keahlian sang istri dalam membuat kue tradisional santapan khas Lebaran dan makanan ringan, Sueb menikmati hidup hanya dengan membantu Odah tanpa berusaha mencari pekerjaan. Padahal, keuntungannya tak seberapa. Ia bergantung hidup pada istrinya. Oalah, kok jadi kebalik begini ya?
Hebatnya, seolah mengerti sifat dan kelakuan suami, Odah sabar menerima kehidupan rumah tangga sederhana bersama Sueb. Tapi, ya namanya juga hidup di kampung, pasti ada saja orang yang tak suka pada kelakuan Sueb yang hanya mengandalkan istrinya. Termasuk sang mertua dan saudara. Waduh.
Entah bermaksud menyindir atau salah bicara, ketika sedang mengobrol santai di depan rumah, obrolan mereka tentang menantu yang malas bekerja tak sengaja terdengar Sueb yang saat itu ada di dalam. Bagai sumbu petasan yang tersulut api, Sueb mengamuk mencaci-maki. Ia tak terima atas omongan mertuanya. Waduh, memang diomong apa sih Teh?
“Ya, dari dulu ibu memang sudah enggak suka sama Kang Sueb, jadi pas tahu sulit punya keturunan, ditambah lagi suami enggak kerja, ya sudah, dia makin enggak suka. Dia ngeluapin emosinya dengan ngomongin ke orang-orang,” kata Odah kepada Radar Banten.
Dengan ekonomi minim, Sueb dan Odah tak mampu membeli rumah. Akhirnya mereka menumpang di rumah orangtua Odah dengan meminta satu ruangan paling pinggir. Ia memang tetap diterima sebagai bagian anggota keluarga, tapi berbeda dengan kenyataan.
Sueb dipandang sebelah mata lantaran tak bekerja. Anehnya, ia tak pernah sadar akan kelakuannya. Seolah menganggap itu hal biasa, ia santai saja tidur siang dan terkadang menyibukkan diri dengan memancing bersama teman. Apa mau dikata, lama-kelamaan Odah pun emosi juga.
Ia menegur sang suami dan memintanya bekerja mencari nafkah. Apalah daya, bukannya sadar diingatkan istri, ia malah mengamuk dan memarahi Odah. Tak terima atas bentakan sang suami, Odah balas memarahi, keributan pun terjadi. Ujung-ujungnya, orangtualah yang kena malu sama tetangga.
“Duh, Kang. Kalau dipikir-pikir mah capek hidup sama dia. Nakal sih enggak, cuma malasnya itu yang bikin emosi,” tukas Odah.
Parahnya, seakan memperkeruh suasana ketika situasi sedang ‘panas’ lantaran keributan Odah dan Sueb, tetangga yang juga masih saudara malah meledek sambil tertawa. Jadilah Sueb mengamuk sejadi-jadinya. Bahkan, kalau saja waktu itu tidak ada orang, mungkin sudah habis sang tetangga dipukuli Sueb. Wuih, seram. Memang dia bicara apa, Teh?
“Ya, meledek Kang Sueb gitu. Katanya, leh si Sueb mah memang enggak bisa diandalkan. Kerja enggak bisa, bikin anak juga enggak bisa. Tidur doang dia mah bisanya,” kata Odah mengikuti omongan tetangganya.
Tak terima atas ledekan itu, Sueb mengamuk, membuat riuh suasana di depan rumah. Orang-orang yang tak sengaja lewat ikut menonton amukannya. Hingga akhirnya pihak keluarga membubarkan orang dan mengamankan Sueb yang sedang emosi.
Seperti diceritakan Odah, Sueb sebenarnya lelaki baik dan senang bercanda. Ia bersikap ramah kepada banyak orang termasuk tetangganya. Namun, mungkin waktu itu situasi sedang tidak tepat. Menganggap Sueb akan tertawa, ledekan sang tetangga malah membakar hatinya.
Terlahir dari keluarga sederhana, Sueb terbiasa hidup keras dan sempat bekerja di mana-mana. Anehnya, setelah berumah tangga, ia seperti kehilangan hasrat untuk mencari nafkah. Padahal, kebutuhan ekonomi semakin hari semakin bertambah.
Kalau dilihat dari penampilan, Sueb memang bukanlah termasuk lelaki tampan. Namun, pembawaan diri dan sikap ceria membuatnya memiliki banyak teman. Apalagi teman wanita, wah itu sih jagonya. Tapi hebatnya, ia termasuk lelaki setia. Dipertemukan dengan Odah yang kala itu tengah mencari lelaki untuk dijadikan suami, Sueb langsung menghampiri.
Odah juga tak jauh berbeda dengan Sueb, sama-sama terlahir dari keluarga sederhana. Ayah petani dan ibu tak bekerja, ia terbiasa hidup susah. Hebatnya, Odah tak pernah mengeluh pada keadaan. Menganggap hidup ialah perjuangan, sejak kecil ia sudah mulai mencari rezeki dengan berdagang kecil-kecilan. Wih, hebat juga nih Teh Odah.
“Ya, biasalah Kang itu mah usaha biar bisa jajan. Kan orangtua juga enggak bisa nyekolahin dulu mah,” curhat Odah tentang hidupnya.
Dianugerahi kulit putih dan postur tinggi, Odah mampu menarik hati Sueb untuk menjadi suami. Dengan pesta pernikahan sederhana, keduanya terlihat bahagia. Mengundang teman dan tetangga, mereka menjadi sepasang suami istri yang sah secara agama maupun negara.
Hingga berjalan tiga tahun kemudian, keduanya belum juga dianugerahi keturunan. Sudah berobat di mana-mana masih saja tak menuai hasil, Odah pun pasrah pada kenyataan. Meski sang suami sempat bekerja sebagai buruh pabrik, setelah kontrak habis Sueb tak lagi mencari nafkah.
Keributan yang terjadi antara Sueb dan Odah berbuntut panjang hingga melibatkan tetangga. Merasa terasingkan, Sueb pergi dari rumah. Parahnya, ia tak pernah kembali menemui Odah. Padahal, sang istri masih menanti kedatangannya. Waduh, itu memang pergi ke mana, Teh?
“Enggak tahu, Kang. Sudah hampir dua tahun enggak balik. Katanya sih dia pindah ke Lampung,” kata Odah.
Astaga, tega banget ya Kang Sueb. Pergi begitu saja meninggalkan Teh Odah. Sabar ya Teh. Semoga Kang Sueb lekas kembali dan kalaupun tidak, semoga Teh Odah bertemu dengan jodoh yang jauh lebih baik ketimbang Kang Sueb. Amin! (Daru-Zetizen/RBG)