SERANG – Menjawab kritikan sejumlah fraksi terkait rencana penambahan modal Pemprov Banten untuk Bank Banten sebesar Rp175 miliar, Gubernur Wahidin Halim sepakat bila harus menunggu fatwa atau rekomendasi dari KPK. “Saya juga (dalam penyertaan modal) harus dengan penuh kehati-hatian, dan menunggu rekomendasi KPK,” kata Wahidin saat menyampaikan jawaban gubernur atas pemandangan umum fraksi-fraksi di DPRD Banten terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD Perubahan 2018, dalam rapat paripurna di DPRD Banten, Kamis (13/9).
Menurut WH -sapaan Wahidin Halim- secara keseluruhan modal yang dibutuhkan Bank Banten mencapai Rp2,8 triliun. Modal sebesar itu dinilainya bisa memperkuat keberadaan Bank Banten ke depan. “Bank Banten membutuhkan Rp2,8 triliun suntikan dana,” jelas WH.
Agar modal sebesar itu bisa terwujud, lanjut Wahidin, Pemprov Banten tidak hanya mengandalkan APBD. Beberapa langkah yang akan dilakukan Pemprov di antaranya melalui divestasi saham di Pemprov Banten di BJB, dan membangun kerja sama dengan Bank BRI. “Divestasi sebesar Rp1,2 triliun di Bank bjb, sekarang saham kita 600.000 lembar,” papar WH.
Adapun kerja sama dengan Bank BRI, saat ini sedang berproses, dimana BRI melakukan observasi ke Bank Banten terlebih dulu sebelum menyalurkan bantuan dana. Jika kerja sama tersebut terbangun, maka Bank BRI akan mengalokasikan sekitar Rp1,4 triliun. “BRI baru observasi tentang kondisi Bank Banten,” tambah WH.
Terkait penyertaan modal dari APBD seperti yang diamanatkan Perda tentang Pembentukan Bank Banten sebesar Rp950 miliar, itu dilakukan bertahap. Dalam perubahan APBD diusulkan sebesar Rp175 miliar sebab total penyertaan modal untuk Bank Banten masih kurang sekira Rp300 miliar lebih. “Penyertaan modal ini sebagai upaya mempertahankan keberadaan Bank Banten,” tegas WH.
Sementara Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah mengapresiasi komitmen WH yang menjawab kritikan DPRD Banten dengan bijaksana. Menurutnya, upaya penyelamatan Bank Banten tetap dilakukan sesuai aturan yang berlaku. “Kritikan sejumlah fraksi merupakan bagian dari pada obat, sehingga suntikan dana dari pemprov untuk Bank Banten tidak dikelola sembarangan nantinya. Direksi harus fokus menyehatkan kondisi Bank Banten,” katanya.
Asep menambahkan, kekhawatiran sejumlah fraksi sangat wajar, sebab Bank Banten kondisinya belum sehat dan juga belum memberikan keuntungan. Namun tekad Pemprov memberikan tambahan modal sebesar Rp175 miliar juga harus dihargai. “Gubernur memang mau tidak mau harus menyelamatkan Bank Banten. Tapi dengan catatan tetap meminta pendapat KPK,” jelas Asep.
Pantauan Radar Banten di DPRD Banten, perwakilan dari komisaris dan direksi Bank Banten tampak hadir di DPRD saat gubernur menyampaikan jawaban terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi. Di antaranya adalah Komisaris Bank Banten Media Warman.
Usai rapat paripurna, Media Warman bersama Direktur Operasional Bank Banten Kemal Idris sempat mendatangi ruang Fraksi Golkar.
Kepada wartawan, Kemal Idris menyampaikan maksud dan tujuannya melakukan silaturahmi ke DPRD Banten khususnya Fraksi Golkar, sebab Fraksi Golkar dalam pemandangan umum fraksi, yang paling lantang menyuarakan keberatannya atas rencana pemprov menambah modal kepada Bank Banten sebesar Rp175 miliar dalam perubahan APBD 2018. “Kita ingin silaturahmi sekaligus membangun harmonisasi, sebab adanya penolakan penambahan modal untuk Bank Banten, itu bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap Bank Banten,” katanya.
Kemal melanjutkan, pendapatan bank paling utama adalah kredit. Untuk bisa menyalurkan kredit, bank membutuhkan modal yang cukup. “Sesuai aturan OJK, Bank Banten harus menjaga modal minimal 10 persen. Kondisi terakhir kami, modal Bank Banten sebesar 10,02 persen. Jadi saat ini kami hanya bisa berekspansi dengan modal 0,2 persen,” urainya.
Terkait penyertaan modal tambahan sebesar Rp175 miliar, Kemal menilai itu sangat membantu Bank Banten untuk menjama modal minimal. “Bank Banten memang masih dalam tahap pemulihan pasca akuisisi dari Bank Pundi. Penyertaan modal ini nantinya akan digunakan Bank Banten untuk melakukan ekpansi bisnis. Jangan melihat Rp175 miliarnya, tapi akan digunakan kemananya. Kami komitmen akan menggunakannya secara hati-hati dan selektif melakukan ekspansi yang sehat ke mana,” jelasnya.
Ia melanjutkan, Bank Banten sudah memiliki rencana bisnis selama beberapa tahun kedepan, rencana ini perlu ditopang dengan modal yang cukup. “Karena bagaimana laba bisa menghasilkan pendapatan, kalau kami enggak ekspansi. Untuk ekspansi tadi kami butuh modal,” ujarnya.
“Bank Banten ini memulai bisnisnya dengan modal yang minus. Nilai kerugiannya Rp400 miliar. Alhamdulillah dalam dua tahun terakhir, kerugian Bank Banten terus berkurang di bawah Rp100 miliar,” tambahnya.
Terkait dorongan sejumlah fraksi agar Bank Banten diaudit oleh BPKP terlebih dulu sebelum diberikan tambahan modal, Kemal menilai hal itu bisa saja dilakukan. Meskipun selama ini, bahkan setiap tiga bulan audit dilakukan oleh kantor akuntan publik dan hasilnya disampaikan terbuka di website dan media massa. “Bank ini sudah diawasi OJK, tapi bisa juga diaudit oleh BPKP bahkan oleh BPK karena kami mengelola kas daerah. Kami setuju bila BPKP mau melakukan audit,” ungkap Kemal.
Sebelumnya, Juru Bicara Fraksi Golkar, Fitron Nur Ikhsan mengungkapkan, fraksinya bersepakat untuk meminta Gubernur dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Banten untuk mengkaji ulang pengalokasian penyertaan tambahan modal sebesar Rp175 miliar untuk Bank Banten dalam APBD Perubahan 2018. “Kami tidak mau Pemprov memberikan modal pada bank yang sedang sakit, dan sakitnya bukan karena bawaan (proses akuisisi Bank Pundi). Seharusnya upaya menyehatkan Bank Banten bukan langsung menambah penyertaan modal, tapi melakukan audit secara independen terutama oleh BPKP,” kata Fitron kepada wartawan, usai rapat paripurna pemandangan umum fraksi terhadap nota pengantar Gubernur atas perubahan APBD 2018 di DPRD Banten, Rabu (12/9).
Fitron menambahkan, protes Golkar bukan tanpa alasan. Sebab dalam dua tahun terakhir Bank Banten dalam kondisi sakit. Tahun 2017 tercatat kerugian sebesar Rp76 miliar. Tahun 2018 hingga Juli, Bank Banten mengalami kerugian hingga Rp70 miliar. Alasan ini saja, cukup bagi Fraksi Golkar mengusulkan kepada Gubernur, agar menunda bahkan cenderung meminta pembatalan tambahan penyertaan modal kepada Bank Banten.
Beberapa catatan lain Fraksi Golkar ialah, saat ini manajemen Bank Banten sedang sakit, oleh karena itu manajemen melakukan penutupan sejumlah kantor cabang lama di luar Banten untuk efisiensi. Dan melakukan PHK karyawan secara bertahap. Tapi persoalannya, menutup kantor cabang yang lama, kemudian membuka sejumlah kantor cabang baru. Ini bukan efisiensi, tapi hanya melakukan relokasi.
Kemudian soal kredit macet, saat ini kredit macet Bank Banten mencapai 30 persen, padahal batasan OJK hanya 5 persen. Kecerobohan manajemen lainnya adalah dengan membeli surat utang nilainya Rp75 miliar, dari perusahaan yang justru sedang pailit. “Jadi kami tidak mau, APBD digunakan untuk membiayai kesalahan manajemen, itu bukan solusi,” ujar Fitron. (Deni S/RBG)