Tak selamanya keharmonisan rumah tangga bergantung pada kekayaan harta. Hanya bermodalkan ketulusan cinta, keutuhan rumah tangga Ajeng (37) dan Jono (39), keduanya nama samaran, tetap terjaga meski mereka tak lagi bekerja karena tersangkut masalah dengan petinggi perusahaan. Waduh.
Ajeng dan Jono dahulu bekerja sebagai karyawan minimarket di wilayah Kecamatan Kramatwatu. Meski banyak teman Ajeng menyarankan untuk mencari lelaki mapan, tetapi Ajeng menolak dan memilih setia bersama Jono. Ciyee.
“Kalau nikah cuma karena harta, murahan banget saya,” kata Ajeng.
Ditemui Radar Banten di salah satu masjid di Kota Serang, Ajeng dan Jono tampak beristirahat setelah salat zuhur. Mereka sedang melakukan perjalanan menuju Tangerang dengan kendaraan roda dua. Sementara Jono sibuk menjaga anak, Ajeng pun bercerita tentang kisah perjuangan mereka.
Ajeng memang cantik dan memiliki kulit putih mulus. Bodinya juga seksi dan kencang. Sedangkan Jono biasa saja, wajahnya tak terlalu tampan, rambut hitam kecokelatan dan badannya tak terlalu tinggi. Meski begitu, mereka terlihat mesra dan saling menyayangi.
Kata Ajeng, Jono lelaki baik. Sikapnya juga lembut tapi tegas. Jika Jono sudah merasa tak nyaman atau dihina, ia akan bertindak membela diri. “Dia tuh orangnya bikin nyaman,” katanya.
Diceritakan Ajeng, pertemuannya dengan Jono bermula sejak lulus SMA. Mereka dikenalkan teman di warung tempat tongkrongan. Setelah tiga bulan Jono melakukan pendekatan dengan memberi perhatian lebih pada Ajeng, akhirnya Ajeng pun luluh dan merasa nyaman. Mereka pun pacaran.
Awalnya Jono bekerja di salah satu pabrik di Cilegon. Sedangkan Ajeng bekerja di minimarket. Mereka menabung untuk modal menikah. Setelah dua tahun bekerja, keduanya pun sepakat menuju hubungan lebih serius, yakni menikah. “Waktu itu kita tinggal di kontrakan,” katanya.
Setahun kemudian mereka dikaruniai anak. Ajeng dan Jono semakin semangat kerja. Tak lama Jono malah berhenti kerja karena terlibat masalah dengan rekan kerja. “Katanya sih dia difitnah ngambil uang setoran barang gitu,” curhat Ajeng.
Setelah enam bulan menganggur, Jono bekerja di minimarket bersama Ajeng. Ajeng yang lebih senior bersikap profesional selama bekerja, begitu pun dengan Jono, ia tidak malu jika harus disuruh-suruh istrinya mengangkat barang. “Kalau lagi kerja mah status suami-istri dilupain dulu, pas pulang baru deh sayang-sayangan lagi,” katanya.
Hingga suatu hari, saat produk barang banyak yang masuk, seluruh karyawan bekerja ekstra keras. Mulai dari mengangkut, menghitung jumlah barang, hingga memajang di rak. Semua dikerjakan dalam waktu satu hari.
Lantaran Jono karyawan paling baru, Jono yang diberi banyak pekerjaan. Saat pekerjaannya selesai, salah satu atasan pemasok barang meminta Jono mengubah posisi salah satu produk makanan dengan membentak. Padahal Jono sudah melakukan pekerjaan dengan baik. “Suami saya langsung marah dan balas ngebentak,” kata Ajeng.
Sejak itu Jono langsung dipecat. Karena tak tega melihat suaminya, Ajeng pun memilih mengundurkan diri. Mereka memilih kehilangan pekerjaan meski harus menerima risiko kekurangan ekonomi. “Habisnya saya juga kesal lihat suami diperlakukan kayak begitu,” aku Ajeng.
Sejak itu, rumah tangga mereka sempat goyah karena tak punya penghasilan. Setiap hari Jono meminta pada orangtua yang juga kesulitan ekonomi. Bahkan, mereka diusir dari kontrakan karena tak sanggup bayar. “Teman-teman saya banyak yang minta saya menikah lagi, tapi enggak mau,” akunya.
Kini Ajeng dan Jono akan mengadu nasib ke Tangerang, tinggal di rumah saudara Ajeng yang memiliki usaha warung makan. “Mau kerja dulu jadi pelayan, kalau ada modal mau buka usaha di sana,” kata Ajeng.
Subhanallah, semangat ya Teh Ajeng dan Kang Jono, semoga sukses dan harmonis selamanya. Amin. (mg06/zee/ira)