Berbeda dengan kebanyakan orang yang menghabiskan peralihan malam Tahun Baru dengan gemerlap hiruk pikuk ibukota, Zetizen Radar Banten Squad memilih untuk menjelajahi kampung budaya yang telah menjadi suku tertua di Banten. Yaps, kali ini kami akan mengakhiri tahun 2018 di perkampungan Baduy, tepatnya di Desa Ciboleger, Lebak, Banten. Tujuannya sederhana, sebagai generasi muda Banten harus bisa menjelaskan Baduy bukan dari Google, melainkan pernah berkunjung langsung.
Mentari terakhir di pagi 2018 masih malu-malu meski terlambat dari yang telah dijadwalkan. Fikar, Buya, Saipul, Yogi, Ikmal, Hilal, Najla, Dyah Tb, Iros, dan Asep melaju menuju Ciboleger menggunakan mobil sambil haha- hihi dengan jokes receh. Sementara, Daman bersama Ade memimpin di depan menggunakan sepeda motor layaknya paspampres.
Sesampainya di Ciboleger desa terluar di Suku Baduy, dengan keadaan masih ceria, Zetizen Radar Banten sibuk meng-capture gambar sana sini, maklum banyak spot yang cultural dan eyecatching dan kudu diabadikan sebagai oleh-oleh untuk followers. Misalnya, tugu selamat datang di Ciboleger, perkampungan terluar menuju permukiman Suku Baduy. Ada juga tulisan selamat datang di Baduy yang sangat ikonik dan instgramable.
Setelah salat Zuhur, kami berangkat menuju Kampung Cicakal yang akan menjadi destinasi tinggal. Ini merupakan kampung empat, setelah Kampung Belilmbing, Kampung Morango, Gazebo, dan kampung lain yang dilewati. Sebenarnya masih ada Kampung Cibungur di atas sana, sebelum akhirnya sampai ke Kampung Cibeo, satu dari tiga kampung permukiman Baduy Dalam. Dipimpin Ade dan Kang Udil penduduk Baduy yang menjadi local guide, perjalanan menjadi aman karena tak khawatir bakal tersesat.
Jalan setapak bebatuan yang ditunjukkan Kang Udil menuju Cicakal, tidak semulus yang dibayangkan. Belum lagi tanjakan dan turunan yang tak main-main. Sementara, gerimis masih saja berjatuhan. Tapi, dengan tekad kuat rombongan terus melaju menuju tempat menginap.
Benar kata para petualang, persahabatan akan diuji saat bersapa dengan alam, Yogi Zetizen Icon Photogenic tiba-tiba merasakan sakit perut di tengah perjalanan. Akhirnya kami memutuskan untuk membagi, sebagian menanti kesembuhan dengan memberikan pertolongan pertama, sebagian tetap berjalan agar cepat mencapai tujuan.
Sesampainya di rumah tinggal, kami langsung menyiapkan kasur dan air hangat agar Yogi dapat beristirahat. Memang ini kecerobohan kami, yang tak meniatkan makan siang lebih dulu untuk menempuh perjalanan selama dua jam. Don’t try it ya Geng Z.
Tanpa sinyal kuat dan gadget, di sana rombongan tidak bermain HP. Untuk membunuh sepi, Zetizen bermain ABC lima dasar, permainan anak kecil yang sangat berfaedah untuk mengusir gabut.
Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Nantikan di part 2 cerita ini ya. (Dyah-Zetizen Radar Banten)