SERANG – Tim advokat pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Serang Vera Nurlaela-Nurhasan meminta rapat pleno rekapitulasi suara tingkat KPU Kota Serang ditunda. Tim advokat Vera-Nurhasan menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan paslon lain dan saat ini sedang diproses Polres Serang Kota.
Tim advokat Vera-Nurhasan, Ferry Renaldy mengatakan, telah melayangkan surat ke Bawaslu Banten, kemarin siang. Surat itu ditembuskan ke Panwaslu Kota Serang dan KPU Kota Serang. “Penundaan itu kami minta karena masih adanya proses hukum yang belum selesai,” ujar Ferry saat konferensi pers di kantornya, Rabu (4/7).
Kata dia, pelanggaran yang dimaksud dugaan money politics di Kalanganyar, Kecamatan Taktakan. “Kalau lengkap, maka akan proses persidangan,” tuturnya.
Ia mengatakan, selain dugaan money politics, pihaknya juga menemukan pelanggaran penyelenggara di TPS 2 Kecamatan Cipocokjaya. “Saksi kami menemukan adanya gembok yang segelnya rusak,” ujar Ferry.
Hal itu sudah dilaporkan ke Panwaslu, Sabtu (30/6) lalu. Bahkan, sejumlah saksi-saksi sudah diperiksa. Kata dia, apabila merujuk ke pengalaman Pilgub Banten lalu, gembok rusak juga terjadi. “Dan akhirnya PSU (pemilihan suara ulang-red). Makanya kami minta ketegasan dari pihak panwaslu,” terangnya. Selain segel gembok yang rusak, ia mengatakan, ada juga masyarakat yang mengadu soal dugaan money politics di Kecamatan Serang dan Kecamatan Kasemen.
Dengan pelanggaran-pelanggaran itu, Ferry mengaku keberatan rapat pleno tingkat KPU dan penetapan pemilih dilaksanakan.
Ketua Bawaslu Banten Didih M Sudih mengaku menerima surat dari kuasa hukum salah satu paslon. “Pada intinya meminta penundaan pleno KPU Kota Serang,” ungkapnya.
Kata dia, penanganan pelanggaran pilkada dilakukan secara paralel dengan proses tahapan lain, termasuk rekapitulasi suara. “Selain pelanggaran administrasi yang bersifat TSM, penanganan pelanggaran di pilkada kabupaten/kota ditangani oleh Panwas kabupaten/kota,” urai Didih.
Ia mengatakan, Bawaslu mendukung hak paslon untuk menempuh keadilan sesuai peraturan perundangan yang berlaku, baik melalui pelaporan pelanggaran ke Panwas, maupun gugatan yang mungkin akan dilakukan ke Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu, Dewan Penasihat DPD Golkar Kota Serang yang juga Walikota Serang Tb Haerul Jaman juga buka suara terhadap perhelatan Pilkada Kota Serang. Suami Vera Nurlaela itu meminta agar penyelenggara pilkada mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) walikota dan wakil walikota Serang yang melakukan money politics.
Beberapa laporan yang masuk ke Panwaslu Kota Serang dan Gakkumdu, dugaan money politics diduga dilakukan oleh pasangan Syafrudin-Subadri Usuludin. “Kami sudah layangkan surat ke KPU, Panwaslu, dan Gakkumdu meminta agar paslon yang melakukan money politics didiskualifikasi,” ujar Jaman, Rabu (4/7).
Ia menilai, kemenangan paslon yang diduga menggunakan politik uang tidak sah. Pihaknya juga meminta agar KPU Kota Serang menangguhkan penetapan calon terpilih dalam pilkada karena terbukti lantaran telah ada tersangka money politics. “Ketika money politics terbukti dilakukan maka harus didiskualifikasi. Karena indikasinya sudah ada. Tersangkanya sudah ada,” tandasnya.
Menurutnya, Gakkumdu, Panwaslu, dan KPU harus bekerja sesuai aturan yang ada dan harus independen serta tidak boleh berpihak kepada salah satu paslon. Jaman mengklaim, paslon nomor satu Vera Nurlaela-Nurhasan tidak melakukan money politics saat pilkada. Apalagi, Pilkada Kota Serang adalah percontohan karena pemantau dari luar negeri ikut memantau. Untuk itu, diharapkan ada keadilan dan proses hukum demokrasi harus berjalan.
Jaman mengkritik kinerja Panwaslu Kota Serang yang dinilai lambat menangani aduan dari paslon Vera-Nurhasan. Padahal ada 50 lebih laporan pelanggaran namun panwaslu hanya menangani sebagian kecil dari laporan itu.
Ketua KPU Kota Serang Heri Wahidin mengatakan, proses rekapitulasi suara maupun penetapan pasangan calon pemenang pilkada dan dugaan pelanggaran pilkada adalah dua hal yang berbeda. Untuk itulah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok selama pilkada tidak bisa memengaruhi proses rekapitulasi suara dan penetapan pemenang pilkada.
“Apabila berkaca pada Pilgub Banten 2017 meski ada dan terbukti adanya politik uang namun hal tersebut tidak menggugurkan perolehan suara bahkan tidak mendiskualifikasi calon gubernur dan wakil gubernur terpilih,” ujarnya.
Namun, ia mengatakan tidak mau lebih dalam menanggapi kemungkinan diskualifikasi karena akan melihat proses pengaduan pelanggaran pilkada ini akan mengarah ke mana. Apakah bisa mewujudkan diskualifikasi atau tidak. (Rostinah/RBG)