SERANG – Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Banten paling banyak ke-5 di Indonesia. Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada 2014, ada 9.720 orang TKI asal Banten di luar negeri.
Wakil Ketua DPRD Banten Adde Rosi Khoerunnisa mengungkapkan yang menjadi perhatian bukan banyaknya jumlah tersebut, namun sejumlah masalah yang kerap menimpa para TKI. “Kita sering mendengar berbagai masalah yang terjadi, menimpa para TKI. Itu tidak bisa dibiarkan, perlu mendapatkan perhatian serius, bagaimanapun mereka tetaplah masyarakat Banten,” ujar Adde Rosi saat dialog publik DPRD Banten hari ini, Rabu (22/3).
Politisi Partai Golkar ini menilai, masalah TKI harus menjadi perhatian serius, mulai dari perekrutan, pelatihan, penempatan, pengawasan sampai dengan perlindungan. Untuk melakukan hal tersebut, menurutnya perlu adanya aktivasi Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) untuk TKI di Provinsi Banten.
LTSP TKI Provinsi Banten ini menurut Adde Rosi terdiri dari sejumlah lembaga terkait dengan leading sector Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten. Adapun lembaga-lembaga lain yang terkait yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) kabupaten/kota, Balai Perlindungan, Pengawasan dan Penempatan TKI (BP3TKI) yang merupakan perpanjangan tangan BNP2TKI di Provinsi Banten, serta Kantor Imigrasi, Kepolisian dan TNI.
“Disnakertrans Provinsi Banten harus mengawal itu. TKI kita harus dilindungi, ditempatkan sebagaimana mestinya. Jangan ada lagi TKI yang ilegal. Kalau sekarang ada, pemerintah harus bisa mendeteksi. Jangan sampai bermasalah di negeri orang,” ujarnya.
Salah satu penyebab masalah TKI di luar negeri adalah pembekalan bahasa dan bidang kerja yang harus di kuasai oleh TKI tersebut. Karenanya pelatihan dan pendidikan untuk membekali para TKI perlu perhatian serius. Dan hal tersebut kedepan menjadi salah satu fokus dari LTSP TKI Provinsi Banten.
“Selama ini Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia atau PJTKI banyak yang tidak serius dalam memberikan pelatihan dan pendidikannya, dan itu kurang mendapatkan pengawasan dari pemerintah,” ujarnya.
“Saya juga akan sampaikan kepada rekan-rekan di Komisi V yang membidangi ketenagakerjaan, bahwa persoalan TKI harus mendapat perhatian serius,” sambungnya.
Sebagai bentuk perhatian Pemerintah Provinsi Banten terhadap TKI, Adde Rosi mendorong untuk dibuat peraturan daerah yang khusus mengatur soal Perlindungan dan Penempatan TKI. Perda merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah.
“Saat ini Banten hanya punya Perda Ketenagakerjaan, di dalamnya tidak ada aturan spesifik mengenai TKI. Apakah nanti dimasukan ketentuan soal TKI dalam revisi Perda Ketenagakerjaan, akan kami bahas di DPRD. Kita ingin ada perlindungan TKI secara khusus diatur dalam perda,” ujarnya.
Sebelumnya dalam dialog publik DPRD Banten bersama Add Rosi, Kepala Bidang Pengawasan Disnakertrans Banten Ubaidillah mengatakan, selama 2016, jumlah warga Banten yang bekerja ke luar negeri mencapai 1.121 orang. Mereka di antaranya berada di negara Taiwan, Hongkong, Malaysia dan Singapure.
“Untuk penempatan tenaga kerja ke Timur Tengah sudah dimoratorium, jadi tidak ada lagi pengiriman TKI kita ke sana,” ujar Ubaidillah.
Menurutnya, PJTKI berada di Jakarta, untuk mempermudah koordinasi dan pengawasan, Pemerintah Provinsi Banten meminta kepada setiap PJTKI untuk membuka kantor cabang. “Jika sudah, baru bisa melakukan perekrutan calon TKI di Banten, itupun harus memberitahu secara jelas informasi lowongan pekerjaannya,” ujarnya. (Bayu)