Tak lekang oleh waktu. Seperti judul lagu, makanan satu ini seperti tidak tergerus zaman. Di tengah bermunculannya beragam makanan modern, serabi masih eksis hingga kini. Bahkan, semakin modern. Bukan hanya diolah secara tradisional dengan rasa manis atau asin, tapi juga dengan aneka topping menggoda.
Serabi berasal dari bahasa Sunda, yakni ‘sura’ yang berarti besar. Jadi, tak heran kebanyakan orang menyebut serabi menjadi surabi. Makanan tersebut sudah menjadi jajanan masyarakat di pasar sejak 1923 silam loh. Surabi dinyatakan makanan tradisional khas Jawa karena sangat populer di Pulau Jawa.
Bahan-bahan pokok pembuatan serabi sendiri menggunakan tepung beras atau terigu yang dibakar dengan menggunakan alat tradisional tungku atau cetakan tanah liat. Namun, saat ini, serabi modern banyak diolah di atas kompor gas.
Hingga kini, serabi masih banyak dijajakan orang, bukan hanya di pinggir jalan tapi juga kafe dan pusat jajanan. Peminatnya pun masih banyak.
Bukan cuma di Bandung, makanan yang terbuat dari tepung beras itu terhitung masih gampang ditemui di Kota Serang. Salah satu penjual surabi tradisional yang masih eksis di Kota Serang antara lain Tiani (26). Warga Kebaharan yang menjual surabi di Jalan Jayadiningrat, Kaujon tepatnya di depan Omah Kaujon itu bilang, ia berjualan serabi karena ternyata masih ramai pembelinya.
“Alhamdulillah ramai pembelinya. Harga serabinya kan Rp2.000 dengan varian rasa original dan manis. Rata-rata orang beli Rp10.000,” ucap Tiani saat ditemui di sela-sela berdagang, Selasa (17/9).
Tiani menjelaskan, sebelumnya ia berjualan sop buah di Kebaharan. “Karena jualan sop buah lagi libur dulu, jadi sekarang menjual serabi, ini pun baru berjalan setengah tahun lah ya,” jelas Tiani.
Ia menambahkan, kesulitan selama pembuatan serabi hanya saat mau memasak. “Kalau kayunya belum kering harus tunggu dulu karena kan susah nyala apinya. Tepungnya juga harus kering, supaya mudah saat dimasak,” tutur Tiani.
Sekilas serabi memang terlihat seperti pancake Belanda. Terlebih di zaman milenial ini, serabi disajikan dengan beraneka ragam topping. Baik ada penambahan mayonaise, topping ayam, pisang, keju, sosis bakso, kinca duren, selai, dan sebagainya. Membuat serabi tetap menjadi makanan tren semua kalangan.
Eksistensi serabi semakin diakui kalangan muda dan menjadi menu tongkrongan karena hadir di foodcourt. Antara lain di Kedai Biru Surabi Durian Bandung di Pondok Tiara atau Pontir, Cinanggung, Kota Serang. Di kedai itu menyediakan berbagai serabi dengan aneka topping.
“Ada serabi durian, telur, oncom, keju, sosis juga. Ada juga topping selai stroberi, bluberi, cokelat. Yang paling diminati pembeli, yaitu surabi cokelat keju spesial, surabi telur oncom, dan serabi durian spesial,” jelas Iis (25) yang bekerja di kedai milik Junardi itu saat ditemui Selasa (17/9).
Berbeda dengan surabi biasa, surabi ber-topping itu dijual dengan harga variatif, mulai dari Rp5.000 sampai Rp12.000. Untuk menemani serabi, disediakan minuman pendamping seperti Mocca Float, Milo Float, bahkan es teh manis, juga es jeruk. Mengenai serabi, Yoyo Muniroh mengatakan, akan menjadi makanan yang tidak akan dilupakan.
“Selain serabi sudah lama dikenal juga, serabi terus diperbarui. Bahkan, sudah bisa jadi ide buat berbisnis,” terang ibu rumah tangga yang tinggal di Perumahan Bumi Ciruas Permai itu.
Yoyo mengaku, suka serabi karena sudah menjadi jajanan waktu sekolah. “Waktu sekolah masih murah dan masih varian original. Sekarang yang dijual sudah macam-macam rasanya. Ada varian duren bahkan bisa pakai ayam segala. Cocok buat konsumsi acara arisan atau pengajian,” ujar wanita 46 tahun itu.
Bagi Riska Novia, sarjana komunikasi dan penyiaran Islam UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten itu, surabi bisa menjadi pengganti kue ulang tahun. “Aku bahkan pernah jadiin surabi sebagai kue ulang tahun. Soalnya, temanku itu doyan surabi. Biasanya suka beli di Pontir, soalnya topping-nya bermacam-macam,” aku gadis 22 tahun itu. (haikal-najla zetizen/zee/air/ira)