TANGERANG – Tradisi pasung bagi penderita kelainan jiwa bukan menjadi rahasia umum di Pantai Utara (Pantura), Kabupaten Tangerang. Setiap orang yang mulai mengalami keanehan, dinilai tidak waras lalu diasingkan. Ini yang dialami Astaya (23) warga Kampung Asemmuda, RT 014, RW 05, Desa Patrasana, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang.
Pada tahun 1977 pemerintah pernah melarang tradisi pasung. Sayangnya, di Kabupaten Tangerang cara ini masih menjamur. Dengan alasan sakit jiwa merupakan hal tabu dan membawa kesialan.
Astaya misalnya, putra kedua pasangan Jamin (almarhum)-Sarah (54) dipaksa hidup dalam kandang ayam selama 14 tahun. Karena perilakunya kerap berbuat onar.
Setiap hari, ia harus tidur di dalam kandang ayam berukuran 4×5 meter bercampur kotoran ayam. Nyamuk malam menjadi rekan tidurnya menuju peraduan.
Sang ibu, Sarah tak kuasa menahan perasaannya saat orang-orang menanyakan keberadaan putranya tersebut. Masalah biaya berobat yang tinggi membuatnya harus mengurung sang anak kesayangannya.
Ia menuturkan, Astaya lahir dengan keadaan normal. Umur sembilan tahun, bersama tetangganya ikut mengamen ke Jakarta. Alasannya, untuk meringakan beban ekonomi keluarga.
Namun saat di Jakarta, Astaya dan rekannya kena razia hingga mereka terpisah. ”Sampai akhirnya, saya temukan dia di wilayah Kebonjeruk, tapi sudah enggak normal (mentalnya-red) lagi,” ujar Sarah kepada Radar Banten, Minggu (17/9).
Astaya, sambungnya, kerap ngamuk dan membanting barang pecah belah yang ada dirumah. Namun saat normal, anak itu menjadi pendiam. Melihat kondisi itu, Sarah bersama sejumlah keluarganya membuat kandang khusus bagi tempatnya tidur. ”Kami takut dia ngamuk dan kabur. Saya enggak mau anak saya hilang lagi mas,” ujar Sarah dengan lugu.
Kandang ayam tempatnya tidur memang tidak terawat. Setiap waktu makan, Sarah membawa piring dan gelas berikut lauk-pauknya ke dalam. Saat berada di dalam kandang, hatinya terus berdoa agar penyakit sang buah hati di angkat.
Astaya tidak bisa bicara normal, ia hanya bisa mengangguk dan bicara sendiri. Bahasanya khas anak-anak tak sebanding dengan umurnya yang sudah kepala dua.
Anaknya ingin menjadi tentara. Namun, karena kondisinya begitu, jenjang pendidikannya pun hanya sampai SD. ”Untuk makan sehari-hari saja susah, gimana sekolahnya apalagi berobat pak!” terang Sarah.
Nah, awal September lalu, sejumlah warga mencoba mengulurkan tangan, meringankan beban keluarga miskin ini. Casmita, Koordinator Ziswaf Kopsyah BMI, menawarkan perbaikan rumahnya yang hampir roboh.
Secara bertahap tim yang dipimpinnya mengecek kondisi rumah. Tim sontak kaget, ketika melihat sosok pria tengah tidur di dalam kandang ayam. ”Ini siapa bu?” tanya nya kepada Sarah. ”Anak saya pak,” ujar Sarah.
Casmita tertegun dan mulai mengorek keterangan dari ibu tersebut. Saat ditemuinya, kondisi sang anak terlihat kurus dan hanya berbaring dengan sehelai sarung. Piring dan gelas berantakan di bawah dipan bambu tersebut. ”Kenapa enggak dibawa berobat,” tanyanya. ”Enggak ada biaya pak,” timpal Sarah.
Sejak awal, Sarah enggan berbicara banyak mengenai putranya tersebut. Hal itu yang membuat Casmita lebih penasaran. Ia mulai mengorek jati diri pria malang di balik jeruji bambu tersebut.
”Bau busuk kotoran ayam, saya enggak tahu bagaimana dia mandi karena kandangnya dikurung dari luar,” terangnya kepada Radar Banten saat menceritakan kembali pertemuannya dengan keluarga malang tersebut.
Dengan nada sendu bercampur isak tangis, Sarah menceritakan semua tentang penyakit yang diderita anaknya tersebut. Sarah merupakan janda yang sudah dua kali ditinggal suaminya. Himpitan ekonomi membuat Sarah merelakan anaknya dikurung hingga sekarang.
Casmita mencoba mengajaknya berbincang dari hati ke hati. Dijelaskannya, bahwa Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (BMI) akan membantu Sarah dan pengobatan anaknya. ”Daripada begini terus kondisinya, mending anaknya kami rawat dan tinggal di Pesantren,” ujar Casmita mengulangi pertanyaannya kepada Sarah.
Saat itu juga, ia meminta agar Astaya dilepas dari kurungan. Menurutnya, jika dibiarkan begitu tak ada jaminan anaknya sembuh dari kelainan jiwa. ”Kami minta untuk dilepas saat itu juga,” terangnya.
Casmita bersama timnya kemudian mencatat identitas Sarah dan anaknya. Pembicaraan kemudian berlanjut kapan anaknya akan dirawat, Casmita menjelaskan bahwa Astaya akan dibawa ke Pesantren Hikmah Syahadah di Desa Pasirnangka, Kecamatan Tigaraksa. ”Kami akan membawanya ke sana sampai sembuh. Kami menjaminnya,” tutur Casmita. (TOGAR/RBG)