SERANG – Tren pertumbuhan ekspor impor migas dan nonmigas tahun 2019 di Provinsi Banten masih fluktuatif. Bila dibandingkan tahun lalu, nilai ekspor Banten mengalami penurunan yang signifikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Banten, pada periode semester I 2019, ekspor nonmigas khususnya alas kaki yang merupakan andalan ekspor Banten senilai 2,2 miliar dolar AS atau turun 12,17 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang nilainya mencapai 2,5 miliar dolar AS.
Kepala Bidang Statistik Produksi BPS Banten Sarip Hidayat mengatakan, pola ekspor impor memang tidak sama antar tahun/waktu karena bergantung pada harga komoditas dan permintaan barang. “Naik turunnya nilai ekspor, biasanya dipengaruhi oleh harga barang/komoditas dan permintaan barang,” kata Sarip kepada Radar Banten, kemarin.
Ia menyebutkan, menurunnya ekspor alas kaki selama paruh pertama tahun 2019, salah satu penyebabnya berkurangnya order produksi dari brand global di wilayah Banten yang memiliki banyak pabrikan sepatu dan alas kaki. “Selama ini kontribusi ekspor alas kaki dari Banten bisa 70 hingga 80 persen dari total nasional,” ungkapnya.
Selain alas kaki, lanjut Sarip, andalan ekspor Banten lainnya yaitu plastik dan barang dari plastik, besi dan baja, bahan kimia organik, makanan olahan, mesin-mesin, karet dan barang dari karet.
“Data ekspor awal semester II (Juli 2019) ada kenaikan meskipun tidak terlalu signifikan, sementara data Agustus baru dirilis awal Oktober karena selisih satu bulan di belakang bulan inflasi,” ungkap Sarip.
Survei BPS, lanjut Sarip, nilai ekspor Banten pada Juni 2019 sebesar 732,25 juta dolar AS, mengalami kenaikan 35,90 persen pada Juli 2019 menjadi 995,10 juta dolar AS. Tapi dibandingkan bulan yang sama tahun 2018, nilai ekspor Banten mengalami penurunan 6,86 persen. “Penurunan nilai ekspor didorong oleh ekspor nonmigas yang turun 6,86 persen, dibarengi penurunan ekspor migas 14,86 persen,” ungkapnya.
Menanggapi penurunan ekspor, Wakil Ketua Sementara DPRD Banten Muhlis meminta Pemprov Banten melakukan evaluasi untuk mencari solusi. Dengan begitu, investor akan lebih percaya untuk menanamkan investasinya di Banten. “Nanti kalau komisi-komisi di DPRD sudah terbentuk, DPRD akan segera memanggil kepala Disperindag untuk membicarakan langkah antisipasi penurunan ekspor, baik sektor migas maupun nonmigas,” katanya.
Di tempat berbeda, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Banten Babar Suharso mengatakan, naik turun kinerja ekspor imbas dari kondisi ekonomi global. “Yang perlu diwaspadai adalah neraca perdagangan. Kalau volume perdagangan menurun, ekspor kita terancam menurun,” katanya.
Terkait penurunan ekspor alas kaki, menurutnya disebabkan ada satu brand sepatu besar, yang telah menghentikan order di Indonesia. Hal itu menyebabkan empat pabrikan yang biasa menerima order tidak memproduksi sepatu brand tersebut. “Untuk menjaga kinerja ekspor, pemerintah pusat dan daerah sudah melakukan sejumlah langkah antisipatif, termasuk dengan memberikan stimulus fiskal untuk meningkatkan konsumsi dan aktivitas domestik,” tegasnya.
Ketua Indonesian National Shipsower’s Association (INSA) Provinsi Banten Agus Sutanto mengakui penurunan ekspor sejak tahun lalu. Menurutnya penurunan signifikan terjadi pada general cargo, konstruksi, dan kontainer.
Kata Agus, kegiatan ekspor di pelabuhan-pelabuhan Banten selain general cargo, konstruksi, dan kontainer, juga pada chemical. Namun, untuk chemical, penurunan tidak terjadi secara signifikan. “Gak terdata berapa banyak penurunannya, tapi secara umum signifikan, terutama pada kontainer, sekarang sudah mulai sepi banget,” ujarnya.
Menurutnya, penurunan terjadi secara bertahap. Akibat penurunan itu, banyak perusahaan pelayaran yang menjadi anggota INSA harus melakukan efisiensi, baik pada aspek infrastruktur maupun pada sumber daya manusia (SDM). “Lihat saja banyak alat-alat yang nganggur. Beko banyak yang gak kepake,” ujarnya.
Beruntung, lanjut dia, kegiatan bongkar barang impor masih menjadi tumpuan bagi anggota INSA. Sejumlah negara yang melakukan impor yaitu Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan Australia.
Sebagaimana diketahui, lokasi muat barang ekspor yaitu melalui Pelabuhan Indah Kiat Merak, Tanjung Leneng, Cigading, Bandara Soekarno-Hatta, dan Pelabuhan Tanjung Priok. Sedangkan pelabuhan bongkar barang impor yaitu Pelabuhan Indah Kiat Merak, Tanjung Leneng, dan Cigading.
Mengenai fakor kinerja ekspor menurun, Kepala Unit Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans Bank Indonesia Provinsi Banten Jenidar Oseva mengatakan, ekspor tahun ini menurun dibanding tahun lalu. Penyebab utamanya masih terjadinya perang dagang antara AS dan China. “Selain itu, masih lemahnya perekonomian negara-negara utama tujuan ekspor, seperti AS, China, Eropa, dan Jepang,” katanya.
Ia memastikan, penurunan ekspor bukan hanya terjadi di Banten, juga provinsi di seluruh Indonesia dan sejumlah negara lainnya. Untuk penurunan ekspor di Banten di sektor alas kaki, kimia, dan tekstil. “Ini tertentu berdampak pada perlambatan ekonomi,” katanya.
Kata dia, untuk mendorong ekspor ada hal yang harus dilakukan pemerintah dengan memberikan dukungan kepada dunia usaha terutama yang berorientasi ekspor, berupa insentif dan kemudahan untuk melakukan ekspor. Selain itu, pemerintah juga harus mempercepat kesepakatan perjanjian dagang dengan negara-negara lain untuk mempermudah ekspor. “Ini sekaligus untuk meningkatkan daya saing,” katanya. (den/bam/skn/alt)