SERANG – Kenaikan upah minimum kabupaten kota (UMK) 2020 di Provinsi Banten sebesar 8,51 persen, membuat ratusan perusahaan terancam gulung tikar. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun langsung membuka posko penangguhan UMK 2020 di delapan kabupaten kota untuk membantu perusahaan yang tidak sanggup membayar upah sesuai UMK 2020, agar bisa mengajukan permohonan penangguhan UMK kepada gubernur Banten.
Menurut Ketua Apindo Provinsi Banten Edy Mursalim, upah yang tinggi di Banten sangat membebani dunia industri khususnya industri padat karya yang memiliki banyak karyawan. “Kalau dipaksakan membayar upah sesuai UMK 2020, banyak perusahaan yang akan gulung tikar,” kata Edy kepada Radar Banten, Kamis (28/11).
Salah satu solusi untuk menjaga agar perusahaan tidak bangkrut, Apindo akan memfasilitasi sejumlah perusahaan yang tidak sanggup membayar upah sesuai UMK 2020. “Kami telah membuka posko penangguhan UMK, diharapkan perusahaan yang tidak sanggup bayar UMK menyiapkan dokumen pengajuan penangguhan UMK 2020 untuk diusulkan serentak ke Pemprov Banten,” ungkapnya.
Posko penangguhan UMK, akan ditutup pada 10 Desember. “Sesuai aturan, perusahaan yang tidak sanggup bayar upah sesuai UMK diperbolehkan mengajukan permohonan penangguhan UMK ke pemerintah provinsi,” tegasnya.
Hingga kemarin, sudah ada puluhan perusahaan yang menyerahkan berkas penangguhan UMK ke Apindo Banten. “Saat ini masih proses pemberkasan, nanti kami rilis perusahaan mana saja yang mengajukan penangguhan pada 10 Desember,” bebernya.
Berdasarkan laporan dari kabupaten kota, sudah ada 300 perusahaan di Banten yang akan mengajukan penangguhan UMK 2020. “Yang sedang menyiapkan berkas penangguhan UMK mencapai 300 perusahaan. Jumlah itu akan bertambah lagi karena ada beberapa perusahaan yang akan mengajukan penangguhan secara mandiri, tidak dikolektif oleh Apindo,” tegasnya.
Edy menegaskan, pengajuan penangguhan UMK merupakan salah satu upaya agar perusahaan bisa tetap beroperasi. Namun bila usulan itu ditolak, masih ada cara lain yang akan ditempuh perusahaan. Misalnya, pindah lokasi ke daerah yang besaran UMK-nya lebih rendah atau melakukan PHK sebagai langkah efisiensi. “Kami patuh terhadap aturan pemerintah makanya menempuh cara-cara yang sesuai koridor hukum dalam menjalankan usaha di Banten,” tegasnya.
Terpisah, Kasi Pengupahan dan Jaminan Sosial Disnakertrans Banten Karna Wijaya mengungkapkan, UMK 2020 telah ditetapkan Gubernur Banten naik 8,51 persen sesuai PP 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Surat Keputusan (SK) Gubernur nomor 561/Kep.30- Huk/2019 tentang Penetapan UMK di Provinsi Banten Tahun 2020 juga telah dilaporkan ke pemerintah pusat.
Terkait perusahaan yang akan mengajukan penangguhan UMK, Disnakertrans Banten mempersilakan untuk mengajukan permohonannya kepada gubernur melalui Disnakertrans Banten. “Usul pengajuan penangguhan UMK 2020 dibuka sejak 22 November hingga 16 Desember 2019. Silakan bagi perusahaan yang tidak sanggup membayar upah sesuai UMK melengkapi berkas persyaratannya sesuai undang-undang,” katanya.
Hingga kemarin, lanjut Karna, sudah ada sekira sepuluh perusahaan yang datang ke Disnakertrans Banten untuk mengajukan penangguhan UMK 2020. “Sudah ada sepuluh perusahaan yang datang ke kami melakukan konsultasi terkait penangguhan UMK. Mereka diminta melengkapi dokumen yang dipersyaratkan,” ungkapnya.
Kendati sudah ada perusahaan yang datang ke Disnakertrans Banten, Karna belum bisa merinci perusahaan tersebut dari kabupaten kota mana saja. “Saya belum mengecek datanya, nanti akan kita umumkan saat penutupan 16 Desember mendatang,” jelasnya.
Terkait upaya Apindo Banten yang akan memfasilitasi perusahaan, Karna mengaku, hal itu sah-sah saja. “Pengajuan permohonan penangguhan UMK bisa disampaikan secara mandiri ataupun kolektif. Semua permohonan yang masuk akan dikaji oleh Disnakertrans Banten dan Dewan Pengupahan Provinsi, sebelum direkomendasikan kepada gubernur,” ujarnya.
Karna melanjutkan, keputusan akhir ada di tangan gubernur terkait perusahaan mana yang disetujui dan yang ditolak usul penangguhan UMK 2020. “Disnaker dan Dewan Pengupahan Provinsi hanya melakukan verifikasi berkas dan verifikasi ke lapangan, keputusan mutlak ada di tangan gubernur dengan mempertimbangkan laporan dan hasil verifikasi yang telah kami lakukan,” urainya.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Banten, UMK 2020 paling besar di Kota Cilegon sebesar Rp4.246.081. Sementara paling kecil di Kabupaten Lebak sebesar Rp2.710.654.
Pada bagian lain, Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Banten menggelar diskusi tentang penanganan pengangguran di Banten, Kamis (28/11). Hal itu menyusul survei BPS yang menempatkan Banten dengan persentase tertinggi pengangguran di Indonesia.
Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan diskusi adalah Kabid Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Dinas Tenaga Kerja (Disnakertrans) Banten Indra Gumelar, dan pengamat ketenagakerjaan Banten yang juga Direktur Skill Development Center (SDC) Banten M Chozin.
Kabid Aplikasi Informatika dan Komunikasi pada Dinas Kominfo Banten Amal Herawan mengatakan, kegiatan diskusi dilaksanakan dalam upaya menampung aspirasi dan solusi mengatasi pengangguran di Banten. “Data BPS yang menempatkan Banten sebagai provinsi dengan persentase tertinggi pengangguran perlu disikapi dengan langkah mencari solusi dalam mengatasi pengangguran,” ujarnya,
Ia menambahkan, masalah pengangguran bukan sekadar tugas Disnaker, tetapi lintas sektoral. Termasuk organisasi kepemudaan (OKP). Terkait adanya industri yang hengkang ke luar Banten lantaran upah di Banten terlalu tinggi, Amal mengaku, hal itu tidak perlu menjadi pukulan, tetapi bisa disikapi dengan upaya mendatangkan investor ke Banten. “Industri hengkang jangan jadi pukulan, tapi cepat tanggap dengan melahirkan investasi baru,” katanya.
Sementara Kabid Penempatan Tenaga Kerja pada Disnakertrans Provinsi Banten Indra Gumelar mengatakan, dalam mengurangi angka pengangguran tidak bisa dilakukan oleh satu pihak. “Kita tidak bisa memungkiri angka pengangguran di Banten itu secara nasional tertinggi. Tapi kalau melihat target RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah), angka pengangguran itu mengalami penurunan. Dari target 8,20 persen, kita bisa tekan menjadi 8,11 persen,” katanya.
Direktur SDC M Chozin menilai, upaya pemerintah daerah dalam penanganan pengangguran masih belum optimal. Sehingga, Banten masih menjadi provinsi dengan persentase pengangguran tertinggi di Indonesia. “Memang tidak semua pengangguran itu warga Banten, sebab banyak pendatang yang jadi pengangguran di Banten,” jelasnya.
Ia melanjutkan, tingginya upah di Banten membuat pendatang berbondong-bondong datang ke Banten. Sementara di sisi lain, banyak perusahaan di Banten yang berencana hengkang ke luar Banten akibat tingginya upah. “Ini menambah pelik persoalan, bukan hanya soal berkurangnya lapangan pekerjaan, tapi juga menjadi tantangan dalam menekan angka pengangguran,” tegasnya. (den/air/ira)