Munah (54), nama namaran, tak pernah bisa bernapas lega, setelah apa yang dialami bersama Bokis (56) bukan nama sebenarnya, membekas dan jadi kenangan penuh luka. Apalah daya, demi mempertahankan hidup, Munah harus pergi meninggalkan Tanah Air. Bekerja di salah satu negara di Timur Tengah, bersama belasan wanita lain di kampungnya.
“Saat itu usia saya 34 tahun dan Bokis 36 tahun. Dia enggak menghargai saya. Pokoknya hati mah berat pergi ke luar negeri ninggalin anak masih kecil. Sedih, Kang,” ungkapnya kepada Radar Banten.
Terlahir dari keluarga penuh kekurangan, nyatanya tak membuat Bokis sadar dan memiliki motivasi tinggi mencari nafkah. Ya namanya manusia, entah karena malas atau rezekinya seret, ia tak pernah bertahan lama ketika diberi kesempatan bekerja.
“Atuh dulu juga dia kerja jadi kuli, dagang sepatu, bahkan sempat jadi karyawan, tapi cuma bertahan empat bulan. Enggak pernah serius kerjanya,” kata Munah.
Berbeda dengan Bokis, Munah mengaku, ia punya prinsip, lebih baik menderita karena lelah bekerja daripada banyak berleha-leha tapi enggak punya uang. Saking kesalnya, wanita asli Serang itu berulang kali menjelaskan betapa inginnya ia hidup sejahtera. Namun, bagai masuk kuping kiri keluar kuping kanan, Bokis tak pernah mendengarkan. Aih.
“Capek, Kang, ngomong sama dia mah. Meskipun ya terkadang dibantu sama orangtua dan saudara, tapi kan enggak selamanya juga bergantung sama orang lain,” curhat Munah.
Munah pun bercerita, Bokis termasuk lelaki cuek dan pendiam. Katanya, dahulu ia orang yang disegani masyarakat karena punya kemampuan bisa menyembuhkan orang kesurupan. Bahkan, Bokis juga dianggap bisa berinteraksi sama mahluk halus. Aih, yang benar, Teh?
“Ya memang begitu sih, Kang. Saya juga enggak tahu pasti, tapi dulu memang dia sering dipanggil orang buat nyembuhin kesurupan. Dari situ dia dapat uang,” ungkap Munah.
Singkat cerita, bisa dibilang tengah menikmati masa jayanya, Bokis mendekati Munah dan mengajak menikah. Lantaran Munah memang saat itu sudah masuk dalam tahap perawan tua, diterimalah lamaran Bokis. Saling mengerti dan memahami karakter masing-masing, keduanya bersatu dalam ikatan cinta. Sifat sang lelaki yang cuek, membuat Munah nyaman.
Munah bukan wanita biasa. Meski berasal dari ekonomi keluarga yang minim, ia dianugerahi kulit hitam manis, senyumnya menyejukkan hati. Dengan kondisi ekonomi seperti itu, kesempurnaan tetap tampak terasa pada diri Munah. Tak heran jika Bokis pun jatuh hati padanya.
Singkat cerita, pesta pernikahan pun digelar sederhana. Mengikat janji sehidup semati, Munah dan Bokis resmi menjadi sepasang suami istri. Namun, apa mau dikata, yang namanya musibah memang datang tak terduga. Di awal pernikahan, Bokis jatuh sakit dan harus dirawat selama sebulan penuh.
Alhasil, ekonomi rumah tangga yang memang tak dipersiapkan dengan matang, semakin berat menanggung beban. Ibarat kapal kehilangan nakhoda, keuangan mereka terombang-ambing tak jelas tujuan. Hingga akhirnya, utang dan mengharap belas kasihan tetangga dan saudara pun solusinya. Aih, memang sakit apa, Teh?
“Katanya sih kena struk ringan gitu. Wah, pokoknya waktu itu saya pusing tujuh keliling,” curhatnya.
Setelah sembuh dan kembali bisa beraktivitas seperti biasa, Bokis menunjukkan sosok kelelakiannya. Bagai pepatah habis gelap terbitlah terang, beberapa bulan kemudian, Munah dikabarkan mengandung, hingga akhirnya lahirlah sang buah hati tercinta.
Lima tahun lebih berumah tangga, banyak suka duka yang datang menerpa. Dengan anak yang mulai tumbuh balita, Bokis dan Munah berjuang bersama. Namun, apalah daya, bukannya sadar akan keadaan, Bokis malah banyak berleha-leha seolah hidupnya dibiayai negara.
Hebatnya, seolah tak kenal lelah menahan sabar melihat kelakuan suami, Munah pun mencari peruntungan sendiri. Memberanikan diri serta meyakinkan hati, dengan modal yang lagi-lagi hasil pinjaman ke teman, ia membuka warung gado-gado di depan rumah. Ekonomi pun perlahan membaik.
Mampu membiayai anak sekolah dan makan tercukupi, membuat rumah tangga mereka semakin membaik. Namun, Munah menganggap, adanya usaha gado-gado malah jadi membuatnya menderita. Apalah daya, memang dasar kelakuan Bokis, bukannya membantu kesibukan istri di rumah, ia malah sering kelayaban. Aih, tapi, apa hubungannya sama usaha gado-gado, Teh?
Munah menarik napas panjang. Tampak matanya berkaca-kaca. Dari usahanya membuka mulut dan melanjutkan cerita, terasa ada yang menggal di dada. Katanya, dahulu, saat ia melayani pembeli, Bokis tak pernah berhenti memandangi salah satu pelanggan gado-gadonya.
Saat itu Munah tak sadar. Meski sempat ada ibu-ibu menegur Bokis, tapi Munah menganggap itu hanyalah candaan karena semua orang ikut tertawa. Tapi, tak disangka, sore harinya, Bokis sudah menghilang entah ke mana. Pulang larut malam, ternyata ia main ke rumah sang wanita.
Hari terus berjalan, Bokis semakin menjadi-jadi dengan kebiasaaanya hilang, tanpa mempedulikan Munah yang sibuk melayani pembeli. Sampai akhirnya, ia mengatakan akan menikahi sang wanita yang tak lain seorang janda. Munah syok dibuatnya.
Tanpa pikir panjang, Munah langsung meminta perceraian. Bokis mengabulkan. Sebulan kemudian, Munah meminta izin berangkat kerja ke luar negeri. Bermodalkan semangat dan motivasi hidup sejahtera di masa depan, Munah pergi menjadi TKI. Kini, Munah sudah hidup sejahtera hasil menabung bertahun-tahun.
Subhanallah, sehat selalu ya Teh Munah. Semoga selalu disertai kebaikan dan bahagia. Amin. (daru-zetizen/zee/ira)