SERANG – Media sosial gempar dengan informasi bakal terjadinya tsunami dengan gelombang setinggi 57 meter di Kabupaten Pandeglang. Informasi tersebut menarik perhatian publik karena disampaikan oleh ahli dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (3/4).
Menanggapi prediksi yang membuat masyarakat Banten itu khawatir, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Pandeglang Fery Hasanudin meminta masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpancing soal kabar bakal terjadinya tsunami dengan ketinggian 57 meter di Kabupaten Pandeglang.
“Saya harap masyarakat tetap tenang. Kemudian di kita (Indonesia-red) belum ada alat yang bisa memprediksi secara pasti kapan terjadinya tsunami dan ketinggian airnya,” kata Fery saat dihubungi Radar Banten melalui telepon seluler, kemarin.
Fery berjanji, jika ada berita dengan sumber yang akurat terkait tsunami, pihaknya segera memberikan pemberitahuan ke masyarakat. “Masyarakat enggak perlu khawatir, jika pun benar, kita sudah memiliki tempat evakuasi bencana tsunami di sejumlah wilayah pesisir pantai di Kabupaten Pandeglang,” katanya.
Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten M Juhriyadi juga mengakui, informasi potensi tsunami 57 meter tersebut ramai diperbincangkan di internal BPBD bahkan BNPB.
Menurutnya, perkiraan gelombang tsunami setinggi 57 meter seperti yang disampaikan ahli BPPT merupakan ungkapan yang tidak mendasar. Soalnya, ketinggian gelombang tsunami bergantung seberapa besar guncangan yang akan terjadi saat gempa Megathrust apakah pada angka magnitudo 4, 5, 6, 7, 9 SR. “Sampai saat ini, di seluruh dunia belum ada ilmu dan teknologi yang bisa melakukan prediksi kapan gempa bumi dan tsunami akan terjadi. Jadi, bagi kami prakiraan para ahli sebagai peringatan dini,” kata Juhriyadi kepada Radar Banten, kemarin.
Ia melanjutkan, para ahli dalam prediksinya memang menyebutkan adanya palung Selat Sunda yang tercipta pada letusan Gunung Krakatau 1883 dengan lebar palung 150 meter dan panjang 400 meter. Bahkan, dikatakan bentuk palung memanjang dari Panaitan sampai Telukbetung dengan kedalaman 30 meter ke dalam bumi. “Benar memang terdapat potensi gempa dan tsunami di Pantai Selatan Jawa. Tapi, yang disampaikan para ahli tersebut adalah kemungkinan terburuk berdasarkan model teoretis, yang waktu kejadiannya tidak dapat diprediksi,” tegasnya.
Kata dia, yang perlu dilakukan adalah langkah mitigasi pengurangan risiko gempa dan tsunami secara bertahap. Misalnya, dengan menyusun rencana jalur evakuasi saat terjadi gempa, yaitu ke tempat terbuka terdekat di halaman yang aman, memeriksa kekuatan bangunan dan menata interior agar benda tidak jatuh saat gempa. “Gempa dan tsunami adalah tetangga kita. Kita bisa hidup harmonis bersama potensi bencana tersebut, dengan melakukan langkah mitigasi pengurangan risiko seperti di negara lain,” ungkapnya.
BPBD Banten mengakui bahwa potensi ke arah terjadinya tsunami di pantai laut selatan memang ada karena di bawah Samudera Hindia ada dua lempeng bumi (Indo-Australia dan Eurasia) yang saat ini selalu terjadi subduksi (tubrukan). Setiap saat selalu terasa getaran-getaran gempa dengan tingkat magnitudo pada kisaran 3-6 SR.
Peneliti tsunami BPPT Widjokongko mengatakan, potensi tsunami itu dikemukan saat dirinya diundang menjadi pembicara di gedung BMKG. “Hari ini (kemarin-red), saya diundang seminar dengan teman-teman dari LIPI, ada narasumber dari BMKG, dan kami melakukan pemaparan. Dan ini adalah kajian awal terkait dengan potensi gempa bumi dan tsunami di Jawa bagian barat, bukan hanya Jabar, tapi juga Banten,” ujarnya kepada Radar Banten, tadi malam.
Kata dia, berdasarkan itu pihaknya memodelkan tsunami. “Model yang kami lakukan itu dari beberapa skenario karena kan ada tiga segmen, bisa terjadi sendiri-sendiri, bisa terjadi bareng-bareng,” ujarnya.
Widjo mengatakan, tsunami itu bisa terjadi karena di Jawa Barat tengah diprediksi adanya gempa Megathrust di daerah subduksi di selatan Jawa dan Selat Sunda. Salah satu contoh dampak gempa Megathrust ini adalah adanya gempa di Banten pada akhir Januari 2018. Apabila kekuatan gempa mencapai 9 SR di kedalaman laut yang dangkal, tsunami besar akan terjadi.
“Di Jawa Barat itu sumber gempa besar. Di situ bisa dikatakan di selatan bisa mencapai 8,8 magnitudo atau 9 sehingga kaidah umum kalau di atas 7 magnitudo, dan terjadi di lautan dangkal sumbernya maka potensi tsunami besar akan terjadi di daerah sana (Pandeglang-red),” kata Widjo.
Tsunami tertinggi diprediksi akan terjadi di Pandeglang karena merupakan kabupaten paling dekat dengan laut selatan. Dalam hitungan setengah jam, tsunami diperkirakan akan mencapai daratan Kabupaten Pandeglang.
“Daerah Pandeglang dan Jawa Barat dan di daerah selatan karena paling dekat dengan sumber gempa bumi dan tsunami. Tapi, di sana cukup besar, bisa di atas 57 meter dan jangka waktunya cuma kurang dari setengah jam. Jadi, pendek tsunami sampai ke daratan,” ujarnya.
Kata dia, hal itu yang ia sampaikan dalam seminar di Jakarta. “Nah, ini saya sampaikan di seminar, itu adalah potensi, kapan terjadi, bisa bersama-sama atau tidak, terus lokasinya tepatnya di mana itu kita enggak mengerti, tapi potensi itu ada karena kajian itu sudah diterbitkan yang dirangkum dalam sebuah buku,” ujarnya.
Kata dia, tidak ingin menakut-nakuti masyarakat. “Itu tidak sama sekali, jadi ini potensi yang sudah diterbitkan bukunya, buku terbit 2017, sudah diumumkan, namanya peta sumber dan bencana gempa. Bukunya bisa download. Ini harus disampaikan secara penuh agar tidak menimbulkan ketakutan di masyarakat,” ujarnya. (Deni S/RBG)