Nasib memilukan menimpa Kasman (55) beserta istri, Ami (31), dan empat anaknya Elis (21), Karsih (19), Aldi (14), dan Diki (12). Sepanjang musim kemarau ini, mereka bertahan hidup dengan mengonsumsi air kotor dari aliran anak Sungai Cilemer.
HERMAN SAPUTRA – PANDEGLANG
Sebagian warga yang tinggal di bantaran anak Sungai Cilemer, Kabupaten Pandeglang, mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Padahal air bersih itu untuk keperluan sehari-hari seperti untuk mandi, mencuci, dan memasak.
Kemarin (7/8), Radar Banten mendatangi kediaman keluarga Kasman di bantaran Sungai Cilemer. Ukurannya hanya 3×4 meter yang beralaskan tanah, dinding geribik, dengan atap yang terbuat dari rumbia. Atapnya terlihat seperti sudah lapuk. Banyak lubang di dinding dan bolong-bolong pada bagian atap. Saat didatangi, Kasman tidak ada di rumah.
Lantaran tidak ada di rumah, Radar Banten menunggu sembari menikmati duduk di bale-bele yang terbuat dari bambu. Bale ini sudah lapuk dan kusam yang menyatu dengan dapur terbuka.
Dari kejauhan tampak seorang lelaki setengah baya memikul karung berisi rumput turun dari tanggul anak sungai Cilemer. Pria dengan empat anak itu telihat lelah melangkahkan kaki, sementara kaki kanan diseret karena tidak normal seperti orang lain pada umumnya.
Kasman menceritakan, bersama dua anaknya baru saja pulang menggembala dan mengarit rumput untuk pakan kambingnya. Kasman mengaku, selama musim kemarau, dirinya tidak dapat membeli beras dan air mineral untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari. “Kewalahan hidup di sini, semua serbabeli, beras harus beli, air minum harus beli. Sementara penghasilan saya tak menentu,” keluhnya.
Hampir satu pekan terakhir, Kasman bersama anggota keluarganya minum air dari aliran anak Sungai Cilemer. Air sungai ini diangkut menggunakan ember berjalan naik dan turun tanggul. Sebelum dimasak, air yang baru diambil dari bantaran sungai itu diendapkan berhari-hari untuk menghilangkan rasa asin dan amis. “Kami tahu tak sedikit warga yang buang air besar dan sampah ke sungai. Tetapi mau bagaimana lagi, kondisinya kami saat ini kesulitan air bersih,” katanya.
Sembari mengisi bak penampung, ia lanjut bercerita. Bukan hanya keluarganya yang mengonsumsi air dari aliran anak Sungai Cilemer. Warga lain juga memanfaatkan air untuk minum. Di musim kemarau ini sumur-sumur warga mengering, mayoritas masyarakat di Kampung Cukang Bangkong untuk mandi dan mencuci mengandalkan aliran anak Sungai Cilemer. Seperti pada sore dan pagi bantaran sungai itu dipenuhi warga yang mandi dan mencuci.
Kasman mengakui, selama ini tidak ada bantuan dari pemerintah. “Memang ada bantuan dari pemerintah?” tanya Kasman penasaran.
Kasman mengaku, selama puluhan tahun tinggal di Kampung Cukang Bangkong, Desa Surianeun tepat di pinggir bantaran anak Sungai Cilemer. Keluarganya tidak mendapatkan bantuan program sosial untuk perbaikan rumah. Padahal ia berharap ada bantuan pemerintah untuk meringankan beban hidup keluarga. (*)