SERANG – Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Yandri Susanto menegaskan bahwa masjid menjadi benteng umat Islam. Di masjid itulah syiar Islam dikembangkan.
“Menteri Agama membuat surat edaran yang mengatur azan agar azan jangan keras keras di masjid. Saya sebagai hamba Allah , itu sangat melukai saya sebab azan adalah panggilan mulia,” ujar Yandri saat memberikan sambutan peresmian di Masjid Baiturrahman, Kampung Batok Bali, Kelurahan Serang, Kota Serang, Rabu (5/9) malam.
Yandri menegaskan bahwa azan panggilan mulia dari Allah untuk salat. Mana mungkin bisa diatur dan dibatasi oleh pemerintah. “Soal ini jangan anggap sepele. Saya tidak setuju azan diatur. Itu jelas tidak adil dan melukai hati umat islam,” katanya.
Yandri lalu menanyakan kepada jamaah yang hadir, “Apakah bapak bapak dan ibu ibu setuju azan diatur dan dibatasi,” tanya Yandri kepada ratusan jamaah yang hadir. Para jamaah kompak menjawab, “Tidak.”
Yandri menegaskan, dirinya akan membawa aspirasi masyarakat yang menolak pembatasan azan saat rapat dengan Kementerian Agama di Jakarta. “Pengaturan azan ini menimbulkan kegaduhan. Jangan sampai azan hilang dari masjid-masjid,” tegas Yandri lagi.
Anggota legislatif asal dapil Banten 2 ini mengajak kepada umat Islam agar tetap mengumandangkan azan dengan keras. “Jangan takut, kencangkan suara azan,” tegas Yandri.
Yandri juga mengapresiasi sikap MUI Kota Serang yang menolak dengan tegas soal pengaturan suara azan.
Pada kesempatan itu Yandri juga mengeluhkan maraknya peredaran narkoba, miras, dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). ” Itu sangat memprihatinkan. Oleh karena itu kita harus kompak untuk menghalau itu semua,” ungkap Yandri.
Sebagaimana diketahui bersama, Kementerian Agama kembali menyosialisasikan aturan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala, melalui surat edaran Dirjen Bimas Islam. Namun aturan itu menuai reaksi di masyarakat dan sosial media.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, surat edaran Dirjen Bimas Islam nomor B.3940/DJ.III/HK.00.07/2018 tanggal 24 Agustus 2018 tersebut aturan yang sudah ada pada tahun 1978. “Itu aturan Ditjen Bimas Islam tahun 1978, Kemenag tidak membuat kebijakan baru, namun mensosilisasikannya tahun 2018 ini,” tegas Menag disela rapat pembahasan RKA-K/L Kementerian Agama Tahun 2019 bersama Komisi VIII DPR RI di gedung Senayan, Jakarta, Selasa (4/9), sebagaimana dilansir Kemenag.
Dijelaskan Menag Lukman, edaran Bimas Islam yang dibuat tahun 1978 tersebut sifatnya internal. Kementerian Agama tidak mengatur adzan, namun lebih pada tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan musala, mesikipun masih ada bagian-bagian dari edaran itu yang harus dievaluasi.
“Saya tegaskan lagi, kita tidak mengatur adzan, namun mensosialisasikan tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan musala,” ulang Menag.
Ia menjelaskan, penggunaan pengeras suara di rumah ibadah sifatnya situasional, karena mempunyai variasi yang beragam. “Intinya tenggangrasa antara pengurus rumah ibadah dan masyarakat sekitar, begitu sebaliknya,” kata Menag Lukman. (alt/aas)