SERANG– Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menyebut kerugian negara pada proyek studi kelayakan atau feasibility study (FS) pengadaan lahan untuk unit sekolah baru (USB) SMA SMK senilai Rp800 juta alias kerugian total alias total loss. Alasannya, proyek di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten tahun 2018 itu dinilai tidak dapat digunakan.
“Prosesnya awalnya sampai dengan akhir sudah bermasalah. Dianggap total loss,” kata sumber Radar Banten di lingkungan Pidsus Kejati Banten, Senin (13/1).
Sumber itu mengakui penyidik tidak menggunakan lembaga auditor untuk melakukan perhitungan kerugian negara (PKN). Angka itu muncul berdasarkan penghitungan penyidik Kejati Banten. “Tidak perlu (gunakan auditor-red), bisa dihitung sendiri,” kilahnya.
Dia meyakini pelaksana tidak melibatkan ahli dalam pengerjaan proyek FS tersebut. Apalagi, proyek tersebut dianggap tidak memberikan manfaat bagi Dindikbud Banten sebagai pemilik pekerjaan. “Dalam pengerjaan tidak ada tenaga ahli. Hasil kerjaan mereka (pelaksana pekerjaan-red) juga tidak digunakan. Silahkan saja dikonfirmasi (ke pelaksana pekerjaan-red), terkait hal itu (tenaga ahli-red),” tantangnya.
Namun, PT Javatama Konsulindo selaku salah satu pelaksana proyek FS membantah tudingan bahwa proyek tersebut dilaksanakan tanpa tenaga ahli. “Pake (tenaga ahli-red). Karena pengerjaan harus sama orang ahli dibidangnya,” tulis Firdaus, Direktur PT Javatama Konsulindo melalui pesan WhatsApp.
Diketahui, ada delapan perusahaan konsultan ditunjuk sebagai pelaksana proyek itu. Di antaranya, PT Fajar Konsultan, PT Raudhah Karya Mandiri, dan CV Tsab Konsulindo. Lalu, CV Mitra Teknik Konsultan, PT Spektrum Tritama Persada, PT Javatama Konsulindo, PT Tanoeraya Konsultan, serta PT Desain Konsulindo. Delapan pelaksana proyek FS itu telah diperiksa.
Dikonfirmasi, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten Holil Hadi enggan mengomentari hasil audit PKN yang dilakukan penyidik. “Kalau itu (kerugian negara-red) sudah masuk materi penyidikan, tidak boleh diungkap ke media,” singkatnya.
Berdasarkan catatan Radar Banten, selain delapan konsultan pelaksana proyek, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi lain. Di antaranya, mantan Sekretaris Dindikbud Banten Joko Waluyo, Bendahara Pengeluaran Dindikbud Banten 2018 Heti Septiana, Kasubid Perbendaharaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten Pujo Laksana, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) FS Rizal S Djafar, Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ) Sendi Risyadi, dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Dian Hardianto.
Joko Waluyo pada Kamis (29/8/2019) lalu, sempat menepis tuduhan pekerjaan fiktif pada belanja jasa konsultan senilai Rp800 juta itu. Dia menegaskan delapan konsultan tersebut telah melaksanakan studi kelayakan. Hasil studi kelayakan pengadaan lahan di 16 titik itu sudah diserahkan kepada Dindikbud Banten. “Ketika mau mengatakan fiktif itu, ujilah itu apakah tidak sesuai kondisi di lapangan. Sederhananya begitu. Misalnya, kondisi kontur, foto udara, kan ada semua itu. Jadi, sulit dibantahlah kalau itu kemudian diduga fiktif,” kata Joko.
Joko juga mengaku pernah meminta konsultan agar FS dilaksanakan sedikitnya di 20 titik dari 16 titik pengadaan lahan yang telah dianggarkan. “Ketika memberikan pemahaman tentang skop (ruang lingkup-red) pekerjaan (kepada konsultan-red), saya sampaikan. Misalnya, saat melakukan studi, saya tidak mau hanya satu titik. Untuk kebutuhan satu lokasi, ada beberapa tempatlah yang jadi pilihan saya,” jelas Joko.
Dikatakan Joko, hasil studi FS itu juga telah disampaikan kepada pimpinannya. Tetapi, hingga berakhir masa jabatannya pada 26 Desember 2018, proyek pembebasan lahan itu belum disetujui. “Saya tidak berani eksekusi (membebaskan lahan-red) sebelum pimpinan memutuskan. Makanya, saya sampaikan kepada pimpinan hasil FS saya. Mana yang dipilih mau dieksekusi, sehingga artinya lima titik itu belum final. Saya kan butuh persetujuan, bisa saja menentukan titik yang lain,” jelas Joko. (mg05/nda/ags)