BALI, RADARBANTEN.CO.ID – Provinsi Banten dapat mencontoh Desa Wisata Penglipuran di Bali. Apalagi, Banten memiliki sejumlah desa yang cocok dijadikan desa wisata. Salah satunya adalah desa adat Kanekes di Kabupaten Lebak.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Penglipuran I Nengah Moneng mengatakan, desanya adalah desa wisata berbasis masyarakat. Desa Penglipuran ditetapkan sebagai desa adat sejak abad ke 13. Namun, baru ditetapkan sebagai destinasi wisata pada 1993 dan menjadi desa wisata pada 2012.
Desa Penglipuran yang berada di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali mempunyai daya pikat tersendiri bagi wisatawan lokal maupun internasional. Dalam sehari, pengunjung yang datang ke Desa Penglipuran mencapai 1.500 orang. Dalam sebulan, pendapatan desa yang berhasil menyabet beberapa penghargaan diantaranya Kalpataru, ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) pada tahun 2017, dan yang terbaru, destinasi ini masuk dalam Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation ini mampu menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) hingga Rp1,2 miliar dari parkir dan tiket masuk.
I Nengah Moneng mengatakan, pihaknya bekerjasama dengan Pemkab Bangli terkait PAD tersebut. “Kami memohon 60 persen (PAD-red) ke kami. Dana operasional dari kami,” ujar I Nengah Moneng.
Selain mendapatkan pemasukan dari parkir dan tiket masuk, ia mengaku masyarakat juga mendapatkan uang dari hasil berdagang. Hampir setiap rumah di Desa Penglipuran berdagang, baik itu hasil bumi, makanan, minuman, serta pakaian dan aksesoris. Bahkan, sejumlah rumah warga juga menyediakan homestay bagi pengunjung yang ingin menginap di desa yang terkenal dengan kerapihan dan bersihannya itu.
Kata dia, rata-rata masyarakat Desa Penglipuran adalah petani serabutan. Ditetapkannya Desa Penglipuran menjadi desa wisata membawa keberkahan bagi masyarakat.
Pendapatan yang masuk ke desa sebanyak 60 persen dari jumlah keseluruhan digunakan untuk kegiatan masyarakat. “Dibagi-bagi, setiap enam bulan kalau ada upacara adat. Tapi tidak selalu enam bulan, tergantung usul masyarakat,” tuturnya.
I Nengah Moneng menuturkan, semua desa dapat dijadikan desa wisata, termasuk desa di Banten. Namun, langkah terpenting dalam membentuk desa wisata adalah komitmen. “Tanpa komitmen, langkah-langkah berikutnya tidak ada artinya,” tegas pria paruh baya ini.
Selain itu, ia mengaku harus ada pemimpin yang kuat atau tokoh yang kuat dan berkomitmen. Kemudian dari seorang pemimpin yang berkomitmen, berkembang menjadi kelompok yang kuat, yakni Pokwardis, yaitu kelompok yang sadar untuk mengembangkan desa atau wilayahnya menjadi tempat wisata.
Awalnya, ia mengaku Desa Penglipuran akan dijadikan desa konservasi budaya dan lingkungan tapi sapta wisatanya terpenuhi. Sehingga dikembangkan menjadi desa wisata yang dimulai pada tahun 1990an dan menjadi semakin bagus pada 2012.
Kata dia, modal utama desa wisata adalah sumber daya manusia dan budaya. Selama ini, Desa Penglipuran juga mendapatkan bantuan dari pemerintah. Termasuk bantuan dari Bank Indonesia (BI) pada 2012 lalu. “Saya kagum, bukan hanya uang tapi dibina. Misalnya melalui FGD, buat simulasi, hingga diajak kunjungan ke berbagai tempat. Selama empat sampai enam bulan didampingi terus,” tuturnya.
Kini, I Nengah Moneng mengatakan, Desa Penglipuran ada bukan hanya semata-mata menjadi desa wisata yang banyak pengunjung, tapi membangun quality tourism.
Ia juga mengatakan, pariwisata merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Banten terus melakukan upaya dalam mengembangkan pariwisata di Provinsi Banten. Hal itu dilakukan karena pariwisata dapat menambah PAD, membuka kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan keluarga/masyarakat, hingga memacu pembangunan daerah.
Salah satu langkah yang dilakukan KPw BI Provinsi Banten yakni melakukan Bali Insights: Fun Trip With Media and Stakeholder. Kegiatan edukasi trip ini mengikutsertakan akademisi, perwakilan Bapenda Provinsi Banten, hingga media massa. Selain mengunjungi Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, rombongan juga mengunjungi Bali Safari, Jatiluwih Subak Bali, hingga Tanah Lot di Tabanan.
Deputi Kepala KPw BI Banten Malut Hario Kartiko Pamungkas mengatakan, Provinsi Bali merupakan salah satu tujuan wisata nomor satu yang paling sering dikunjungi baik oleh wisatawan lokal mau pun mancanegara. Pariwisata juga yang membuat Bali menjadi daerah maju.
“Bali menjadi salah satu tujuan wisata nomor satu di Indonesia. Karena daerah ini maju dengan destinasi dan kemajuan pariwisatanya,” ujarnya.
Untuk itu, ia mengatakan , pengembangan pariwisata di Bali diharapkan dapat diadopsi dan diterapkan di Provinsi Banten, terlebih Banten memiliki potensi wisata yang tak kalah dari Bali.
“Makanya kami mengajak rekan media, Bapenda Provinsi Banten, dan para akademisi ke Bali agar ke depan dapat diadopsi untuk kemajuan pariwisata di Banten. Sehingga, Banten bisa menjadi tujuan wisata utama,” tuturnya.
Ia menuturkan, banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia lewat beberapa Bandara besar, termasuk Soekarno Hatta (Soetta) yang berada di Provinsi Banten. Namun sayangnya, itu kerap hanya sebagai tempat transit menuju tempat wisata di luar Banten.
“Banten punya Soekarno Hatta, dan sepertinya bukan untuk ke Banten. Walau pun memang belum ada studi terkait itu. Padahal Banten punya kawasan ekonomi khusus (KEK) dan potensi pariwisata Banten pun cukup banyak yang seharusnya bisa menjadi tujuan wisata,” ungkapnya.
Hario berharap, melalui kegiatan tersebut, para peserta kreativitas yang dapat membantu untuk mengembangkan pariwisata di Provinsi Banten.
“Tentu yang diharapkan dari kunjungan kali ini harus mendapatkan sesuatu yang bisa diimplementasikan untuk kemajuan pariwisata di Banten,” jelasnya.
Bahkan saat ini hampir sebagian besar tempat-tempat wisata di Bali telah terintegrasi dengan berbagai jenis pembayaran, yang tentunya memudahkan para wisatawan ketika bertransaksi. “Dan ini salah satu bentuk pelayanan yang semakin maju. Metode pembayaran digital ini pun penting dalam dunia pariwisata,” ujar Hario.
Reporter : Rostinah
Editor : Merwanda











