JAKARTA – Semakin menjamurnya sekolah tinggi kebidanan di Indonesia diperkirakan menjadi penyebab utama menurunnya kualitas bidan itu sendiri. Akademi dituding hanya mengutamakan keuntungan semata dibanding kualitas pembelajaran. Hal itu kemudian ditambah dengan kurangnya pengawasan terhadap jalannya kegiatan belajar mengajar di akademi kebidanan.
“Saya akui, kualitas bidan kita memang kurang. Dengan menjamurnya sekolah bidan, pengawasannya juga kurang,” ujar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi di Jakarta, Kamis (30/1/2014), seperti diberitakan jpnn.com hari ini.
Kurangnya kualitas para bidan tersebut,
kata Menkes, diketahui saat dilakukan tes mutu pada mereka. Hasil tes tersebut diketahui kurang memuaskan dan tidak sesuai dengan target. Padahal, bidan merupakan garis depan pelayanan ibu hamil dan melahirkan di Indonesia.
Oleh karenanya, Menkes mengatakan akan segera melakukan pembenahan terhadap kualitas bidan di Indonsia. Perbaikan ini selain dilakukan untuk memenuhi target target Millenium Development Goals (MDGs) pada 2015 juga guna membantu menurunkan angka kematian ibu dan anak di Indonesia.
Selain itu, perbaikan juga akan dilakukan pada mutu kesehatan wanita baik sebelum hamil maupun saat hamil. “Yang harus jadi perhatian kita adalah bagaimana meningkatkan mutu kesehatan perempuan Indonesia sebelum dan selama dia hamil. Apalagi angka kehamilan dan persalinan di
usia muda juga meningkat, padahal kehamilan di usia muda ini sangat beresiko,” jelasnya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang melakukan penyuluhan reproduksi pada generasi muda. Sehingga resiko ibu muda yang meninggal akibat mutu kesehatan kurang dapat ditekan.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 menunjukkan, angka kematian ibu mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Jumlah tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan survei yang dilakukan pada 2007. Dalam survey yang sama pada 2007, angka kematian ibu 228 per 100 ribu kelahiran hidup.
Buruknya mutu bidan di Indonesia saat ini juga dibenarkan oleh Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia, Emi Nurjati. Pernyataan Emi senada dengan Menkes, ia mengatakan
bahwa akademi yang ada saat ini kebanyakn lebih konsen pada keuntungan.
“Betul juga sih, kita tidak bisa membantah hal itu (pernyataan Menkes). Kebanyakan memang hanya menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan pembelajaran. Bagaimana bisa belajar dengan baik dengan jumlah yang sangat banyak,” ungkap Emi.
Pihaknya mengaku sangat menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, tak hanya kuantitas yang diperlukan di lapangan, tapi juga kualitas yang memadahi. Hal itu kemudian semakin lengkap ditambah dengan tidak berjalannya pengawasan teknis pada akademi kebidanan yang ada. (jpnn)