JIKA pekerjaan anda mengharuskan untuk duduk berjam-jam di depan komputer maka sebaiknya anda segera mencari aktivitas selingan lain. Sebuah studi menemukan bahwa menggunakan komputer terlalu lama dapat menyebabkan seseorang mengalami depresi.
Studi tersebut menemukan bahwa duduk di depan layar komputer selama lima jam sehari secara signifikan meningkatkan risiko depresi dan insomnia. Hasil ini melengkapi studi sebelumnya yang menyebutkan bahwa terlalu banyak bekerja di depan layar komputer dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan, seperti sakit kepala, penegangan mata, dan sakit punggung.
Dalam sebuah survei terhadap dari 25.000 pekerja, banyak di antara mereka mengeluhkan adanya perasaan tertekan, cemas dan enggan untuk bangun di keesokan paginya. Mereka juga merasa kualitas tidurnya terganggu dan melaporkan sulitnya berkomunikasi dengan rekan sesama karyawan.
Oleh sebab itu, studi yang dilakukan oleh para peneliti di Chiba University, Jepang, ini menyimpulkan bahwa atasan harus membatasi waktu staf mereka untuk bekerja di depan komputer.
“Hasil studi ini menunjukkan bahwa pencegahan gangguan mental dan gangguan tidur salah satunya adalah pembatasan penggunaan komputer. Paling tidak kurang dari lima jam sehari,” kata penelit, Dr. Tetsuya Nakazawa, seperti dilansir laman Daily Mail, Sabtu (8/2).
Diterbitkan dalam American Journal of Industrial Medicine, studi ini menunjukkan bahwa satu dari empat staf menghabiskan setidaknya lima jam sehari di tempat kerja mereka. Begitu mereka melewati ambang itu, diyakini risiko gangguan psikologis akan semakin meningkat.
Sementara itu, beberapa ahli di Inggris mengatakan bahwa bekerja sendirian di depan komputer selama berjam-jam dapat menimbulkan rasa isolasi pada orang tersebut, bahkan di saat suasana kantor sedang ramai dan sibuk.
“Kami menemukan bahwa orang yang bekerja dengan mesin kebanyakan bertentangan dengan orang lain. Masalahnya tidak hanya duduk di depan komputer, tapi fakta bahwa mereka tidak dapat istirahat dan memprioritaskan hal lain yang harus mereka lakukan,” kata Prof. Cary Cooper, psikolog dari University of Manchester Institute of Science and Technology.(fny/jpnn)***