SERANG – Terkait sengketa lahan di Pulau Sangiang, Desa Cikoneng, Kecamatan Anyar, antara warga dengan PT Pondok Kalimaya Putih (PKP) yang tidak kunjung ada penyelesaian, Gubernur Banten Wahidin Halim angkat bicara. Orang nomor satu di Banten yang akrab disapa WH itu meminta Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah segera menyelesaikan persoalan tersebut.
WH mengaku, sudah melakukan koordinasi dengan bupati untuk menyelesaikan konflik antara warga dan pihak perusahaan di Pulau Sangiang. “Masyarakat harus diperlakukan adil. Saya bilang kepada bupati agar selesaikan itu (sengketa lahan-red),” ujar WH kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di gedung DPRD Provinsi Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kota Serang, Kamis (14/9).
Menurutnya, masyarakat Pulau Sangiang berhak melakukan perlawanan atas sengketa lahan yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu. Ia juga menyayangkan sikap perusahaan yang mengusir masyarakat yang sudah lebih dulu tinggal di pulau tersebut.
“Lawan, hak masyarakat sudah lama itu. Masyarakat diusir-usir, enggak boleh. Jangan dikuasai, itu aset pemerintah,” tegas WH.
Ia juga mengaku, sudah menugaskan bupati untuk menyelesaikan permasalahan tersebut karena menyangkut masalah masyarakat. “Saya sudah menugaskan bupati bahwa ini menyangkut masalah masyarakat atau penduduk yang sudah lama tinggal di situ,” ujarnya lagi.
Diketahui, Pemkab Serang telah melakukan upaya mediasi pada Selasa (12/9). Namun, pihak dari PT PKP mangkir saat mediasi sehingga masalah tidak ada penyelesaian.
Sebelumnya, Kepala BPN Serang M Nazron mengungkapkan, berdasarkan data yang diperoleh BPN, dari luas tanah 780 hektare di Pulau Sangiang, seluas 528,15 hektare di antaranya tanah milik Kementerian Kehutanan, 251,85 hektare lainnya milik warga.
Berdasarkan sejarah lahan di Pulau Sangiang, diceritakan Nasron, PT PKP mengajukan pembebasan tanah di Pulau Sangiang pada 1992 kepada BPN Kanwil Jawa Barat. Saat itu, perusahaan diberikan waktu untuk membebaskan lahan dalam tempo satu tahun. Namun, hanya 248 hektare saja yang berhasil dibebaskan perusahaan. “Jadi, tidak mencapai target,” jelasnya.
Lebih lanjut Nazron memaparkan, pada 2012, BPN pusat mengidentifikasi tanah telantar di Pulau Sangiang. Lantaran itu, kepemilikan lahan dikembalikan lagi kepada negara. “Tapi, pihak perusahaan tidak terima sehingga melakukan gugatan ke persidangan dan mereka memenangkan proses hukum,” terangnya. “Kami hanya menyampaikan data apa yang kami temukan saja,” imbuhnya. (Fauzan D-Rozak/RBG)