“Harga di pasaran sekarang cuma Rp5.000, enggak naik. Padahal bahan bakunya naik. Ya sudah kita terpaksa mengurangi ukurannya, supaya biaya pengeluaran kedelai tidak terlalu banyak,” ucapnya.
Madsoleh mengungkapkan, dirinya tidak bisa menaikkan harga tahu sebab konsumsi masyarakat terhadap tahu sedang menurun. Hal itu tentunya berdampak pada pendapatan.
“Kalau kita naikkan harganya siapa yang mau beli. Orang Rp5.000 sekantong aja masih dikatain mahal. Sekarang, omzet kita aja lagi turun, yang biasanya dapat Rp300 ribu per hari sekarang cuma Rp150 ribu,” ungkapnya.
Pengusaha tempe, Abdul, mengatakan, pemerintah harus segera mencari cara untuk mencegah kenaikan harga pada komunitas kedelai itu. Jika harga tersebut terus meninggi akan menyebabkan industri tahu, tempe atau makanan berbahan dasar kedelai lainnya gulung tikar.
“Kedelai itu kan adik kaka sama beras, yang mana kalau harganya naik, industri tahu, tempe bisa bangkrut. Kalau sudah bangkrut rakyat mau makan apa nanti,” kata Abdul.
Menurutnya, kenaikan harga kedelai disebabkan kurang ketersediaan kedelai di pasaran. Para petani kedelai di Indonesia dinilai masih belum bisa mencukupi kebutuhan kedelai di pasaran.