SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Mahasiswi dari Universitas Bina Bangsa (Uniba) mengaku kerap mendapat pelecehan verbal yang diucapkan dosen berinisial C. Kejadian tidak mengenakan tersebut membuat mahasiswi jurusan komunikasi tersebut sakit hati dan merasa dipermalukan.
Kuasa Hukum V, Ferry Renaldy mengatakan, kliennya pernah ditanya soal ngamar dengan pejabat. Ucapan tak pantas tersebut dilontarkan V pada akhir tahun 2024 lalu. Saat itu, C mengatakan kata-kata bernuansa pelecehan tersebut pada saat pertemuan bersama Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan pihak dari instansi pemerintah. “Klien saya dalam forum tersebut ditanya udah dibawa ke hotel mana saja,” ujarnya, Rabu 10 September 2025.
Ferry menegaskan, kendati korban kerap mendapatkan pelecehan verbal, namun pihaknya fokus kejadian pada Selasa 19 Agustus 2025 sekira pukul 08.15 WIB. Pada saat itu, korban menemui dosen AR di Ruangan Uniba TV tepatnya di Jalan Serang – Jakarta KM 03, Nomor 18, Kelurahan Panancangan, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang untuk meminta tanda tangan pengesahan skripsi. “Pada saat bertemu dengan AR, klien saya V mendengar kata-kata yang tak pantas dari C,” katanya.
Kata-kata yang diduga merendahkan martabat perempuan tersebut sempat didengar oleh dosen lain seperti AR, ME dan UL. Bahkan, UL diduga sempat menertawakan saat korban mengatakan kata-kata tersebut. “Ada dosen lain juga mendengar kata-kata C,” kata Ferry.
Menurut Ferry, kliennya sempat tidak terima dengan kata-kata C. Mahasiswi asal Kecamatan Serang, Kota Serang itu bahkan menyebut bercanda C keterlaluan.
“Setelah urusan dengan dosen AR selesai, V ini sempat kesal sebelum pulang, dia sebelum pulang ngomong kalau becanda dosen C ini keterlaluan,” ungkapnya.
Ferry mengatakan, pihaknya telah membuat laporan pengaduan ke Polresta Serang Kota dan ke pihak kampus atas kasus tersebut. “Sudah kami laporkan, sebelumnya kami juga telah membuat laporan ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT). “Sudah kami laporkan,” katanya.
Sementara itu, Tim Hukum Uniba, Wahyudi menjelaskan, alasan pihak kampus belum memberikan sanksi karena belum ada laporan resmi yang masuk ke Satgas PPKPT. Ditanya soal klaim kuasa hukum V, dosen fakultas hukum ini menganggap dokumen tersebut bukan merupakan laporan berdasarkan Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2024.
“Kami menganggap itu bukan laporan resmi ya, tapi semacam notulensi. Laporan resmi itu formatnya bukan seperti itu, kami khawatir ini nanti catat formil apabila ditindaklanjuti,” katanya.
Yudi menegaskan, pihaknya tidak menghalang-halangi siapapun yang mau membuat laporan. “Tanpa ada laporan, kami tidak dapat menindaklanjutinya, ada proses yang harus kita jalani. Kami tidak ada kepentingan apapun,” tegasnya.
Ia mengatakan, pihak kampus tak mentolerir adanya pelecehan seksual apalagi kekerasan seksual terhadap perempuan. Sanksi tegas dapat dijatuhkan apabila dosen terbukti melakukan perbuatan tercela tersebut. “Kami dari civitas akademika, ketua yayasan sampai rektor sepakat tidak ada toleransi terhadap kasus kekerasan seksual. Sanksinya bisa dipecat,” tutur pria asal Lebak ini.
Editor: Mastur Huda











