LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID – Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang digulirkan oleh Bulog ternyata belum diminati oleh masyarakat Kabupaten Lebak. Beras murah yang seharusnya menjadi solusi di tengah tingginya harga beras itu justru sepi pembeli di sejumlah titik penjualan.
Rendahnya minat masyarakat terhadap beras SPHP diduga karena kualitasnya dianggap kurang baik.
Sejumlah warga menilai, tekstur beras SPHP lebih kering dan tidak pulen setelah dimasak.
Beras SPHP dijual dengan harga Rp62.500 per karung kemasan lima kilogram. Beras ini bisa didapatkan di supermarket, koperasi, serta kios-kios pangan yang bekerja sama dengan Bulog.
Salah satu warga Rangkasbitung, Reni Hafilah, mengaku pernah mencoba menggunakan beras SPHP untuk memenuhi kebutuhan usahanya, Warteg di sekitar Alun-Alun Rangkasbitung.
Namun, menurutnya, beras tersebut tidak bisa dijual kepada pelanggannya, karena nasinya kering dan tidak mengembang sempurna.
“Kalau buat makan di Warteg, orang biasanya suka nasi yang lembut dan pulen. Beras SPHP ini kering, lebih cocok buat usaha nasi goreng,” ujarnya kepada RADARBANTEN.CO.ID saat di warungnya, Kamis, 9 Oktober 2025.
Ia berharap, Bulog bisa memperhatikan kualitas beras SPHP agar lebih layak dan diminati masyarakat, terutama pelaku usaha kuliner seperti warteg yang sangat bergantung pada kualitas nasi.
“Kalau kualitasnya bagus, pasti banyak yang beli. Tapi kalau seperti sekarang, ya orang lebih milih beras biasa,” tambah Reni.
Kepala Bulog Lebak, Agung Trisakti, menyampaikan bahwa rendahnya minat masyarakat terhadap beras SPHP karena bertepatan dengan musim panen raya di beberapa daerah.
Sehingga, pasokan beras lokal melimpah dan harga di pasaran sedikit menurun, dan masyarakat lebih memilih beras hasil petani.
Agung menjelaskan, sebagian beras SPHP yang beredar merupakan beras impor. Sehingga, tekstur dan kualitasnya berbeda dengan beras lokal.
“Beras SPHP ini memang ada yang berasal dari impor. Perbedaan jenis dan kadar airnya membuat hasil nasi terasa lebih kering, tapi sebenarnya masih layak konsumsi,” jelasnya.
Editor: Agus Priwandono