KOTA TANGERANG, RADARBANTEN.COa.ID-Nama Neglasari yang kini dikenal sebagai salah satu kecamatan di Kota Tangerang menyimpan perjalanan sejarah yang panjang sebelum akhirnya resmi digunakan seperti sekarang.
Informasi ini terungkap dalam buku “Melacak Asal Muasal Kampung di Kota Tangerang” karya Burhanudin yang menelusuri jejak historis kampung-kampung di wilayah tersebut.
Dalam catatan sejarah, kawasan yang kini bernama Neglasari dulunya dikenal dengan sebutan Sewan Parung Kuda. Nama tersebut kemudian perlahan ditinggalkan karena memiliki konotasi yang dianggap kurang baik bagi citra wilayah dan masyarakat setempat.
Perubahan nama semakin menguat ketika wilayah ini resmi ditetapkan sebagai Kecamatan Neglasari pada tahun 2000.
Pembentukan kecamatan baru tersebut mencakup tujuh kelurahan yakni Neglasari, Karang Sari, Selapajang Jaya, Kedaung Wetan, Mekar Sari, Karang Anyar, dan Kedaung Baru.
Pemilihan nama Neglasari dilakukan melalui kesepakatan para tokoh masyarakat, dengan satu harapan besar: wilayah ini dapat berkembang dan sejajar dengan kecamatan lain di Kota Tangerang.
Secara administratif, penamaan ini juga diperkuat oleh keberadaan kantor Kapermat (Kepala Pemerintahan Marga) yang saat itu berlokasi di Kelurahan Neglasari.
Seorang tokoh masyarakat, Jahiri (72), menyebut nama Neglasari berasal dari bahasa Sunda. Kata “Negla” berarti nyata atau terlihat jelas, sedangkan “Sari” bermakna manis atau membawa kebaikan.
“Dulu kampung ini masih berupa bulakan atau daratan dekat sungai yang kerap tergenang, tetapi tampak jelas dari seberang Sungai Cisadane. Karena itu disebut Kampung Negla.
Penambahan kata ‘Sari’ bermakna harapan agar wilayah ini membawa kenyamanan dan kebaikan bagi warganya,” jelasnya.
Kini, Neglasari berkembang sebagai wilayah pemukiman sekaligus pintu gerbang Kota Tangerang karena berdampingan dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Kisah perjalanan nama Neglasari menjadi pengingat bahwa sebuah nama bukan sekadar identitas geografis—tetapi juga memuat doa, sejarah, dan harapan masyarakat terhadap masa depan lingkungan tempat mereka tinggal.
Editor: Bayu Mulyana











