SERANG – Hari Kartini sering menjadi ajang lomba busana kebaya dengan sanggul cantik dan warna rias wajah yang mencolok. Di tempat lain, Hari Kartini dirayakan dengan lomba memasak oleh ibu-ibu di tingkat RT.
Dalam lembaga pendidikan, seperti sekolah, peringatan Hari Kartini diisi dengan lomba model kebaya. Ini paling banyak digelar dari mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Padahal yang paling penting dalam sejarah perjalanan hidup Kartini, yang masih bertahan hingga hari ini adalah surat-suratnya yang terhimpun dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
“Hal yang bisa kita teladani dari RA Kartini, terutama dalam dunia pendidikan yaitu kebiasaan Kartini menuangkan pikirannya melalui tulisan. Kartini punya kebiasaan menyiarkan gagasannya melalui tulisan ini,” ujar Arip Senjaya, Dosen Sastra di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Untirta Serang, Senin (21/4/2014).
Sebaiknya, lanjut Arip, dunia pendidikan melestarikan kebiasaan menulis ini dengan lomba menulis surat di tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Budaya literasi inilah yang seharusnya ‘hidup’ di dunia pendidikan. “Bukan malah berlomba dalam busana dan sanggul,” jelasnya.
Lebih lanjut Arip melihat ada kesalahan dalam cara melihat sosok Kartini sebagai pribadi di masyarakat. “Peringatan hanya pada sisi kulit. Bukan pada isi,” paparnya. (WAHYUDIN)