JAKARTA – Dua penyedia layanan aplikasi transportasi berbasis online, Uber dan Grab, sepakat dengan sejumlah poin persyaratan yang diminta pemerintah. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga menetapkan masa transisi untuk memenuhi perizinan hingga batas waktu 31 Mei 2016.
Kesepakatan tersebut diperoleh dalam rapat maraton selama dua hari yang dimediasi Kemenko Polhukam. Selain Kemenhub selaku regulator dan Uber serta Grab, rapat diikuti Organisasi Angkutan Darat (Organda) sebagai representasi angkutan umum konvensional
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan, Uber dan Grab dipersilakan memilih untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan transportasi umum atau membuat badan usaha sendiri. ”Silakan dipilih. Kami mendukung kok,” ujar Jonan di kantor Kemenko Polhukam, dilansir Jawa Pos.
Uber dan Grab sepakat untuk tetap menjadi content provider atau bukan sebagai perusahaan penyelenggara angkutan umum. Dengan keputusan itu, lanjut Jonan, keduanya diminta bekerja sama dengan perusahaan penyelenggara angkutan umum yang berbadan hukum seperti koperasi. Koperasi tersebut juga harus memiliki izin sebagai badan hukum penyelenggara angkutan umum. Selain itu, wajib mematuhi prosedur seperti pendaftaran kendaraan, uji kir, dan aturan-aturan lain dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
”Pengemudinya yang tergabung dalam koperasi harus memiliki surat izin mengemudi (SIM) A umum,” kata mantan direktur utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu.
Koperasi yang bekerja sama dengan Uber dan Grab akan menjalankan usaha angkutan umum rental. Dengan demikian, kendaraan bisa beroperasi dengan pelat nomor hitam atau tidak perlu menjadi pelat kuning. ”Kalau angkutan pelat kuning, kan ada argo dan trayeknya. Kalau rental, bisa pakai pelat hitam, bebas (trayek, Red),” ujar Jonan.
Disinggung soal persaingan usaha, Jonan menyatakan tidak ikut campur. Yang menjadi kepedulian pihaknya adalah aturan yang harus dipenuhi. Sebab, hal itu berhubungan dengan masalah keselamatan penumpang.
Dia melanjutkan, dalam masa transisi tersebut, kedua penyedia layanan angkutan online tetap diperbolehkan beroperasi. Namun, keduanya dilarang keras melakukan ekspansi. Pelebaran bisnis yang dimaksud termasuk perekrutan sopir baru atau penambahan mobil untuk angkutan. (JPG)