LOMBOK – Lombok tak hanya identik dengan Mandalika yang sudah ditetapkan ke dalam kawasan 10 Bali Baru di bawah koordinasi Hiramsyah Syambudhi Thaib itu. Lombok juga tak hanya fokus melambungkan Novotel Lombok Resort & Villas, World’s Best Halal Tourism Website, dan bukit Sembalun di World’s Best Halal Tourism Award 2016. Saat ini, Lombok juga tengah melirik Desa Lendang Nangka sebagai desa wisata.
Saat mendengar kata Lombok NTB yang terlintas pertama kali pastinya wisata halal, Top Destinasi Prioritas Mandalika, pantai-pantainya nan elok serta Gunung Rinjani yang sudah mendapatkan apresiasi dari UNESCO. Tidak banyak orang yang kenal Desa Lendang Nangka. Desa dengan potensi dan keguyuban warganya, potensi Lendang Nangka tak kalah dari Desa Sade yang namanya sudah mencuat dikenal dunia.
Mau tau apanya? Kreativitas warganya? Sangat tinggi. Saat dihadapkan pada persoalan sampah, warga Lendang Nangka langsung kompak melakukan gerakan ‘Secangkir Beras Sampah’. Hasilnya? Ada 75 kilogram beras yang bisa dikumpulkan warga setiap bulannya. Beras itu dijual Rp 5.000 per kilogram. Dan uang hasil penjualan digunakan untuk biaya operasional pembersihan sampah, termasuk upah pengangkut sampah. Lendang Nangka
pun sekarang menjelma menjadi daerah yang bersih.
Di sana juga ada ‘Lumbung Darah’, yakni semacam bank darah di tingkat desa. Hal ini dilakukan agar masyarakat Lendang Nangka ketika membutuhkan darah, tidak akan kesulitan mendapatkannya.
Gerakan pengelolaan air minum desanya? Kini banyak ditiru desa lain. Tidak banyak terjadi kebocoran, dalam soal ini. Karena pihak Takmir Masjid turut dilibatkan. Air yang dihasilkan dari PAMDes disalurkan pula ke masjid. Ini kemudian mendorong masyarakat untuk terus menjaga PAMDes ini dengan baik.
“Gerakan partisipasi Desa Lendang Nangka tidak diragukan lagi. Di 2014 desa ini menjadi pemenang lomba desa Anugerah Bintang Selaparang Terintegrasi. Bahkan awal November ini Lendang Nangka terpilih menjadi juara Lomba BUMDES tingkat Nasional. Pengelolaan Simpan Pinjam dan Air Bersih,” ungkap Gubernur NTB M. Zainul Majdi yang didampingi Kadispar NTB Lalu Mohammad Faozal, Senin (14/11).
Yang membuat Zainul happy, Lendang Nangka juga menyimpan sejuta pesona pariwisata. Suasananya? Tak kalah keren Desa Sade, desa yang sudah sangat dikenal wisatawan nusantara dan mancanegara. Wisata alam, budaya, dan religi, komplit bisa sekaligus didapatkan di Lendang Nangka.
Letaknya? Sangat strategis karena berada di antara Desa wisata lainnya seperti Daerah Loyok yang terkenal dengan kerajinan bambunya, Pringgasela dengan kain tenun tradisionalnya, dan Tetebatu yang merupakan lokasi penginapan dengan pemandangan yang sangat indah.
Saking eksotisnya, sudah banyak wisatawan mancanegara yang lalulalang di daerah ini. Rombongan turis yang naik bus wisata, mengendarai motor maupun yang berjalan kaki sudah bukan lagi pemandangan aneh di desa ini.
Yang mau menginap? Ada homestay tradisional yang siap menyapa. Dari homestay H. Radiah, pondok bambu, pondok wire, dan pondok ghiroh, semuanya menyuguhkan suasana rumah yang masih alami. Setiap hari, wisatawan bisa menghirup segarnya udara dan keramah tamahan masyarakat setempat.
Lalu tempat apa saja yang bisa dikunjungi? Dari Desa Lendang Nangka, wisatawan bisa berkunjung ke beberapa tempat wisata alam. Air terjun JERMAN (Jeruk Manis), wisata Otak kokok/ joben, semua bisa disambangi. Selain itu, wisatawan bisa juga menikmati sunrise di pasar tradisional Lendang Nangka. Keriuhan pasar dengan segala aktivitas jual beli yang disiram sinar matahari pagi yang lembut siap memanjakan setiap tamu yang berkunjung ke sana.
Transportasinya? Bisa bermacam-macam. Dari motor, mobil hingga cidomon (kereta kuda khas Lombok, red), siap menemani perjalanan wisatawan. Dan kulinernya? Sangat bervariasi. Dari mulai plecing kangkung, dodol nanas khas Lendang Nangka hingga base keong banyak tersedia di sana.
“Lendang Nangka memiliki kawasan pertanian dan kehidupan masyarakat yang layak untuk dijadikan sebagai objek wisata. Sekarang sudah ada kerja sama masyarakat Lendang Nangka dengan biro perjalanan yang meng-arrange sekitar 40 orang wisatawan asing. Puluhan wisatawan asing ini dua kali seminggu rutin berkunjung ke sana,” ujar Gubernur.
Terkait pengembangan ekowisata, Guberrnur meminta keseriusan aparat desa dan masyarakat Lendang Nangka dalam menyiapkan kawasan tersebut sebagai objek wisata. Dari mulai tempat ibadah, toilet, kuliner harus mulai ditata dengan standar global.
“Tidak perlu mewah atau mahal, yang penting bersih dan rapi. Ketika persiapan sudah matang, pemerintah provinsi dapat mempromosikan daerah tersebut secara resmi,” ujarnya.
Menpar Arief Yahya menyebut wisata budaya itu sangat kuat, karena wisatawan bukan saja melihat puncak acara, tetapi juga proses interaksi masyarakatnya. Itulah jawaban, mengapa wisata berbasis budaya itu lebih sustainable, lebih bertahan lebih lama, kareka keistimewaannya justru ada di dalam kehidupan sosial masyarakat itu sendiri.
“Apalagi alamnya. Bagus! Dan ada kalender event, man made atau ciptaan orang? Lebih heboh lagi!,” kata Arief Yahya. (ADVERTORIAL/Kemenpar RI)