STUTTGART – Lulusan SMK menjadi penyumbang angka pengangguran terbanyak tahun ini. Di mata Mendikbud Muhadjir Effendy, itu terjadi lebih karena timpangnya lapangan pekerjaan dengan jumlah lulusan SMK.
“Selain SMK-nya diperbaiki, jumlah lapangan kerjanya juga harus tersedia. Industrinya juga harus utamakan terima lulusan SMK,” kata Muhadjir setelah mengunjungi pusat pendidikan vokasi Festo Training Center di Stuttgart, Jerman, Selasa (10/10).
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Februari lalu, jumlah angkatan kerja ada 131,55 juta orang. Kemudian penganggurannya capai 7,01 juta jiwa. Lulusan SMK mendominasi dengan 9,27 persen atau sekitar 649 ribu jiwa.
Untuk perbaikan pembelajaran SMK, Kemendikbud memperkuat kompetensi guru. Khususnya guru-guru produktif pengampu bidang keahlian di SMK. Setiap guru produktif di SMK wajib bersertifikasi sesuai standar bidang keahlian masing-masing. Selain itu, juga memperkuat laboratorium praktik SMK.
Saat ini rata-rata lulusan SMK setiap tahun mencapai 1,2 juta anak. “Apakah lowongan kerjanya juga tersedia sebanyak itu? Datanya belum jelas sampai sekarang,” tutur mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.
Sebagus apa pun perbaikan pembelajaran di SMK jika lapangan kerjanya tidak sebanding, pengangguran berijazah SMK tetap tinggi. Dia meminta pemerintah provinsi selaku pengelola SMK untuk memetakan lowongan kerja di daerah setempat.
Lalu dibuat perencanaan pembinaan dan pengelolaan SMK. Jadi, bisa dipetakan potensi serapan lulusan SMK setiap tahunnya. Termasuk bidang keahlian apa saja yang tingkat kebutuhan tenaga kerjanya tinggi. “Jadi, tidak sekadar membangun SMK baru, tetapi tidak tahu kebutuhan lapangan kerjanya,” tuturnya.
Ia berharap, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang intinya memaksa dunia industri memprioritaskan lulusan SMK. Itu lantaran kecenderungan dunia industri di Indonesia belum terlalu membutuhkan tenaga terampil lulusan SMK. Berbeda dengan di Jerman, di mana dunia industrinya begitu membutuhkan tenaga kerja terampil.
Muhadjir berharap, perekonomian Indonesia semakin baik sehingga dunia industri terus menggeliat. Kemudian kebutuhan akan tenaga kerja terampil juga terus meningkat. Dia menegaskan, perbaikan pembelajaran SMK harus diikuti ketersediaan lapangan kerja.
Pengamat pendidikan Jejen Musah mengatakan, persoalan utama di SMK adalah ketersediaan guru produktifnya rendah. Sampai-sampai Kemendikbud membuka program alih fungsi guru umum menjadi guru produktif. Kemudian juga membuka pintu bagi tenaga kerja trampil untuk menjadi guru produktif SMK. Sebab jika mengandalkan guru produktif reguler yang lulus dari kampus, jumlahnya tidak banyak.
Jejen mengakui, keterserapan tenaga kerja lulusan SMK berkaitan dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Sebagus apa pun program perbaikan SMK, tidak akan efektif jika lowongan kerjanya sedikit. “Komitmen dunia industri menerima tenaga terampil lulusan SMK juga harus dipegang oleh pemerintah,” pungkasnya. (JPG/RBG)