MAKASSAR – Wacana dilarangnya melakukan politisasi agama menjadi salah satu isu yang mencuat di tahun politik. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengingatkan bahwa dengan dilarangnya melakukan politisasi itu bukan berarti masyarakat Indonesia tidak boleh menggunakan agama dalam berpolitik.
“Pelarangan politisasi agama jangan dimaknai tidak menggunakan agama dalam berpolitik,” terang Menag saat membuka Raker Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Selatan di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Kamis (15/2), sebagaimana dilansir Kemenag.
“Menggunakan agama pada makna esensialnya yang inklusif dalam berpolitik tidak hanya menjadi tidak bermasalah, tapi bahkan harus,” sambungnya.
Menurut Menag, berpolitik itu justru harus berlandaskan dan berorientasi pada ajaran agama. Sebab, kehidupan politik bisa menjadi tanpa moral dan etika, bila tanpa panduan agama.
Menag mencontohkan nilai-nilai agama seperti menegakkan keadilan, memenuhi hak dasar sesama, menerapkan kejujuran, larangan menebar fitnah, larangan korupsi, justru harus menjadi bagian penting dalam berpolitik.
Hal yang tidak boleh dilakukan, lanjut Menag, adalah memperalat ajaran agama untuk kepentingan pragmatis politik praktis, sehingga terjadi manipulasi dan eksploitasi agama.
Menag menekankan bahwa nilai agama yang hakikatnya berlaku universal itu tak boleh direduksir hanya untuk kepentingan diri dan kelompoknya sendiri. (Khoiron/Kemenag/Aas)