Hari ini ke pantai, besoknya shopping, minggu depan arisan, terus kapan ngurus anaknya?
Begitulah kehidupan Lili (35) bukan nama sebenarnya. Selain sibuk bekerja sebagai dosen, ia merupakan ibu tiga anak dengan segudang aktivitas.
Jiwa muda yang masih membara, membuatnya tak bisa menjalani hari hanya dengan berdiam diri. Meski buah hati masih perlu banyak perhatian darinya, entah mengapa, Lili malah asik dengan kehidupannya. Hal inilah yang membuat sang suami, sebut saja Jiman (39) murka dengan kelakuan istrinya.
“Saya tahu dia sibuk, punya pekerjaan bagus. Tapi saatnya ngurus anak mah atuh harus ada di rumah. Anak nangis seharian, tahunya dia malah lagi arisan,” curhat Jiman kepada Radar Banten.
Seperti diceritakan Jiman, antara ia dan Lili memang sudah terikat janji. Saat masih menjalani masa pacaran, sang kekasih memberi persyaratan. Jika ingin menjalin rumah tangga dengannya, tidak boleh mengatur dan harus memberi kebebasan dalam menjalani hobi masing-masing.
Wih, nikah kok pakai persayaratan segala.
Apalah daya, lantaran rasa cinta yang luar biasa, Jiman menyanggupi persyaratan yang diajukan sang kekasih. Ya meski awalnya sempat mikir-mikir, namun akhirnya ia pasrah dan menganggap persayaratan Lili bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan.
Lili sendiri bukan wanita biasa. Selain cantik, ia juga termasuk wanita yang memiliki segudang prestasi. Berpenampilan ala-ala ibu muda zaman sekarang, ia banyak menyita perhatian para lelaki di sekitarnya. Apalagi kalau sudah mengendarai mobil dengan kaca mata hitamnya, wuih, pasti bikin lelaki menelan ludah.
Terlahir dari keluarga berada, Lili memiliki banyak kesempatan emas dalam hidupnya. Bisa melanjutkan sekolah ke jenjang kuliah bahkan pasca sarjana, ia wanita yang bisa dikatakan mendekati sempurna. Anak ketiga dari empat bersaudara itu memiliki kulit putih mempesona.
Jiman sendiri bukan lelaki sembarangan. Menggeluti bidang usaha sejak muda, ia meraih sukses ketika dewasa. Memiliki penghasilan yang besar dalam sebulan, ekonominya tak perlu dikhawatirkan. Dengan statusnya sebagai pengusaha peralatan komputer, membuatnya menjadi anak kebanggaan keluarga.
Wih hebat.
Singkat cerita, melalui peran seorang teman, Jiman dikenalkan dengan Lilii. Merasa ada kecocokan, mereka pun menjalin hubungan pertemanan. Sampai akhirnya, lantaran ada rasa yang bergejolak di hatinya, Jiman menyampaikan rasa, tak disangka, Lili pun memiliki perasaan yang sama. Jadilah keduanya menjalin asmara.
Tiga bulan berpacaran, mereka sepakat menuju jenjang pernikahan. Mengikat janji sehidup semati, Jiman dan Lili menjadi sepasang suami istri. Dengan profesi keduanya yang memiliki penghasilan besar, ekonomi rumah tangga tak perlu dikhawatirkan.
Di awal pernikahan, Jiman menjadi suami yang baik, perhatian pada istri, ia mengayomi Lili sepenuh hati. Hal serupa dilakukan sang istri tercinta, bagai melayani raja, Lili patuh pada apa yang dikatakan Jiman. Hingga tak terasa, tujuh tahun mengarungi bahtera rumah tangga, mereka dikaruniai anak tiga. Pokoknya, Lili dan Jiman diselimuti kebahagiaan.
Tapi, ibarat memakan buah simalakama, semua kenikmatan yang didapatkan tentu butuh pengorbanan. Sibuk dengan pekerjaan, mereka berdua jarang ada di rumah. Sibuk dengan urusan masing-masing, baik Jiman maupun Lili tak peduli pada sang buah hati. Aih-aih.
“Nah, itu dia Kang masalahnya. Kadang dititipin ke ibu mertua, tapi lebih banyak sih main sama baby sitter-nya,” kata Jiman. Oalah.
Hingga di suatu siang yang terik, mungkin lantaran naluri seorang ayah, kebetulan Jiman sedang ingin menemui sang buah hati. Ia pulang tanpa mengabari pembantunya. Dari depan rumah, perasaannya sudah tak enak. Serasa tengah terjadi sesuatu pada buah hatinya.
“Aaaaa, aaaaa,” terdengar suara anak menangis di dalam rumah.
Tanpa mengucap salam, lekas ia membuka pintu, matanya terbelalak melihat sang anak yang tengah dalam posisi tertelungkup menangis histeris dipukuli baby sitter-nya. Bagai gunung merapi, emosinya membara dan lekas merebut anaknya. Dengan suara lantangnya, Jiman memarahi sang pembantu.
“Gila aja, Kang. Anak saya disiksa di rumah sendiri,” tukasnya emosi.
Puas mencaci maki sang pembantu, Jiman lekas mencari sang istri. Parahnya, ketika ditelepon, dengan nada santai Lili mengatakan sibuk kumpul bareng teman-temannya di salah satu tempat makan di Kota Serang. Ini membuat Jiman kembali terbakar amarah.
Aih-aih, memang gimana ngomongnya, Kang?
“Masa pas saya minta segera pulang, dia jawab lagi sibuk kumpul sama temen-temennya. Ya marahlah saya,” tuturnya.
Seolah tak bisa lagi menahan kesabaran, dengan mobil pribadinya Jiman menyusul sang istri. Tak mampu lagi berpikir jernih, tindakannya bisa dibilang keterlaluan. Di tempat makan ia menyeret Lili untuk pulang. Merasa tak dihargai, sang istri melawan. Keributan pun terjadi.
“Ya waktu itu saya lagi kalap, Kang. Sudah enggak bisa ngontrol dari saking emosinya,” aku Jiman.
Adu mulut di tempat umum tentu mengundang keramaian, Lili dan Jiman jadi pusat perhatian. Bukannya lekas pulang, mereka malah saling menyalahkan. Tak bisa lagi memaafkan, keduanya sepakat menuju perceraian. Rumah tangga yang dibangun bertahun-tahun lamanya sirna begitu saja.
Aih-aih, sabar ya Kang. Lain kali kalau cari wanita jangan cuma menang cantik, pinter, dan kaya saja, Kang. Tapi juga cari yang berahlak baik dan bisa mengurus anak. Semoga dipertemukan dengan jodohnya, Kang. Amin. (daru-zetizen/zee/ags/RBG)