JAKARTA – Di saat harga pakan ternak terus melambung karena depresi rupiah, pasokan telur ayam nasional terancam virus low pathogenic avian influenza (LPAI) yang menurunkan daya tahan dan produktivitas ayam petelur. Menurunnya produktivitas ayam petelur itu berdampak pada harga telur di pasaran yang terus terkerek naik. Saat ini, harga di beberapa pasar sudah menembus Rp30.000 per kilogram.
“Produktivitas ayam petelur nasional turun 20 hingga 30 persen,” Kata Presiden Forum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar Mesdi, Jumat (13/7). Penurunan diperkirakan telah terjadi sejak periode Mei-Juni.
Musbar menyebut, setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan penurunan. Yang pertama faktor kenaikan harga pakan. Selama ini, bahan baku pakan ternak seperti bungkil kedelai, tepung daging dan tulang masih tergantung dari impor. Sementara pada masa pancaroba ini, terjadi kegagalan panen di negara-negara penghasil bahan-bahan tersebut.
“Apalagi diperparah dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar,” kata Musbar.
Yang kedua, soal program pemerintah berupa bantuan pangan nontunai (BPNT) yang dimulai sejak 2017. Dalam paket bantuan tersebut, masing-masing kepala keluarga (KK) penerima satu boks berisi sepuluh butir telur. Program itu juga turut menyedot pasokan telur dari peternak. “Kira-kira sepuluh sampai 15 persen pasokan nasional masuk ke BNPT,” katanya.
Pada dasarnya, BPNT tidak dipermasalahkan oleh para peternak. Justru mereka diuntungkan karena otomatis tercipta pasar baru. Untuk satu kecamatan saja, Musbar menyebut, bisa menyerap 4,5 ton telur.
“Tapi, yang perlu dipertimbangkan kan stok ke pasar jadi berkurang, otomatis harga naik,” jelasnya.
Faktor lain yang mengkhawatirkan adalah menurunnya imunitas dan kesehatan ayam-ayam petelur. Dugaan sementara adalah menyebarnya virus LPAI H9N2, turunan dari virus flu burung (H5N1).
“Tapi, kami peternak sendiri tidak yakin, kami minta pemerintah untuk turun melakukan investigasi,” kata Musbar.
Kata Musbar, ada faktor biologis yang memengaruhi ayam-ayam petelur. Dalam kondisi normal, ayam-ayam petelur bisa menghasilkan enam hingga tujuh butir per minggu alias 90 persen produktif. Namun, pada awal musim pancaroba ini, produktivitas bisa menurun sampai tinggal dua hingga tiga butir per minggu.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa menyebut penurunan produksi rata-rata 12 persen. Serangan virus LPAI H9N2 memang bukan hal baru. Fadjar menyebut, virus tersebut sudah mulai terasa sejak 2016. Saat itu, produktivitas drop hingga 90 persen.
“Namun, ayam kan juga beradaptasi, lebih kebal. Selain itu, para peternak juga belajar mengatasinya,” katanya.
Tetapi selepas itu, produksi berangsur-angsur membaik. Naik 40 persen, lalu 60 persen, dan seterusnya. Namun, pada pertengahan 2018 ini memang ada penurunan lagi. Fadjar berharap, para peternak bisa meningkatkan sanitasi, higienitas kandang, serta menerapkan biosecurity pada ternak mereka. Bisa juga dengan menyuntikkan stimulator imun.
Sampai saat ini, pemerintah masih belum bisa menemukan vaksin yang cocok untuk mencegah penularan virus tersebut. Sementara secara aturan, tidak boleh mengimpor vaksin dari luar negeri. “Tidak boleh, sama saja kita masukkan virus baru ke Indonesia. Para ahli kami terus bekerja,” jelasnya. (JPG/RBG)